BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh yang memiliki peran penting dalam metabolisme sel tubuh. Pada penyakit hati oleh penyebab tertentu, kelainanan yang terjadi dapat berupa kelainan fungsi metabolisme (fungsi sintesis dan fungsi penyimpanan), kelainan fungsi pertahanan tubuh (fungsi penawar racun dan fungsi ekskresi), atau kerusakan sel hati. Diagnosis penyakit hati dengan dengan menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium pada dasarnya adalah untuk mendapatkan informasi mengenai fungsi, keutuhan sel, dan etiologi penyakit hati, dengan cara menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium. Penafsiran hasil pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis penyakit hati tidak dapat menggunakan satu jenis hasil pemeriksaan laboratorium saja, tetapi menggunakan gabungan beberapa hasil pemeriksaan. Hal itu disebabkan oleh sifat hasil pemeriksaan laboratorium pada penyakit hati yang tidak spesifik dan sensitif. Bersifat tidak spesifik karena hasil pemeriksaan fungsi hati dan keutuhan sel hati dipengaruhi oleh kelainan diluar hati (factor ekstrahepatik). Bersifat tidak sensitive karena daya cadang fungsi hati sangat besar dan daya regenerasi sel hati sangat cepat sehingga pada kelaianan hati yang ringan, baik kerusakan awal sel hati maupun kerusakan jaringan hati yang belum luas (<60%), menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium masih normal. (Giantini Astuti, 2012)
Perkembangan hati mulai tampak pada embrio berukuran 2,5 mm, yaitu kira-kira pada minggu ketiga sampai keempat, sebagai pertumbuhan endoterm bagian ventral foregut, kranial dari yolk sac dan kaudal dari jantung, dekat bertumbuhnya duodenum. Pertumbuhan ini disebut diverticulum hati atau rudiment hati. Bagian kranial pertumbuhan itu berkembang menjadi gencel hepatosit dan kemudian saluran empedu intrahepatic. Sedangkan bagian kaudal berkembang menjadi kandung empedu dan saluran empedu ekstrahepatik. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Sinusoid, pembuluh darah, simpati hati (kapsula glisson) dan jaringan ikat segitiga Kiernan (portal) dibuat oleh jaringan mesoderm septum transversum. Vena vitelinus yang melapisi bagian luar septum transversum akan membentuk sinusoid. Tetapi penyelidikan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sel hati dapat juga dibentuk oleh mesoderm, sehingga hati berasal dari endoterm dan mesoderm. Demikian pula kanal empedu, seperti sel hati, dibentuk oleh mesoderm. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Hati terletak di perut kanan atas, di bawah diafragma kanan, di bagian bawah rongga toraks, dilapisi kapsula glisson, yang kemudian bersatu dengan jaringan ikat daerah portal. Hati normal perabaannya kenyal dan permukaan nya halus dan mengkilat, berwarna tengguli. Hati normal biasanya tidak teraba dari luar. Hati hanya teraba pada tepi bawah iga kanan, terutama pada saat inspirasi. Hati terdiri atas lobus kanan (3/5 bagian), Lobus kiri (3/10 bagian), lobus-lobus kuadratus dan lobus kaudatus (1/10 bagian). Pembagian yang lebih kecil dengan aliran darah, limfe, dan bilier tersendiri, maka hati dapat dibagi menjadi 8 (atau 9 bila lobus kaudatus dihitung) segmen, yang bermakna bagi penentuan tindakan bedah. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Hati menerima darah dari arteri hepatica dan vena porta. Vena porta mendarahi 50-60% aliran tersebut. Venul porta dan arteriol hepatica dari daerah portal mengirimkan cabang terminal/pembuluh aksial ke asinus simpleks tersebut. Maka bersatu untuk memencarkan aliran darahnya menuju beberapa venul sentralis hepatica. Asinus simpleks terletak diantara dua vena sentralis, kearah tempat darah tersebut dialirkan. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh, yang terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen sebelah kanan di bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi iga-iga. Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma; permukaan bawah tidak rata dan meperlihatkan lekukan, fisura transversus. Permukaannya dilintasi berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar hati. Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah, sedangkan ligamen falsiformis melakukan hal yang sama di permukaan atas hati. Selanjutnya hati dibagi-bagi dalam 4 belahan (kanan, kiri, kaudata, dan kuadrata). Dan setiap belahan atau lobus terdiri atas lobulus. Lobulus ini berbentuk polyhedral (segi banyak) dan terdiri atas sel hati berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan hati. Hati mempunyai 2 jenis persediaan darah, yaitu yang datang melalui arteri hepatica dan yang melalui vena porta. (Pearce. E.C, 2011)
Pembuluh darah pada hati
Menurut Pearce. E.C (2011) pembuluh darah pada hati di bagi dalam beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
Arteri hepatika, yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima darahnya kepada hati; darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95 sampai 100 persen.
Vena porta, yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, menghantarkan empat perlima darahnya ke hati; darah ini mepunyai kejenuhan oksigen hanya 70 persen sebab beberapa O2 telah diambil limpa dan usus. Darah vena porta ini membawa kepada hati. Zat makanan yang telah diabsorpsi mukosa usus halus.
Vena hepatika, mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam vena hepatika tidak terdapat katup.
Saluran empedu, terbentuk dari penyatuan kapiler-kapiler empedu yang mengumpulkan empedu dari sel hati. Maka terdapat empat pembuluh darah utama yang menjelajahi seluruh hati, dua yang masuk, yaitu arteri hepatika dan vena porta, dan dua yang keluar, yaitu vena hepatika dan saluran empedu.
