Follow Me @deeres_

Tuesday, June 12, 2018

MAKALAH HIV/AIDS II VIROLOGI


VIROLOGI
HIV/AIDS









Disusun Oleh:
Dinda Retno Sya’bani
16.0626.0804.03







PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2018



KATA PENGANTAR
Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa nikmat dan kesehatan, iman dan ilmu pengetahuan. Ringkasan materi ini bertujuan untuk melengkapi tugas mahasiswa dalam pemahaman tentang “HIV/AIDS”. Saya sepenuhnya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam menyusun materi ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat saya harapkan demi kesempurnaan materi ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak atas ide dan sarannya, serta menilai dan memeriksa makalah ini. Dan pada akhirnya, semoga materi ini mendapatkan keridhaan dari Allah SWT dan dapat memberikan manfaat bagi saya dan kepada semua pembaca.

Samarinda, 11 Juni 2018


Penulis














DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I: PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang................................................................................. 1
B.       Tujuan............................................................................................... 3
C.       Prinsip............................................................................................... 3
D.       Manfaat............................................................................................ 4
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
A.      Pengertian......................................................................................... 5
B.       Epidemiologi.................................................................................... 6
C.       Etiologi............................................................................................. 8
D.      Pathogenesis..................................................................................... 9
E.       Patofisologi...................................................................................... 13
F.        Siklus Hidup HIV............................................................................ 16
G.      Tipe HIV.......................................................................................... 17
H.      Cara Penularan HIV/AIDS.............................................................. 18
I.         Gejala dan Karakteristik Klinis........................................................ 19
J.         Komplikasi....................................................................................... 21
K.      Pemeriksaan Penunjang.................................................................... 23
L.       Tata Laksana HIV............................................................................ 24
BAB III: PENUTUP
A.       Kesimpulan....................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 27







BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat di artikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akubat infeksi oleh Virus HIV (Human Immunodeviciency Virus) yang termasuk family Retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS merupakan satu satunya jenis penyakit yang paling menakutkan hingga saat ini. Penyakit ini bukanlah terdiri dari penyakit jenis tertentu, melainkan merupakan penyakit yang menyerang zat kekebalan tubuh (antibody) manusia sehingga berbagai macam bakteri dan virus penyakit bisa dengan mudahnya masuk kedalam tubuh manusia karena hilangnya zat antibody tadi. Akhirnya bisa dibayangkan, segala jenis penyakit bisa hinggap dalam tubuh kita.
AIDS berasal dari virus HIV (Human Immunodeviciency Virus). Konon virus ini berasal dari simpanse Afrika yang tertular kepada tubuh seorang gay yang berprofesi sebagai pramugara dan sering berganti ganti pasangan seks. Hal ini terjadi karena kemiripan DNA antara manusia dan simpanse sebesar 98%. Namun hingga saat ini, ini masih menjadi pembicaraan para ahli di dunia. Yang pasti perkembangan AIDS ini sendiri hingga saat ini terus mengalami peningkatan serius termasuk Indonesia sendiri. Ini membuat badan kesehatan dunia WHO semakin gencar melakukan kampanye anti AIDS.
Masalah AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak Negara diseluruh dunia. UNAIDS, badan WHO yang mengurusi masalah AIDS, memperkirakan jumlah odha di seluruh dunia pada Desember 2004 adalah 35,9-44,3 juta orang. Saat ini tidak ada Negara yang terbebas dari HIV/AIDS. HIV/AIDS menyebabkan berbagi klinis secara bersamaan, menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan Negara, krisis ekonomi, pendidikan dan juga krisis kemanusiaan. Dengan kata lain HIV/AIDS menyebabkan krisis multidimensi. Sebagai krisis kesehatan, AIDS memerlukan respons dari masyarakat dan memerlukan layanan pengobatan dan perawatan untuk individu yang terinveksi HIV.
Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Meskipun demikian, dari beberapa literature sebelumnya ditemukan kasus yang cocok dengan definisi surveilans AIDS pada tahun 1950 dan 1960-an di Amerika Serikat. Sampel jaringan potong beku dan serum dari seseorang pria berusia 15 tahun di St. Louis, Amerika Serikat, yang dirawat dan meninggal akibat Sarkoma Kaposi diseminati dan agresif pada 1968, menunjukkan antibody HIV positif dengan Western Blot dan antigen HTV positif dengan ELISA. Pasien ini tidak pernah pergi keluar negeri sebelumnya, sehingga diduga penularan berasal dari orang lain yang juga tinggal di Amerika Serikat pada tahun 1960-an atau lebih awal.
Virus penyebab AIDS didentifikasi oleh Luc Montagnier pada tahun 1983 yang pada waktu itu diberi nama LAV (lymphadenopathy virus) sedangkan Robert Gallo menemukan virus penyebab AIDS pada 1984 yang saat itu dinamakan HTLV-III. Sedangkan tes untuk memeriksa antibody terhadap HIV dengan cara ELISA baru tersedia pada tahun 1985. Istilah pasien AIDS tidak dianjurkan dan istilah Odha (orang dengan HIV/AIDS) lebih tidak dianjurkan agar pasien AIDS diperlakukan lebih manusiawi, sebagai subjek dan tidak dianggap sebagai sekedar objek, sebagai pasien.
Kasus pertama AIDS di Indonesia di laporkan secara resmi oleh Departemen Kesehatan tahun 1987 yaitu pada seorang warga Negara Belanda di Bali. Sebenarnya sebelum itu telah ditemukan kasus pada bulan Desember 1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis AIDS dan hasil tes ELISA tiga kali diulang, menyatakan positif. Hanya, hasil tes Western Blot, yang pada saat itu dilakukan di Amerika Serikat, hasilnya negative sehingga tidak dilaporkan sebagai kasusu AIDS. Kasus kedua inveksi HIV ditemukan pada bulan maret 1986 di RS Cipto Mangunkusumo, pada pasien hemophilia dan termasuk jenis non progessor, artinya kondisi kesehatan dan kekebalannya cukup baik selama 17 tahun tanpa pengobatan, dan sudah di konfirmasi dengan Western Blot, serta masih berobat jalan di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2002.
Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hamper sama dengan infeksi virus lainnya. Namun, berdasarkan fakta klinis saat pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya perbedaan respons imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkn terdapat factor lain yang berpengaruh, dan factor yang diduga sangat berpengaruh dalam stress. Stress yang dialami pasien HIV menurut konsep psikoneuroimunologis, stimulus akan melalui sel astrosit pada kortikal dan amigdala pada system limbic berefek pada hipotalamus, sedangkan hipofisis akan menghasilkan CRF (corticotrophin releasing factor). CRF memacu pengeluaran ACTH (adrenal corticotropic hormone) untuk mempengaruhi kelenjar korteks adrenal agar menghasilkan kortisol. Kortisol ini bersifat immunoeppressive terutama pada sel zona fasikulata. Apabila stress yang dialami pasien sangat tinggi maka kelenjar adrenal akan menghasulkan korisol dalam jumlah besar sehingga dapat menekan system imun (Apasou dan Sitkorsky, 1999), yang meliputi aktivitas APC (Makrofag); Th-1 (CD4); sel plasma; IFN; IL-2; IgM-IgG, dan Antibodi HIV.

B.            Tujuan
Untuk mengetahui Anti-HIV pada darah Seseorang

C.           Prinsip
Suatu campuran HIV-antigen menggabungkan enzim horsaedish peroxidase (HRP) yang bertindak sebagai pengubung antara tetrabenzidin metal (TMB) dengan peroxidase sebagai sitrat. Setelah penyelesaian Assay, perubahan warna yang menandai adanya antibody HIV-1, HIV-2, HIV-1 grup O. Jika kelak ada perubahan warna yang terjadi berarti tidak ada antibody HIV-1, HIV-2, HIV-1 grup O. sumur sumur ELISA yang di tempeli dengan campuran HIV antigen antara lain HIV-1 p24, HIV-1 gp 160, HIV-1 p27 70 peptida dan HIV-2 260 peptida) asam amino 592-603.
D.           Manfaat
Manfaat dari laporan tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Menambah referensi tentang pentingnya pengetauan mengenai HIV/AIDS dalam pembentukan sikap mereka terhadap pengidap HIV/AIDS.
2.    Menjadi dasar utnuk menentukan penanganan yang tepat dalam menciptakan lingkungan konsdusif bagi ODHA (orang dengan HIV/AIDS) termasuk sikap  masyarakat terhadap mereka.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      18649988-structure-of-human-immunodeficiency-virus-hiv-illustration-for-basic-medical-education-for-clinics-a.jpgPengertian
Text Box: Gambar 1.1 Struktur Dasar HIVAIDS atau sindrom kehilangan kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala yang menyerang tubuh manusia sesudah system kekebalannya dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering kali menderita keganasan khususnya sarcoma Kaposi dan limfoma yang hanya menyerang otak.
Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam family lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV menginveksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang (klinik laten), dan terutama menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi denan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi. Dalam prose situ, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit.
Secara structural, morfologi bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar melebar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen fungsional dan structural. 3 gen tersebut adalah gag, pol dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope (Hoffman, Rockhstroh, Kamps, 2006). Gen gag mengkode proten inti. Gen pol mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus yaitu, rev, nef, vif, vpu, dan vpr.