Sel hati adalah sel yang polyhedral dan berinti. Protoplasma sel berisi sejumlah besar enzim. Massa sel ini membentuk lobula hepatica yang berbentuk heksagonal kasar, kira-kira berdiameter satu millimeter dan satu dari yang lain terpisah oleh jaringan ikat yang memuat cabang-cabang pembuluh darah yang menjelajahi hati. Cabang vena porta, arteri hepatica, dan saluran empedu dibungkus bersama oleh sebuah balutan dari jaringan ikat, yang disebut kapsul Glisson dan yang membentuk saluran porta. Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati, dan setiap lobula dijelajahi sebuah gejala sinusoid darah atau kapiler hepatika. (Pearce. E.C, 2011)
Pembuluh darah halus berjalan di antara lobula hati dan disebut vena interlobular. Pembuluh-pembuluh darah ini menuangkan isinya ke dalalm vena lain yang disebut vena sublobuler. Vena-vena sublobuler ini bergabung dan akhirnya membentuk beberapa vena hepatika yang berjalan langsung masuk ke dalam vena kava inferior. Empedu dibentuk di dalam sela-sela kecil di dalam sel hepar, dan dikeluarkan melalui kapiler empedu yang halus atau kanalikuli empedu, yaitu saluran halus yang dimulai di antara sel hati, dan terletak antara dua sel. Tetapi kanalikuli itu terpisah dari kapiler darah sehingga darah dan empedu tidak pernah tercampur. Kemudian kapiler empedu berjalan ke pinggiran lobula, dan menuangkan isinya ke dalam saluran interlobular empedu dan saluran-saluran ini bergabung membentuk saluran hepatika. Saluran empedu sebagian besar dilapisi epitelium silinder dan mempunyai dinding luar yang terdiri atas jaringan fibrus dan otot. Dengan cara berkontraksi, dinding berotot pada saluran ini mengeluarkan empedu dari hati. (Pearce. E.C, 2011)
AST dalah enzim yang terdapat dalam sel jangtung, hati, otot skeletal, ginjal, otak, pancreas, limpa dan paru. Enzim ini akan dikeluarkan ke sirkulasi apabila terjadi kerusakan atau kematian sel. Tingginya kadar enzim ini berhubungan langsung dengan jumlah kerusakan sel. Kerusakan sel akan diikuti dengan peningkatan kadar AST dalam 12 jam dan tetap meningkat selama 5 hari. (Pearce. E.C, 2011)
Tujuan
Untuk mengetahui kadar SGOT dalam darah seseorang.
Manfaat
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara pemeriksaan SGOT (AST) dengan metode Rekomendasi IFCC.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
Hati adalah organ penting, dan kelenjar terbesar pada tubuh manusia. Hati memiliki berat sekitar 1,5 kg atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hati terletak dalam rongga perut dibawah diafragma. Hati penting dalam tubuh karena memiliki beberapa fungsi yaitu pengolahan metabolik, detoksifikasi zat sisa, sintesis protein plasma, tempat penyimpanan, pengaktifan vitamin D, pengeluaran bakteri dan sel darah merah, ekskresi kolesterol, dan penghasil empedu. Pada biokimiawi hati peningkatan Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT), dan Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase prevalensinya meningkat menjadi 62,84% dan selanjutnya menjadi 75,1% dari 2005-2008. (Aldrin, 2015)
SGOT (Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase) adalah enzim transaminase sering juga disebut AST (Aspartat Amino Transferase) katalisator perubahan dari asam amino menjadi asam alfa ketoglutarat. Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama dan hati dan jantung. Pelepasan enzim yang tinggi ke dalam serum menunjukkan adanya kerusakan utama pada jaringan jantung dan hati. Pada penderita infark jantung, SGOT akan meningkat setelah 12 jam dan mencapai puncak setelah 24-36 jam kemudian, dan akan kembali normal pada hari ke tiga sampai hari ke lima. (Sutedjo, AY. SKM, 2008)
Enzim-enzim yang mengatalisis pemindahan reversible satu gugus amino antara suatu asam amino dan suatu asam alfa-keto disebut aminotransferase, atau transaminase oleh tata nama lama yang masih popular. Dua aminotransferase yang paling sering diukur adalah alanine aminotransferase (ALT), yang dahulu disebut “glutamate-piruvat transaminase” (GPT), dan aspartate aminotransferase (AST), yang dahulu disebut “glutamate-oxaloacetate transaminase” (GOT). Baik ALT maupun AST memerlukan piridoksal fosfat (Vitamin B6) sebagai kofaktor. Zat ini sering ditambahkan ke reagen pemeriksaan untuk meningkatkan pengukuran enzim-enzim ini seandainya terjadi defisiensi Vitamin B6 (misal, hemodialysis, malnutrisi). (Reza A, Banundari Rachmawati, 2017)
Aminotransferase tersebar luas di tubuh, tetapi terutama banyak dijumpai di hati, karena peran penting organ ini dalam sintesis protein dan dalam menyalurkan asam-asam amino ke jalur-jalur biokimiawi lain. Hepatosit pada dasarnyaa adalah satu-satunya sel dengan konsentrasi ALT yang tinggi, sedangkan ginjal, jantung, dan otot rangka mengandung kadar sedang. ALT dalam jumlah yang lebih sedikit dijumpai di pancreas, paru, lima, dan eritrosit. Dengan demikian, ALT serum memiliki spesifitas yang relative tinggi untuk kerusakan hati. Sejumlah besar AST terdapat di hati, miokardium, dan otot rangka; eritrosit juga memiliki AST dalam jumlah sedang. Hepatosit mengandung AST tiga sampai empat kali lebih banyak daripada ALT. Aminotransferase merupakan indikator yang baik untuk kerusakan hati apabila keduanya meningkat. Cedera akut pada hati, seperti karena hepatitis, dapat menyebabkan peningkatan baik AST maupun ALT menjadi ribuan IU/Liter. Pengukuran aminotransferase setiap minggu mungkin sangat bermanfaat untuk memantau perkembangan dan pemulihan hepatitis atau cedera hati lain. (Reza A, Banundari Rachmawati, 2017)