B.       Epidemiologi
Text Box: Gambar 1.2 Silkus penularan HIVHIV Replication Cycle 1.gifPenularan HIV/AIDS terjadi akibat cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntuk pada pengguna narkotika, tranfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkan. Oleh karena itu kelompok resiko tinggi terhadap HIVAIDS misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersial dan pelanggannya, serta narapidana.
Namun, infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua golongan masyarakat, baik kelompok resiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada awalnya, sebagian besar odha berasal dari kelompok homoseksual maka kini telah terjadi pergeseran dimana persentase penularan secara heteroseksual dan pengguna narkotika semakin meningkat. Beberapa bai yang terbukti tertular HIV dari ibunya menunjukkan tahap yang lebih lanjut dari tahap penularan heteroseksual.
Sejak 1985 sampai 1996 kasus AIDS masih amat jarang ditemukan di Indonesia. Sebagian besar odha pada periode itu berasal dari kelompok homoseksual. Kemudian jumlah kasus baru HIV/AIDS semakin meningkat dan sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam yang terutama disebabkan akibat penularan melalui narkotika suntik. Sampao dengan akhir Maret 2005 tercatat 6789 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan. Jumla itu tentu masih sangat jauh dari jumlah sebenarnya. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV adalah antara 90.000 sampai 130.000 orang. Sebuah survey yang dilakukan di Tanjung Balai Karimun menunjukkan peningkatan jumlah pekerja seks komersial (PSK) yang terinfeksi HIV yaitu dari 1% pada tahun 1995/1996 menjadi lebih dari 8,38% pada tahun 2000. Sementara itu survey yang dilakukan pada tahun 2000 menunjukkan ngka infeksi HIV cukup tinggi di lingkungan pekerja seks komersial (PSK) di Merauke yaitu 5-26,5%, 3,36% di Jakarta Utara, dan 5,5% di Jawa Barat.
Fakta yang paling mengkhawatirkan adla bahwa peningkatan infeksi HIV yang semakin nyata pada pengguna narkotika. Adalah sebagian besar odha yang merupakan pengguna narkotika adalah remaja dan usia dewasa muda yang merupakan kelompok usia produktif. Anggapan bahwa pengguna narkotika hanya berasal dari keluarga broken home dan kaya juga tampaknya seakin luntur. Pengaruh teman sebaya (peer group) tampaknya lebih menonjol.
Pengguna narkotika suntik mempunyai resiko tinggi untuk tertular oleh virus HIV atau bibit bibit penyakit lain yang dapat menular melalui darah. Penyebabnya adalah penggunaan jarum suntik secara bersama dan berulang yang lazim digunakan oleh sebagian besar pengguna narkotika. Satu jarum suntuk dipakai bersama antara 2 sampai 15 orang pengguna narkotika. Survey sentinel yang dilakukan di RS Ketergantungan Obat di Jakarta menunjukan peningkatan kasus indeksi HIV pada pengguna narkotika yang sedang menjalani rehabilitasi yaitu 15% pada tahun 1999, meningkat cepat menjadi 40,8% pada tahun 2000, dan 47,9% pada tahun 2001. Bahkan suatu survey disebuah kelurahan di Jakarta Pusat yang idlakukan oleh Yayasan Pelita Ilmu menunjukkan 93% pengguna narkotika terinfeksi HTV.
Surveilens pada donor darah dan ibu hamil biasanya digunakan sebagai indicator untuk menggambarkan infeksi HTV/AIDS pada masyarakat umum. Jika pada tahun 1990 belum ditemukan darah donor di Palang Merah Indonesia (PMI) yang tercemar HIV, maka pada periode selanjutnya ditemukan infeksi HIV yang jumlahnya semakin lama semakin meningkat. Presentasi kantung darah yang dinyatakan tercear HIV adalah 0,002% pada periode 1992/1993; 0,003% pada periode 1994/1995; 0.004% pada periode 1998/1999 dan 0,16% pada tahun 2000.
Prevalensi ini tentu perlu di tafsirkan dengan hati hati, karena sebagian donor darah berasal dari tahanan di lembaga permasyarakatan, dan dari pasien yang tersangka AIDS di rumah sakit yang belum mempunyai fasilitas laboratorium untuk tes HTV. Saat ini, tidak ada lagi darah donor yang berasal dari penjara. Survey yang dilakukan pada tahun 1999-2000 pada beberapa klinik Keluarga Berencana, Puskesmas, dan Rumah Sakit di Jakarta yang dipilih secara acak menemukan bahwa 6 (1,12%) ibu hamil 547 orang bersedia menjalani tes HIV tenyata positif terinfeksi HIV.

C.       Etiologi
HIV ialah retrovirus yang disebut lymphadenophaty associated virus (LAV) atau human T-cell leukemia virus 111 (HTLV-111) yang juga disebut human T-cell lymphotrophic virus (retrovirus). LAV ditemukan oleh Montagnier dkk pada tahun 1983 di Prancis, sedangkan HTLV-111 ditemukan oleh Gallo di Amerika Serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak ditemukan di Afrika Tengah. Sebuah penelitian pada 200 monyet hijau afrika, 70% dalam darahnya mengandung virus tersebut tanpa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut adalah HIV.
HIV terdiri atas HIV-1 dan HIV-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua untaian RNA dalam inti protein yang dilindungi envelope lipid asal sel hospes. Virus AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit pembawa factor T4 (CD4). Virus ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah limfosit T-helper secara progresif dan menimbulkan imunodefisiensi, yang selanjutnya terjadi infeksi sekuder atau oportunistik oleh kuman, jamur,


HIV-budding-Color.jpg

virus, dan parasit serta neoplasma.


Text Box: Gambar 1.3 Pemindaian mikrograf electron penonjolan HIV-1 (dalam warna hijau) dari limfosit yang dikultur. Gambar ini telah diberi warna untuk menyoroti gambaran yang penting. Banyaknya benjolan bulat pada permukaan sel merepresintasikan tempat perakitan dan penonjolan virion. Sumber: ©CDC/C. goldsmith, P. Feorino, EL. L. Palmer, W. R. McManus.

Sekali virus AIDS menginfeksi seseorang, virus tersebut akan berada dalam tubuh korban selama seumur hidup. Badan penderita akan mengalami reaksi terhadap invasi virus AIDS dengan jalannya membentuk antibody spesifik, yaitu antibody HIV yang agaknya tidak dapat menetralisasi virus tersebut dengan cara yang biasa sehingga penderita tetap akan merupakan individu yang infektif dan merupakan bahaya yang dapat menularkan virusnya pada orang lain disekelilingnya. Kebanyakan orang yang terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang menderita sakit atau sama sekali tidak sakit, akan tetapi hanya pada beberapa orang perjalanan sakit dapat berlangsung dan berkembang menjadi AIDS yang full-blown.

D.      Pathogenesis
Limfosit CD4 merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekuk permukaan CD4. Limfodit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hiangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respons imun yang


375px-hiv-timecourse-id.png

progresif.


Text Box: Gambar 1.4 Perjalanan waktu infeksi HIV

Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada model infeksi akut Simian Immunodeficiency Virus (STV). STV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada mukosa vagina. Virus dibawa oleh antigen – presenting cells ke kelenjar getah bening regional. Pada model ini, virus dideteksi pada kelenjar getah kuning maka dalam 5 hari setelah inokulasi. Sel individual di kelenjar getah bening berhubungan dengan puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang menekspresikan virus dijaringan limfoid kemudian menurun secara cepat dan dihubungkan sementara dengan pembentukan respons imun spesifik. Koinsiden dengan menghilangkan viremia adakah peningkatan sel limfosit CD8+ menyebabkan control optimal terhadap replikasi HTV. Replikasi HIV berapa pada keadaan “ready-state” beberapa bulan setelah infeksi. Kondisi ini bertahan relative stabil selama beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi. Factor yang mempengaruhi tingkat replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga pejalanan kekebalan tubuh pejamu adalah heterogenitas kapasitas repika virus dan heterogenitas intrinsic pejamu.
Antibody muncul di sirkulas dalam beberapa minggu setelah infeksi, namun secara umum dapat dideteksi pertama setelah replikasi virus telah menurun sampai ke level “steady state”. Walaupun antibody ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat infeksi virus, namun ternyata dapat mematikan virus. Virus dapat menghindar dari netralisasi oleh antibody dengan melakukan adaptasi pada amplopnya, termasuk kemampuannya mengubah situs glikosilasinya, akibatnya konfigurasi 3 dimensinya berubah sehingga netralisasi yang diperantai antibody tidak dapat terjadi.
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengoordinasikan sejumlah fungsi imunlogis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respons imun yang progresif.
Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada model infeksi akut Simian Immunodeficiency Virus (STV). STV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada mukosa vagina. Virus dibawa olrh antigen presenting cells ke kelenjar getah bening regional. Pada model ini, virus dideteksi pada kelenjar getah bening maka dalam 5 hari setelah inokulasi. Sel individual di kelenjar getah bening berhubungan dengan puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang menekspresikan virus di jaringan limfoid kemudian menurun secara cepat dan dihubungkan sementara dengan pembentukan respons imun spesifik. Konsoiden dengan menghilangnya viremia adalah peningkatan sel limfosit CD8+ menyebabkan control optimal terhadap replikasi HTV. Replikasi HIV berada pada keadaaan “steady-state” beberapa bulan setelah infeksi. Kondisi ini bertahan relative stabil selama beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi. Factor yang mempengaruhi tingkat replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan kekebalan tubuh pejamu adalah heterogenitas kapasitas replikatif virus dan heterogenitas intrinsic pejamu.
Antibody muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi namun secara umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai ke level “steady-state”. Walaupun antibodu ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat melawan infeksi virus, namun tenyata tidak dapat mematikan virus. Virus dapat menghindar dari netralisasi oleh antibody dengan melakukan adaptasi pada amplopnya, termasuk kemampuannya mengubah situs glikosilasinya, akibatnya konfigurasi 3 dimensi berubaj sehingga netralisasi yang diperantarai antibody tidak dapat terjadi.
Setelah infeksi, terdapat periode waktu yang disebut fase eklips (7-10 hari), selama waktu itu komplemen virus tidak mudah dideteksi. Studi telah menunjukkan bahwa sebuah virus dapat memulai infeksi da bahwa infeksi yang telah terjadi dapat muncul dari sebuah focus pada sel T CD4+ mukosa yang terinfeksi. Setelah fase eklips, sel yang terinfeksi virus berseta virus bebas sampai di kelenjar getah bening. Pada kelenjar getah bening, terjadi interaksi sel sel imun, sel T CD4+ yang telah terinfeksi virus atau dengan sel penyaji antigen seperti sel dendritik, yang telah mengambil dan menginternalisasi virus. Sel B juga dapat berpartisipasi dalam interaksi interaksi ini. Setelah masuk ke dalam system limfoid, virus dengan cepat dapat menyebar keseluruh tubuh melalui jaringan limfoid.
Tingkat infeksi sel T CD4+ bergantung pada jumlah sel sel ini didalam suaru area limfoid: misalnya, pada jaringan limfoid terkait usus, yang kaya sel-sel CD4+, 80% sel sel ini dapat dihabisi dalam 20 hari pertama infeksi HIV. Dan meskipun pada tingkat viremia tertinggi, jumlah sel T CD4+ rendah, jumlahnya kemudian kembali ke tingkat normal. Sayangnya, virus yang meloloskan diri dari system imun menciptakan wadah seluler virus di banyak sel berbeda, tidak hanya pada sel T CD4+, melainkan juga pada monosit makrofag, sel dendritikm dan sel otak mikrogliam yang juga merupakan CD4+.
Virus dapat tetap dorman di wadah ini dalam periode waktu yang lama, seingga lolos dari deteksi imun. Hal ini pada akhirnya akan menciptakan situasi ketika virus dapat menyebabkan infeksi persisten yang pada akhirnya mendeplesi sel sel yang terindeksi virus. Penyebab deplesi tersebut beragam; sel sel yang terinfeksi dieleminasi oleh sel T sitotoksik yang dirancang untuk mengelminasi setiap sel yang terinfeksi oleh virus. Proses penonjolan virus juga dapat menghancurkan sebuah sel, dan apoptosis yang diinduksi oleh virus turut menyebabkan deplesi selm sehingga ketika deplesi meluas, sel yang terdeplesi tidak dapat digantikan dengan cukup cepat.
Meskipun beragam sel CD4+ terkena oleh onfeksi, sel yang paing banyak terkena adalah limfosit T helper; deplesi sel T helper pada akhirnya  menciptakan defisiensi imun berat yang khas yang terkait dengan infeksi HIV. Peran sel T helper dalam respons imun, baik humoral maupun yang di perantarai oleh sel, sangat penting, dan deplesi populasi sel ini mempengaruhi kedua cabang system imun. Produlsi antibody terhadap banyak antigen menjadi terganggu karena tidak adanya bantuan sel T dalam mengirimkan sinyal ke sel B; imunitas yang diperantarai oleh sel juga terganggu oleh kurangnya sel T helper dan sitokin yang di sekresikannya dalam mengarahkan respons imun. Deplesi sel T helper menciptakan tentara imun yang kekurangan semua petugas yang memerintah dan yang berpengalaman, membuat tentara imun beberapa dalam kekacauan.