Gamma glutamil transferase (GGT) dalam sebuah enzim berguna untuk mentransfer kelompok gamma-glutamil dari peptida dan senyawa lain untuk dijadikan suatu akseptor. Hal ini ditemukan dalam semua sel tubuh kecuali miosit dengan konsentrasi sangat tinggi dan ditemukan juga di dalam sel-sel sistem hepatobiliary dan ginjal. Tingkat yang tinggi juga ditemukan di prostat, yang mungkin bertanggung jawab untuk kadar yang lebih tinggi dalam serum laki-laki daripada perempuan. GGT dibersihkan dari sirkulasi oleh serapan hati dan memiliki waktu paruh dalam plasma sekitar 4 hari. Tingkat GGT serum biasanya meningkat pada pasien dengan hepatitis akut. (Cahyono, 2009)
Definisi Globulin adalah kelompok protein yang digunakan untuk produksi antibodi. Protein dibuat dari asam amino dan menjadi bagian penting dari semua sel dan jaringan. Ada berbagai macam protein dalam tubuh dengan fungsi yang berbeda. Contoh protein adalah enzim-enzim, beberapa hormone, hemoglobin (transportasi oksigen), LDL (transportasi kolesterol), fibrinogen (pembekuan darah), kolagen (struktur tulang dan tulang rawan), dan imunoglobulin (antibodi). Globulin adalah protein utama yang ditemukan dalam plasma darah, yang berfungsi sebagai pembawa hormone steroid dan lipid, dan fibrinogen; yang diperlukan untuk pembekuan darah. Ada beberapa jenis globulin dengan berbagai fungsi dan dapat dibagi menjadi empat fraksi yaitu; globulin alpha-1, globulin alpha-2, globulin beta, dan globulin gamma. Keempat fraksi dapat diperoleh secara terpisah melalui proses elektroforesis protein. Tingkat globulin dapat meningkat karena infeksi kronis, penyakit hati, sindrom karsinoid, dll, tetapi juga mungkin akan menurun karena nephrosis, anemia hemolitik akut, disfungsi hati dll. (Cahyono, 2009)
Gamma-glutamil transferase (gamma-glutamyl transferase, GGT) adalah enzim yang ditemukan terutama di hati dan ginjal, sementara dalam jumlah yang rendah ditemukan dalam limpa, kelenjar prostat dan otot jantung. Gamma-GT merupakan uji yang sensitive untuk mendeteksi beragam jenis penyakit parenkim hati. Kebanyakan dari penyakit hepatoseluler dan hepatobiliar meningkat GGT dalam serum. Kadarnya dalam serum akan meningkat lebih awal dan tetap akan meningkat selama kerusakan sel tetap berlangsung. (Cahyono, 2009)
Apabila kadar enzim ini meningkat berarti ada peningkatan jumlah sel yang mati atau rusak atau ada poliferasi sel (penambahan sel dalam jumlah banyak). Beberapa sel tertentu mengandung enzim plasma dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sel lainnya. Sebagai contoh, SGOT terdapat banyak dalam sel jantung, sel hati, otot rangka, ginjal dan butir darah merah. Apabila ada kenaikan kadar SGOT didalam darah dokter akan menduga ada peningkatan kerusakan sel dalam organ tadi. (Djojodibroto, 2001)
Dibawah ini merupakan penyebab-penyebab SGOT meningkat menurut Djojodibroto (2001)
SGOT dalam darah meninggi bila ada:
1. Bila ada hemolisis
2. Pada bayi baru lahir
3. Kenaikkan 10 – 100 kali lipat dari normal bila:
4. Infrak otot jantung
5. Hepatitis karena virus
6. Nekrosis sel hati karena keracunan
7. Sirkulasi darah terganggu sehingga terjadi shok atau hipoksemia
Kenaikan moderat bila :
1. Sirosis (sampai 2 kali lipat normal)
2. Sakit kuning karena penyumbatan saluran empedu
3. Keganasan dihati (liver)
4. Penyakit otot rangka
5. Setelah trauma fisik
6. Setelah operasi (terutama operasi jantung)
7. Butir darah merah hemolisis. (Djojodibroto, 2001)
SGOT merupakan suatu enzim dalam tubuh yang segera terdeteksi dalam sirkulasi perifer apabila terjadi trauma atau nekrosis pada suatu jaringan. Kadar SGOT pada pemeriksaan laboratoris dapat digunakan untuk menilai seberapa luas kerusakan hati namun SGOT juga banyak ditemukan pada jaringan selain hati seperti jantung. Perubahan kadar SGOT pada umumnya sering dikaitkan dengan penyakit hati namun tidak menutup kemungkinan perubahan SGOT juga terjadi akibat penyakit jantung. (Lely, dkk, 2016)
Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) merupakan salah satu enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati. Enzim ini ditemukan dalam konsentrasi sedang pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Saat terjadi cedera terutama pada sel-sel hati dan otot jantung, enzim ini akan dilepaskan ke dalam darah. Fungsi utama enzim ini sebagai biomarker/penanda adanya gangguan pada hati dan jantung.9 Pada perokok aktif, dapat terjadi peningkatan kadar serum SGOT dalam darah. (Vania dkk, 2016)
Enzim Transaminase atau disebut juga enzim aminotransferase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi transaminasi. Terdapat dua jenis enzim serum transminase yaitu serum glutamate oksaloasetat transaminase dan serum glutamate piruvat transminase (SGPT). Pemeriksaan SGOT adalah indikator yang lebih sensitive terhadap kerusakan hati dibanding SGPT. Hal ini dikarenakan enzim GOT sumber utamanya dihati, sedangkan enzim GPT banyak terdapat pada jaringan, otot rangka, ginjal dan otak. (Cahyono, 2009)
Fungsi Aspartate transaminase
Aspartate transaminase mengkatalisis interkonversi aspartat dan α=ketoglutarat menjadi oksaloasetat dan glutamate.
Aspartat (Asp) + α-ketoglutarat ↔ oksaloasetat + glutamat (Glu)
Gambar 1. Reaksi dikatalisasi oleh aspartat aminotransferase
Sebagai transaminase prototype, AST bergantung pada PLP (vitamin B6) sebagai kofaktor untuk mentransfer gugus amino dari aspartat atau glutamate ke asam keton yang sesuai. Dalam prosesnya, kofaktor angkutan antara PLP dan bentuk pyridoxamine phosphate (PMP). Transfer gugus amino yang dikatalisasi oleh enzim ini sangat penting dalam degradasi asam amino, setelah konversi α-ketoglutarat menjadi glutamate, glutamate kemudian mengalami deaminasi oksidatif untuk membentuk ion ammonium, yang diekskresikan sebagai urea. Dalam reaksi balik, aspartat dapat disintesis dari oksaloasetat, yang merupakan perantara kunci dalam siklus asam sitrat. (Aldrin, 2015)
Mekanisme Aspartate transaminase
Aspartat transaminase, seperti semua transaminase, beroperasi melalui pengenalan substrat ganda; artinya ia mampu mengenali dan secara selektif mengikat dua asam amino (Asp dan Glu) dengan berbagai rantai samping. Dalam kedua kasus, reaksi transaminase terdiri dari dua reaksi setengah serupa yang merupakan apa yang disebut sebagai mekanisme ping-pong. Pada setengah reaksi pertama, asam amino 1 (misalnya, L-Asp) bereaksi dengan kompleks enzim-PLP untuk menghasilkan ketoacid 1 (oxaloacetat) dan enzim-PMP yang dimodifikasi. Pada reaksi setengah kedua, ketoacid 2 (α-ketoglutarat) bereaksi dengan enzim-PMP asli dalam proses. Pembentukan produk rasemat (D-Glu) sangat jarang. (Aldrin, 2015)
Pemeriksaan laboratorium
Dalam pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan SGOT biasanya dilakukan contohnya pada uji faal hati. Pada hati sendiri Uji faal hati dapat dipakai untuk menilai jenis kerusakan, Menurut Marwoto Wirasmi (2010) jenis kerusakan dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
Nekrosis sel terjadi maka banyak enzim dilepaskan. Yang paling berguna ialah pemeriksaan SGOT (serum glutamine oxaloacetic transferase), yang kini dikenal sebagai ALT (alanine aminotranfarase) dan SGPT (serum glutamic-pyruvie transfarase), yang kini dIkenal sebagai AST (aspartate aminotransfarase). Karena SGOT terutama berasal dari hati, pemeriksaannya lebih indikatif untuk kerusakan sel hati.
Pemeriksaan untuk menentukan kolestasi ganguan sekresi bilier yang tersaring ialah fosfatase alkali yang juga ditemukan orang lain (tulang, usus palsenta trimester ketiga). Peningkatan isoenzim hepatic terjadi bila fungsi sekresi berkurang dan agaknya dibentuk oleh regurgitasi fosfatase alakali dari kanalikulus ke peredaran darah. (leucine aminopeptidase dan 5-nucleotidase merupakan enzim petunjuk fungsi sekresi empedu namun tidak diperiksa secara rutin). Parameter biokimia yang baik untuk kolestasis ialah restensi asam empedu dalam serum. Kenaikan asam empedu serum pada puasa selalu menandakan gangguan sekresi empedu.
Pemeriksaan plasma untuk menggambarkan kapasitas sintetik hepatosit ialah kadar albumin dan waktu protrombin. Pada penyakit hati kronik (mis. sirosis), penurunan albumin mencerminkan kegagalan fungsi hati untuk kompensasi. Dibandingakn albumin, paruh waktu protrombin lebih pendek, sehingga penurunan waktu protrombin/waktu pendarahan yang memanjang dapat ditemukan pada awal penyakit. Sebelum biopsi atau operasi pada pasien yang terduga mempunyai penyakit hati menahun, seharusnya dilakukan pemeriksaan waktu protrombin/waktu pendarahan.
Pengukuran bilirubin (B1 dan B2) paling sering dilakukan kebersamaan nya pada aliran eksresi (metabolik) bilirubin dengan anion organik (mis.bromsulphalein) merupakan dasar pemeriksaan fungsi hati sensitif, terutama uji BSP.
Nilai klinik suatu pemeriksaan laboratorium tergantung pada sensitivitas, spesifik, dan akurasi. SGOT adalah parameter yang memiliki sensitivitas maksimum 90% namun hanya 18% yang spesifik pada hati, ini menunjukkan bahwa SGOT sensitif tetapi tidak spesifik untuk melihat kerusakan hati. Hal ini diduga berhubungan dengan distribusi enzim SGOT yang relatif lebih luas pada jantung dibandingkan dengan SGPT yang spesifik untuk melihat kerusakan hati. SGOT pada jantung digunakan sebagai parameter untuk diagnosa penyakit infark miokard. SGOT akan meningkat pada penyakit infark miokard setelah 8-12 jam, mencapai puncak setelah 36-48 jam dan kembali normal setelah 2-4 hari. Peningkatan SGOT tidak dapat dijadikan parameter utama untuk diagnosa penyakit infark miokard karena SGOT juga dapat meningkat pada kondisi lain yang perlu dipertimbangkan. (Lely, dkk, 2016)
Kondisi yang menyebabkan peningkatan SGOT (Marwoto Wirasmi, 2010)
No. Peningkatan SGOT Kondisi / Penyebab
1. Peningkatan ringan (<3x normal) -Perikarditis
-Sirosis hepatic
-Infark paru
-Cerebrovascular accident (CVA)
2. Peningkatan sedang (3-5 normal) -Obstruksi saluran empedu
-Aritmia jantung
-Gagal jantung kongesti
-Tumor hati
3. Peningkatan tinggi (>5x nilai normal) -Kerusakan hepatoseluler
-Infark jantung
-Kolaps sirkulasi
-Pankreatitis akut
Kadar AST serum tinggi dapat ditemukan setelah terjadi infark miokardium (MI) akut dan kerusakan hati. 6 sampai 10 setelah MI akut, AST akan keluar dari otot jantung dan memuncak dalam 24 jam sampai 48 jam setelah terjadi infark. Kadar AST serum akan kembali normal dalam 4 sampai 6 hari kemudian, jika tidak terjadj proses infark tambahan. Kadar AST serum biasanya dibandingkan dengan kadar enzim-jantung yang lain (kreatin kinase [creatin cinase, CK], laktat dehidrogenase [Lactate dehydrogenase, LDH]. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Masalah Klinis
Masalah klinis yang dapat kita lihat dari Peningkatan maupun penurunan kadar SGOT menurut Marwoto Wirasmi (2010) diantaranya:
Pada Penurunan kadar SGOT dapat disebabkan oleh:
Kehamilan
Ketoasidosis diabetic
Pengaruh obat
Salisilat.