E.        Patofisiologi
Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup dia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hamper semua orang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan system kekebalan tubuh yang juga bertahap.
hiv-public-domain.pngInfeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula yang perjalanannya lambat (non progressor)

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunitik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberculosis, infeksi jamur, dan herpes. Tanpa pengobatan ARV, walaupun sekama beberapa tahun tidak menunjukkan gejala, secara bertahap system kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan memburuk, dan akhirnya pasien menunjukkan gejala klinik yang makin berat, pasien masuk tahap AIDS. Jadi disebut laten secara klinik (tanpa gejala), sebetulnya bukan laten bila ditinjau dari sudut penyakit HIV. Manifestasi dari awal dari kerusakan system kekebalan tubuh adalah kerusakan mikro arsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di jaringan limfoid, yang dapat dilihat dengan pemeriksaan hibridisasi in situ. Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan diperedaran darah tepi.
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih terasa sehat, klinis tidak menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Replikasi yang cepat in disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bias mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 10 sel setiap hari.
Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkotika. Lebih dari 80% pengguna narkotika terinfeksi virus Hepatitis C. infeksi pada katup jantung juga adalah penyakit yang dijumpai pada odha pengguna narkotika an biasanya tidak ditemukan pada odha yang tertular dengan cara lain. Lamanya penggunaan jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia dan tuberculosis. Makin lama seseorang menggunakan narkotika suntikan, makin mudah ia terkena pneumonia dan tuberculosis. Infeksi secara bersamaan ini akan menimbulkan efek yang buruk.
Infeksi oleh kuman penyakit lain akan menyebabkan virus HIV membelah dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat pesat. Selain itu juga dapat menyebabkan reaktivasi virus didalam Limvosit T. akibatnya perjalanan penyakit biasanya lebih progresif. Perjalanan penyakit HIV yang lebih progresif pada pengguna narkotika ini juga tercermin dari hasil penelitian di RS dr Cipto Mangunkusumo pada 57 pasien HIV asimptomatik yang berasal dari pengguna narkotika dengan kadar CD4 lebih dari 200 sel/mm3. Ternyat 56,24% mempunyai jumlah virus dalam darah (virus load) yang melebihi 55.000 kopi/ml, artinya penyakit infeksi HIV nya progresif, walaupun kadar CD4 relatif masih cukup baik.
      
1.         Mekanisme Sistem Imun Normal
          System imun melindungi tubuh dengan cara mengenali bakteri atau virus yang msuk ke dalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya, ketika system imun melemah atau rusak oleh virus seperti virus HIV, tubuh akan lebih mudah terkena infeksi oportunistik. System imun terdiri atas organ dan jaringan limfoid, termasuk di dalamnya sumsum tulang, timus, nodus limfa, tonsil, adenoid, apendiks, darah.
a.    Sel B. fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antibody humoral. Masing masing sel B mampu mengenali antigen spesifik dan mempunyai kemampuan untuk menyekresi antibodu spesifik. Antibody bekerja dengan cara membungkus antigen, membuat antigen lebih mudah untuk difagositosis (proses penelanan dan pencernaan antigen oleh leukosit dan makrofag) atau dengan membungkus antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan dengan respons inflamasi).
b.    Limfosit T. Limfosit T aatau sel T mempunyai 2 fungsi utama, yaitu regulasi system imun dan membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus. Masing masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4+, CD8+, dn CD3+ yang membedakannya dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu mengaktifasi sel B, sel killer, dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD8+ membunuh sel yang terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti kanker
c.    Fagosit
d.   Komplemen

F.        Siklus Hidup HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup yang sangat pendek atau singkat. Hal ini berarti HIV secara terus menerus menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 miliar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrit pada membrane mukosa dan kulit selama 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah paparan, ketika replikasi virus menjadi semakin cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu:
1.         Masuk dan Mengikat
2.         Reverse transkripstase
3.         Replikasi
4.         Budding
5.        


Gambar terkait

Maturasi


Gambar 1.6 Siklus hidup HIV
 
 


G.       Tipe HIV
Ada dua tipe HIV yang menyebabkan AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena replikasi lebih cepat. Berbagai macam subtype dari HIV-1 telah ditemukan dalam daerah geografis yang spesifik dan kelompok spesifik resiko tinggi. Individu dapat terinfeksi oleh subtype yang berbeda. Berikut adalah subtype HIV-1 dan distribusi geografisnya:
1.         Subtype A     : Afrika Tengah
2.         Subtype B     : Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Thailand
3.         Subtype C     : Brazil, India, Afrika Selatan
4.         Subtype D     : Afrika Tengah
5.         Subtype E     : Thailand, Afrika Tengah
6.         Subtype F     : Brazil, Rumania, Zaire
7.         Subtype G     : Zaire, Gabon, Thailand
8.         Subtype H     : Zaire, Gabon
9.         Subtype O     : Kamerun, Gabon.

Subtype C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dar seua infeksi HIV baru di seluruh dunia.

H.       Cara Penularan HIVAIDS
Virus HIV menular melalui 6 cara penularan, yaitu:
1.         Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS. Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan dapat menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau mulut ke aliran darah (PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga dapat terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang dapat menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000)
2.         Ibu pada janinnya. Penularan HIB dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01%-0,7%. Jika ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20-35%, sedangkan jika gejala AIDS sudah jelas pada ibu, kemungkinan mencapai 505 (PELKESI, 1995). Penukaran juga terjadi selama proses persalinan melalui transfuse fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan (Lily V., 2004).
3.         Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS. Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar keseluruh tubuh.
4.         Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril. Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum, tenakulum, dan alat alat lain yang darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bias menularkan HIV (PELKESI, 1995)
5.         Alat alat untuk menorah kulit. Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya dapat menularkan HIV karena alat tersebut mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.
6.         Menggunakan jarum suntuk secara bergantian. Jarum suntik yang digunakan di asilitas kesehatan maupun yang digunakan oleh pengguna narkoba (injecting drug user, IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntuk, para pemakai IDU umumnya secara bersama sama juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan. HIV tidak menulai melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, toilet yang dipakai secara bersama sama, berpelukan di pipi, berjabat tangan, hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan social lainnya.