Peningkatan kadar SGOT dapat disebabkan oleh karna:
MI akut
Hepatitis
Nekrosis hati
Penyakit dan trauma musculoskeletal
Pankreatitis akut
Kanker hati
Angina pektoris yang serius
Olah raga berat
Injeksi IM
Pengaruh obat: Antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin). Vitamin( asam folat, piridoksin, vitamin A), [Aldomet], guanetidin, mitramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam, (Dalmane), indomertasin(Indocin), Isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, salisilat, teofilin.
Enzim SGOT dan SGPT mencerminkan keutuhan atau integrasi sel-sel hati. Adanya peningkatan enzim hati tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel hati. Makin tinggi peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT, semakin tinggi tingkat kerusakan sel-sel hati. Kerusakan membrane sel menyebabkan enzim Glutamat Oksaloasetat Transminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya meningkat di dalam darah. Sehingga dapat dijadikan indicator kerusakan hati. (Cahyono, 2009)
BAB III
METODE KERJA
Waktu dan Tempat
Waktu
Praktikum kimia klinik pemeriksaan SGOT yang dilakukan pada hari Senin, 28 Mei 2018.
Tempat
Praktikum kimia klinik dengan judul praktikum “Pemeriksaan SGOT” dilaksanakan di Laboratorium Analis Kesehatan Gedung A STIKes Wiyata Husada Samarinda.
Alat dan Bahan
Alat
Tabung reaksi
Rak tabung
Mikropipet
Tip
Fotometer
Bahan
Serum/plasma
Reagen Stanbio
Tissue
Prinsip
L-Aspartate + 2-oxoglutarat AST L-glutamat + oxalacetat
Oxalacet + NADH + H+ MDH L-malat + NAD+
Prosedur Kerja
Buat Working Reagen (WR) 5 R1 : 1 R2 -> 2000 ul : 400 ul
Pipet ke dalam tabung reaksi Blanko (µl) Sampel atau control (µl)
Reagen campuran
( R1+R2) 1000 1000
Sampel _ 100
Campur, Baca hasil pada fotometer. factor: 1768.
Nilai Normal
Laki-laki : < 37 ul
Perempuan : < 31 ul
Metode kerja
Rekomendasi IFCC (Kinetik)
Identitas sampel
Nama : Dinda Retno sya’bani
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari hasil praktikum pada pemeriksaan SGOT (AST) dalam darah seseorang yang dilakukan pada hari Senin, 28 Mei 2018 oleh sampel dari Dinda Retno Sya’bani yaitu:
Abs Blanko : 1,412
Abs Sampel : 1,663
Abs duplo : 1,689
Result sampel : 15 u/l
Result duplo : 15 u/l
Faktor : 1768
Perhitungan;
Abs sampel x factor = 1,663 x 1768 = 2,940 ( 3 u/l )
Pembahasan
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau juga dinamakan AST (Aspartat Aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pancreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (Creatin Kinase), LDH (Lactat Dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih akan tetap demikian dalam waktu yang lama. (Wahyu Ewmuslim, 2010)
Diagnosis penyakit hati dengan dengan menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium pada dasarnya adalah untuk mendapatkan informasi mengenai fungsi, keutuhan sel, dan etiologi penyakit hati, dengan cara menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium. Penafsiran hasil pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis penyakit hati tidak dapat menggunakan satu jenis hasil pemeriksaan laboratorium saja, tetapi menggunakan gabungan beberapa hasil pemeriksaan. Hal itu disebabkan oleh sifat hasil pemeriksaan laboratorium pada penyakit hati yang tidak spesifik dan sensitif. Bersifat tidak spesifik karena hasil pemeriksaan fungsi hati dan keutuhan sel hati dipengaruhi oleh kelainan diluar hati (factor ekstrahepatik). Bersifat tidak sensitive karena daya cadang fungsi hati sangat besar dan daya regenerasi sel hati sangat cepat sehingga pada kelainan hati yang ringan, baik kerusakan awal sel hati maupun kerusakan jaringan hati yang belum luas (<60%), menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium masih normal. (Giantini Astuti, 2012)
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah Laki-laki : 0 – 50 U/L Perempuan : 0 – 35 U/L. SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah Laki-laki : 0 – 50 U/L Perempuan : 0 – 35 U/L. Fungsi hati dapat dibagi menjadi fungsi sintesis, fungsi ekskresi, fungsi penyimpanan, dan fungsi detoksifikasi (penawar racun). Dalam fungsi sintesis akan dibahas mengenai pemeriksaan protein, termasuk albumin, globulin, elektroforesa protein dan protein-protein lain dan kolinesterase. Dalam fungsi eskresi akan dibahas mengenai pemeriksaan bilirubin kolesterol, asam empedu, dan trigleserida. Fungsi penyimpanan hati yang akan dibahas adalah pemeriksaan glukosa dan glikogen, asam amino dan protein. Ammonia akan dibahas dalam fungsi detoksifitasi. (Giantini Astuti, 2012)
AST (SGOT) dan ALT (SGPT) adalah indikator-indikator yang sensitif dari kerusakan hati dari tipe-tipe penyakit yang berbeda. Namun harus ditekankan bahwa tingkat-tingkat enzim-enzim hati yang lebih tinggi dari normal tidak harus secara otomatis disamakan dengan penyakit hati. Mereka mungkin atau mereka bukan persoalan-persoalan hati. Interpretasi (penafsiran) dari tingkat-tingkat AST dan ALT yang naik tergantung pada seluruh gambaran klinis dilakukan oleh dokter yang berpengalaman mengevaluasi penyakit hati.Tingkat-tingkat yang tepat dari enzim-enzim itu tidak berkorelasi baik dengan luasnya kerusakan hati atau prognosis. Jadi, tingkat-tingkat AST (SGOT) dan ALT (SGPT) yang tepat tidak dapat digunakan untuk menentukan derajat kerusakan hati atau meramalkan masa depan.