I.          Gejala dan Karakteristik Klinis
Gejala awal infeksi HIV bervariasu dari satu individu ke individu yang lain. Beberapa orang tidak mengalami gejala apapun ketika mereka pertama kali terinfeksi oleh HIV. Namun, yang lebih umum, gejala seperti flu termasuk sakit kepala, mual, nyeri tenggorok, demam, diare, dan pembesaran kelenjar getah bening muncul. Penyakit ini disebut sindrom HIV akut, dapat disalahartikan dengan infeksi virus sederhana lain dan biasnya berlangsung dari 1 minggu hingga 1 bulan. Pada stadium ini, viremia sangat tinggi. Ketika virus menyebar melalui system limfatik; terjadi juga penurunan jumlah sel T CD4+ secara cepat.
Respons imun pejamu terhadap virus secara drastic menurunkan jumah virus tersebut, dan individu yang terkena memasuki stadium latensi klinis. Sayangnya, virus tidak seluruhnya di eleminasi dan virus masih ada, meskipun dalam jumlah yang lebih rendah, di plasma dan jaringan limfoid. Selama periode ini, pasien dapat tidak bergejala, dan jumlah sel T CD4+ kembali mendekati nilai normal; namun, transmisi virus dari satu orang ke orang lain masih terjadi selama false latensi klinis, dan virus masih aktif menginfeksi sel pejamu. Fase latensi klinis dapat berlangsung selama beberapa tahun setelah infeksi awal; selama periode ini, beberapa orang masih tetap tak bergejala, sementara orang lainnya dapat mengalami infeksi rinfan atau gejala kronis ringan. Pada akhirnya, ketika virus terus bermultiplikasi dan menghancurkan sel imun, seperto pada bentuk defisiensi imun yang lain, terjai infeksi oportunistik, dan individu penderitanya dapat mengalami kondisi yang didefinisikan sebagai AIDS. Kandidiasis oral (sariawan) adalah infeksi oportunistik yang biasa terjadi pada pasien AIDS.
Ketika pasien mengalami perkembangandari infeksi HIV menjadi gelaja klinis yang mendefinisikan AIDS, viremia juga meningkat secara drastic; kejadian bentuk kanker tertentu seperti sarcoma Kaposi, dan limfoma juga meningkat. Sistem imun bukan satu satunya system yang diserang oleh HIV; virus HIV juga dapat menginfeksi system saraf, terutama otak. Misalnya, ensefalopati metabolic yang disebut dimensia kompleks AIDS dapat diindukasi oleh infeksi HIV pada miroglia otak dan makrofag. Kondisi ini bermanifestasi setelah beberapa tahun psien terinfeksi HIV dan dicirikan oleh berbagai gangguan neurologis termasuk gangguan fungsi motorik, abnormalitas kognitif, perubahan perilaku, lupa, kelelahan, kebingungan, disorientasi, dan pada akhirnya, dimensia, kelemahan ekstremitas bawah dan kehilangan control pergerakan tubuh total.
Gejala dini yang sering di jumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupaii flu biasa. Sebelumnya tes serologi positif, gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, keringat malam, diare kronis, kelelahan, limfadenopati. Beberapa alhi klinik telah membagi beberapa fase infeksi HIV, yaitu:
1.         Infeksi HIV stadium pertama. Pada fase pertama terjadi pembentukan antibody dan memungkinkan juga terjadi gejala yang mirip influenza atau terjadi pembekalan kelenjar getah bening.
2.         Persisten generalized limphadenopati. Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, dan keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di mulut.
3.         AIDS relative complex (ARC). Virus sudah menimbulkan kemunduran pada system kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Di sini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.
4.         Full blown AIDS. Pada fase ini system kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu waktu. Sering terjadi radang paru pneumonistik, dan gangguan pada system saraf pusat sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.

J.          Komplikasi
1.         Lesi Oral
Lesi oral terjadi karena kandidia, herpes simpleks, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, heridonitis human immunodeficiency virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan, dan cacat.
2.         Neurologic
a.         Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung human immunodeficiency virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
b.         Ensefalopati akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ensefalitis. Dengan efek sakit kepala, malaise, demam, paralise total/parsial.
c.         Infark serebral kornea sifilis meningovaskular, hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
d.        Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV.
3.         Gastrointestinal
a.         Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b.         Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.
c.         Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal gatal serta diare.
4.         Repirasi
Infeksi karena pneumokistik Carinii, sitomegalovirus, virus influenza, pneumokokus, dan strongiloides dengan efek napas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan dan gagal nafas.
5.         Dermatologic
Lesi kulit stafilokokus, virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder, dan sepsis.
6.         Sensorik
Pada penglihatan, sarcoma Kaposi pada kongjugativa berefek kebutaan. Pada pendengaran, terjadi otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.



K.       Pemeriksaan Penunjang
1.         Konfirmsi diagnosis dilakukan dengan uji antibody terhadapa antigen virus structural. Hasil positif palsu dan negative palsu jarang terjadi
2.         Untuk penularan vertical (antibody HIV positif) dan serokonversi (antibody HIV negative), serologi tidak berguna dan RNA HIV harus diperiksa. Diagnosis berdasarkan pada amflikasi asam nukleat.
3.         Untuk memantau progresi penyakit, viral load (VL) dan hitung DC4 diperiksa secara teratur (setiap 8-12 minggu). Pemeriksaan VL sebelum pengobatan menentikan kecepatan penurunan CD4, dan pemeriksaan pasca pengobatan (didefinisikan sebagai VL <50 cd4="" dan="" kemungkinan="" komplikasi="" kopi="" menentukan="" menghitung="" ml="">200 sel/mm3 menggambarkan resiko yang terbatas. Adapun pemeriksaan penunjang dasar yang diindkasikan oleh sebagai berikut.
Semua pasien                                    CD4 <200 mm="" sel="" sup="">3
Antigen permukaan HBV*               Rontgen toraks
Antibody ini HBV+                          RNA HCV
Antibodi HCV                                  Antigen kriptokokus
Antibody IgG HAV                         OCP tinja
Antibody toksoplasma
Antibody IgG sitomegalovirus         CD4 <100 mm="" sel="" sup="">3
Serologi treponema                           PCR sitomegalovirus
Rontgen toraks                                 Funduskopi dilatasi
Skrining GUM                                  EKG
Sitologi serviks (wanita)                   kultur darah mikrobakterium
Keterangan: HAV, hepatitis A; HBV, hepatitis B; HCV, hepatitis C; *Antigen/antibody e HBV dan DNA HBV jika positif; *Antibodi permukaan HBV jika negative dan riwayat imuniasi.
Jika terdapat kontak/riwayat tuberculosis sebelumnya, pengguna obat suntik dan pasien dari daerah endemic tuberculosis.
4.         ELISA (encyme-linked immunosorbent assay) adalah metode ang digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan sensitifitasnya tinggi, yaitu sebesar 98,1 -100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
5.         Western blot adalah metode yang digunakan untuk menegakkan diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang tinggi, yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaanya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
6.         PCR (polumerase chain reaction) digunakan untuk:
a.         Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih dapat menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yang menderita HIV akan membentuk zat ekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekebalan itu lah yang diturunkan kepada bayi melalui plasenta yang akan mengaburkan hasil pemeriksaan, seolah olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. (Catatan: HIV seing merupakan deteksi dari zat anti HIV bukan HIVnya sendiri).
b.         Menetapkn status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi
c.         Tes pada kelompok beresiko tinggi sebelum terjadi serokonversi
d.        Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitifitas rendah untuk HIV-2
7.         Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok beresiko, dilaksanakan 2 kali pengujian dengan reagen yang berbeda.
8.         Pemeriksaan dengan rapid test (dipstick).

L.        Tata Laksana HIV
Belum ada penyembuhan untuk AIDS. Jadi perlu dilakukan pencegahan human immunodeficiency virus (HIV) untuk mencegah terpajannya, dapat dilakukan dengan:
1.         Melakukan abstinesnsi seks atau melakukan hubungan kelamin dengan pasangn yang tidak terinfeksi
2.         Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi
3.         Menggunakan pelindung jika berhubungan denan orang yang tidak jelas status HIV-nya
4.         Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato, dan sebagainya.
5.         Mencegah infeksi ke janin/bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi HIV maka pengendaliannya, yatu:
1.         Pengendalian infeksi oportunistik, bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan memulihkan infeksi oportunistik, noscokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi  bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien d lingkungan perawatan kritis.
2.         Terapi AZT (azidotimidin), disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadapAIDS. Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat enzim pembalik transcriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya ≥3. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien HIV posititd asimtomatik dan sel T4>500.
3.         Terapi antiviral baru. Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus/memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat obat ini adalah:
a.         Didanosine
b.         Ribavirin
c.         Diedoxyxytidine
d.        Recombinant C4 dapat larut
4.         Vaksin dan rekonstruksi virus. Upaya rekostruksi imun dan vaksin dengan agens tersebut seperti interferon.
5.         Penyuluhan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan makanan sehat, menghindari stress, gizi yang kurang, alcohol, dan obat obatan yang mengganggu fungsi imun.
6.         Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat replikasi HIV

BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat penulis simpulkan mengenai makalah ini adalah:
1.    HIV (Human ImmunoDevesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acguired ImmunoDeviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala menurunnya gejala kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit dari luar.
2.    Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas,  penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
3.    Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab  penyakit AIDS yang ada hanyalah pencegahannya saja.
















DAFTAR PUSTAKA

United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) and World Health Organizations (WHO). AIDS Epidemic Update. 2009. Diakses pada 2012
Olson. Rittenhouse. Kate., Nardin. De. Ernesto., 2014. Imunologi dan Serologi Klinis Modern untuk Kedokteran dan Analis Kesehatan  (MTL/CLT). Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Irianto Koes. 2014. Bakteriologi Medis, Mikologi Medias, dan Virologi Medis (Medical Bacteriology, Medical Micology, and Medical Virology). Bandung. Penerbit Alfabeta.
Jean Pierre Attain. 1988. Laboratory Diagnosis of HIV Infections, First Asia-Pasific Congress of Medical Virology, Singapore.
Kuswiyanto. 2015. Buku Ajar Virology untuk Analis Kesehatan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nurachmah. Elly. Mustikasari., 2009. Factor Pencegahan HIV/AIDS Akibat Perilaku Bersiko Tertular pada Siswa SLTP

3 comments:

  1. Terimakasih kak Artikel  HIV Aids nya sangat membantu dan mudah dipahami

    Aids adalah sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh menurunya system kekebalan tubuh manusia karena terinfeksi HIV

    ReplyDelete
  2. Terimakasih kak artikelnya, kunjungi: Sebanyak 97 Persen BPJS Kesehatan Paser Cover Warganya

    ReplyDelete