Contohnya, pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut mungkin mengembangkan tingkat-tingkat AST dan ALT yang sangat tinggi (adakalanya dalam batasan ribuan unit/liter). Namun kebanyakan pasien-pasien dengan virus hepatitis A. (Giantini Astuti, 2012)
Aminotransferase aspartat/ transminase oksaloasetat glutamat serum (AST/SGOT) merupakan enzim yang sebagian besar ditemukan dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dapat ditemukan pada otot rangka, ginjal, dan pankreas. Konsentrasi yang rendah terdapat dalam darah, kecuali jika terjadi cidera seluler, kemudian dalam jumlah yang banyak, dilepas kedalam sirkulasi. Kadar AST serum tinggi dapat ditemukan setelah terjadi infark miokardium (MI) akut dan kerusakan hati. 6 sampai 10 setelah MI akut, AST akan keluar dari otot jantung dan muncak dalam 24 jam sampai 48 jam setelah terjadi infark. Kadar AST serum akan kembali normal dalam 4 sampai 6 hari kemudian, jika tidak terjadj proses infark tambahan. Kadar AST serum biasanya dibandingkan dengan kadar enzim-jantung yang lain (kreatin kinase [creatin cinase, CK], laktat dehidrogenase [Lactate dehydrogenase, LDH].Pada penyatik hati, kadar serum akan meningkat 10 kali atau lebih, dan tetap demikian dalam waktu yang lama. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan pada pemeriksaan SGOT (AST) dengan metode kinetik dan bantuan alat fotometer yaitu Abs Blanko: 1,412, Abs Sampel: 1,663, Abs Duplo: 1,689, Result Sampel: 15 u/l Result Duplo: 15 u/l dan factor: 1768. Dan berdasarkan hasil perhitungan yaitu: Abs sampel x factor = 1663 x 1768 = 2,940 (3 u/l). Dengan artian kadar SGOT dalam darah adalah Normal. Masalah Klinis yang dapat mempengaruhi pada nilai SGOT abnormal menurut Marwoto Wirasmi (2010) diantaranya
Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
Peningkatan tinggi (> 5 kali nilai normal): kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa
Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal): obstruksi saluran empedu, aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia muscularis
Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA)
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST
Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar SGOT/AST
Hemolisis sampel darah
Obat-obatan dapat meningkatkan kadar: antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Pada praktikum kimia klinik untuk pemeriksaan SGOT (AST) yang dilakukan pada hari Senin, 28 Mei 2018 oleh sampel:
Nama : Dinda Retno sya’bani
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Didapatkan hasil kadar SGOT15 µl di dalam darah, dan dinyatakan normal.
Saran
Saran pada penulisan laporan ini adalah mahasiswa telah mengetahui bagaimana cara pemeriksaan SGOT (AST) menggunakan metode Rekomendasi IFCC.
DAFTAR PUSTAKA
Aldrin. 2015. Madu Sebagai Hepatoprotektor Dinilai dengan Enzim Transaminase. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
Djojodibroto,D, R. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Giantini Astuti. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Penerbit CV SAGUNG SETO.
Lely, dkk. 2016. Kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) pada Tikus Wistar (Rattus Norvegicus) Jantan yang dipapar stressor Rasa sakit Electrical Foot Shock Selama 28 Hari. Krayan Timur: Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember.
Marwoto Wirasmi. 2010. Buku Ajar Patologi II (Khusus) Edisi Ke- 1. Jakarta: Penerbit CV SAGUNG SETO.
Pearce. E.C. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Reza A, Banundari Rachmawati. 2017. Perbedaan Kadar SGOT dan SGPT antara Subyek dengan dan Tanpa Diabetes Mellitus. Semarang: Jurnal Kedokteran Diponegoro.
Vania, dkk. 2016. Gambaran Kadar Serum Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) Pada Perokok Aktif Usia >40 tahun. Manado: Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi Manado.
LAMPIRAN
Wednesday, November 18, 2020
Friday, August 2, 2019
Kata Pengantar
Puji syukur kita
sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
berupa nikmat dan kesehatan, iman dan ilmu pengetahuan. Ringkasan makalah ini
bertujuan untuk melengkapi tugas mahasiswa dalam pemahaman tentang proses dari
“Jaminan Mutu Laboratorium Imunoserologi”. Kami sepenuhnya menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam menyusun makalah ini, maka dari itu
kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak atas ide
dan sarannya, serta menilai dan memeriksa makalah ini. Akhirnya, semoga makalah
ini mendapatkan keridhaan dari Allah SWT dan dapat memberikan manfaat bagi kami
dan kepada semua pembaca.
Samarinda,
1 Oktober 2017
Penulis
Daftar Isi
Kata
pengantar............................................................................................... 1
Bab
1: Pendahuluan
A.
Latar belakang......................................................................................... 3
B.
Rumusan masalah.................................................................................... 4
C. Tujuan...................................................................................................... 4
Bab
2: Pembahasan
A.
Pengertian................................................................................................ 5
B.
Riwayat.................................................................................................... 5
C.
Rantai kustodi.......................................................................................... 6
D.
Penapisan obat dengan
menggunakan teknik serologis........................... 7
E.
Analisis forensic lain
menggunakan teknik serologis............................... 10
F.
Keamanan laboratorium
dasar................................................................. 13
G. Prosedur
keamanan dan tindakan kewaspadaan universal...................... 16
Bab
3: Penutup
A.
Kesimpulan.............................................................................................. 17
B. Saran........................................................................................................ 17
Daftar
pustaka............................................................................................... 18
Bab
1
Pendahuluan
A. Latar
belakang
Data hasil pengujian dapat dinyatakan
memenuhi sasaran mutu data (data quality objective, DQO), jika data pengujian
tersebut dapat memuaskan pelanggan dengan tetap mempertimbangkan aspek teknis,
sehingga akurasi dan presisi memenuhi batas keberterimaan. Selain itu, hasil
pengujian tersebut harus disertakan estimasi ketidakpastian dan mempunyai
ketertelusuran pengukuran ke sistem satuan internasional, sehingga dapat
dipertahankan secara ilmiah. Hal ini berarti bahwa seluruh metode dan prosedur
terdokumentasi di laboratorium lingkungan harus komprehensif dan holistik mulai
dari perencanaan pengambilan sampel, penanganan, perlakuan awal dan preparasi,
pengujian, verifikasi dan validasi data, hingga pemberian laporan hasil
pengujian ke pelanggan. Dengan kata lain, laboratorium harus selalu menerapkan,
memelihara dan mengembangkan pengendalian mutu (quality control, QC) dan
jaminan mutu (quality assurance, QA) dalam setiap kegiatan pengujiannya.
QC/QA di laboratorium sering diartikan
sebagai dua hal yang sama, padahal QC dan QA mempunyai perbedaan yang nyata.
Sesuai dengan ISO 9000: 2015 tentang Sistem Manajemen Mutu — Dasar-dasar dan
Kosakata, dinyatakan bahwa QA adalah bagian dari manajemen mutu yang difokuskan
pada pemberian keyakinan bahwa persyaratan mutu akan dipenuhi. Secara teknis QA
diartikan seluruh kegiatan yang sistematik dan terencana yang diterapkan dalam
sistem manajemen mutu serta didemonstrasikan jika diperlukan, untuk memberikan
suatu keyakinan yang memadai bahwa suatu produk atau jasa akan memenuhi
persyaratan mutu. Dengan menggunakan bahasa yang lebih sederhana, QA adalah
segala sesuatu yang dilakukan baik di dalam maupun di luar laboratorium untuk
mencapai mutu data hasil pengujian yang disyaratkan.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan serologi forensik?
2.
Hal apa saja yang perlu
diperhatika pada serologi forensik?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian dari serologi forensik
2. Untuk
memahami hal apa saja yang ada pada serologi forensik
Bab
2
Pembahasan
A. Pengertian
Serologi
forensik adalah cabang ilmu forensik yang menangani Identifikasi
cairan tubuh dan zat asing di dalam tubuh melalui prosedur imunologis. Immunoassay yang digunakan
berdasarkan pada reaksi yang terjadi
antara antigen dan antibodi. Reaksi-reaksi ini memungkinkan ahli forensik
mendeteksi keberadaan cairan tubuh seperti darah, semen, dan saliva pada barang
bukti kejadian kriminal. Reaksi tersebut juga memungkinkan identifikasi
berbagai obat dan biru di dalam spesimen yang dikumpulkan dari korban dan
tersangka yang terlibat dalam tindak kriminal.
B. Riwayat
Investigasi kriminal telah bersandar
pada bantuan dari ilmu pengetahuan selama ratusan tahun. Pada abad ke-44 SM,
bukti medis digunakan untuk menyatakan bahwa hanya satu dari 23 luka tusukan
pada Julius Caesar yang berakibat fatal. Ilmu forensik modern dipercaya muncul
dari yang dilakukan oleh Sir Arthur Conan Doyle, penulis cerita Sherlock Holmes
. Cerita ini menunjukkan wawasan tentang metode dan prosedur yang di kemudian
hari menjadi praktik dalam bidang ilmu forensik. Beberapa metode ilmu forensik
sebelumnya berfokus pada penggolongan darah dan toksikologi.
Salah seorang yang paling berpengaruh
dalam teknik serologi awal adalah Dr. Karl Landsteiner. la adalah orang pertama
yang mengidentifikasi antigen golongan darah, A, B, dan O, dan ia
mempublikasikan penemuan ini pada tahun 1901. Dr. Landsteiner diberi
penghargaan berupa Piagam Nobel untuk Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1930
atas pencapaian ini . Leone lattes selanjutnya mempercanggih penemuan
Landsteiner dengan mengembangkan prosedur untuk memeriksa golongan darah yang
berbeda . Prosedur ini, yang berdasarkan pada prinsip aglutinasi, masih
digunakan sampai saat ini. individu lain yang menonjol dalam bidang ilmu
forensik adalah Mathieu Orfila yang pada tahun 1813 mempublikaSikan kerja
pertamanya mengenai toksikologi forensik. Pekerjaan ini berupa sebuah buku
komprehensif yang mengklasifikasi dan mendeskripsikan apa pun yang dikenal
sebagai racun pada saat itu. Berdasarkan publikasinya dan pencapaian ilmiah
lain, Orfila dianggap sebagai "bapak toksikologi" .
Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dalam
identifikasi manusia dan toksikologi serta peningkatan pemahaman tentang
manfaat penggunaan ilmu pengetahuan untuk menyelesaikan masalah kriminal,
laboratorium forensik mulai muncul. Laboratorium forensik nasional didirikan
pada tahun 1932 oleh Biro Investigasi Federal untuk membantu investigasi
kriminal di Amerika Serikat . Laboratoriurn tersebut memberikan fasilitas untuk
pemeriksaan ilmiah yang dapat digunakan oleh petugas penegak hukum untuk
membantu menyelesaikan masalah knnunaL Terdapat ratusan laboratorium ilmu
forensik negara bagian, lokal, dan swasta di Amerika Serikat saat ini. Nilai
hiburan ilmu forensik yang terlihat dengan dipublikasiknnnya novel Sherlock
Holmes di akhir abad ke-19 terus berlanjut
sampai saat ini dan telah menyebar ke berbagai acara televisi yang
menggambarkan ilmu Ini dalam cara yang menakjubkan, terkadang berlebihan.
Meskipun tidak semua informasi di televisi dapat dicapai di laboratorium,
kemampuan laboratorium forensik untuk menentukan peristiwa yang terjadi dalam
tindak kriminal sangat bermakna. Bahasan bab ini hanya terbatas pada teknik
imunologis dalam laboratorium forensik.
C. Rantai
kustodi
Prinsip
awal umum tanpa memperhatikan tipe analisis yang dilakukan adalah bahwa rantai
kustodi bukti harus terjaga. Rantai kustodi adalah pelacakan potongan-potongan bukti tertentu dari sejak pertama kali
ditemukan sampai saat ini. Rantai kustodi tersebut berisi daftar siapa saja
yang telah menangani barang bukti dan di mana lokasinya sepanjang waktu. Rantai
kustodi penting karena memastikan bahwa bukti tidak mengalami kerusakkan, ln:
terutama sangat pentmg dalam pengadilan untuk memastikan bahwa integritas
buku" masih terjaga.
D. Penapisan
obat dengan menggunakan teknik serologis
Toksikologi forensik mencakup analisis
sampel biologis untuk mendeteksi keberadaan ut terkontrol, alkohol, atau materi
toksik lain. Deteksi substansi asing di dalam spesimen biologis dapat membantu
investigasi kriminal mengenai peristiwa-peristiwa seperti mengemudi saat
mengalami intoksikasi, penyerangan seksual akibat mengonsumsi obat, keracunan,
dan penyalahgunaan obat. Toksikologi forensik juga dapat membantu menentukan
keadaan dan penyebab kematian, sehingga membantu dalam investigasi. Tanggung
jawab utama seorang ahli toksikologi forensik adalah menapis obat-obat
dalam sampel yang diajukan dan
menginterpretasikan hasilnya. Teknik serologis umumnya digunakan untuk mencapai
tujuan ini.
Keberadaan obat-obat dalam cairan tubuh
seperti darah dan urine dapat dideteksi dengan penggunaan immunoassay.
Immunoassay adalah uji serologis yang dapat meng-identifikasi obat atau
metabolit obat dalam spesimen biologis seorang individu. Antibodi spesifik
untuk molekul tertentu yang sedang dicari digunakan untuk mendeteksi zat ini
melalui teknik serologis. Teknik ini mencakup ELISA (enzyme linked immune sorbent
assays), RlA (radioimmunoassay), dan FPI (fluorescence polarization
immunoassay). Teknik-teknik ini menggunakan (secara berturut-turut) antibody
atau antigen yang telah diberi label dengan enzim, label radioaktif, atau tag
fluoresen. Reaksi antigen-antibodi yang melibatkan komponen yang diberi label
pada akhirnya menyebabkan sebuah reaksi yang dapat diobservasi.
Teknik-teknik modern yang digunakan
dalam laboratorium toksikologi forensik untuk menapis obat-obat dan racun
sangat bergantung pada immunoassay karena beberapa alasan. Immunoassay sangat
sensitive dan karenanya, zat asing dalam jumlah kecil dapat dideteksi. Sampel
biologis juga dapat digunakan secara langsung karena tidak memerlukan langkah
pemrosesan pendahuluan seperti ekstraksi.
Radioimmunoassay adalah metode pertama
yang digunakan dalam toksikologi forensik
untuk mendeteksi keberadaan berbagai obat di specimen biologis. Radioimmunoassay menggunakan sifat antibody
berlabel radioaktif untuk mendeteksi obat atau metabolit obat tertentu. Tipe
prosedur serologis ini memiliki sensitivitas yang sangat baik, namun isu muncul
dalam keamanan assay ini akibat penggunaan isotop radioaktif. Oleh sebab itu,
assay yang lebih baru telah dikembangkan untuk menyediakan metode alternative
dalam penggunaan label radioaktif.
Baru-baru ini, tipe assay yang paling
umum digunakan untuk penapisan obat adalah ELISA. Teknik serologis ini
digunakan dalam laboratorium toksikologi forensik untuk menapis spesimen
biologis untuk berbagai obat yang disalahgunakan seperti amfetamin,kannabinoid
( bahan aktif dalam marijuana), opiate,oksikodon, dan
metilendioksi-metamfetamin (MDMA). ELISA memberikan cara yang spesifik,
sensitive, dan relative cepat kepada ahli toksikologi forensik untuk mendeteksi
obat-obat dan toksin di dalam specimen seperti darah,urine, dan cairan oral.
Prinsip kit uji ELISA yang tersedia
secara komersial didasarkan pada pengikatan kompetitif antigen ke antibody.
Antibodi poliklonal terhadap obat yang sedang diperiksa difiksasikan ke sumur
cawan mikrotiter. Sampel bukti biologis yang akan diperiksa ditambahkan ke
dalam sumut cawan bersama dengan antigen yang telah diberi label suatu
enzim yang disediakan di dalam kit
uji. Antigen di dalam bukti berkompetisi
dengan antigen berlabel enzim untuk berikatan dengan antibodi yang terfiksasi di dalam sumur cawan.
Sertelah pencucian dengan seksama untuk menyingkirkan setiap antigen yang tidak
berikatan, suatu substrat kemudian ditambah ke dalam cekungan cawan. Substrat
ini bereaksi dengan enzim yang ada pada antigen berlabel untuk menghasilkan
suatu warna. Pembentukan warna dihentikan dengan larutan penghenti sehingga
hasil dapat diinterpretasikan. Semakin besar intensitas warna, semakin banyak
antigen kit berlabel enzim berikatan dengan antibodi didalam cekungan cawan.
Dengan demikian, warna yang lebih pekat mengindikasikan bahwa terdapat lebih
sedikit antigen dari bukti yang berikatan dengan antibodi dan, oleh sebab itu,
lebih sedikit jumlah obat yang terdapat didalam sampel yang sedang diuji.
Teknik-teknik serologis juga digunakan
untuk memeriksa keberadaan zat illegal di rambut (8,9). Tersedia kit komersial
yang menapis sampel rambut untuk mencarikeberadaan obat-obat seperti
kanabinoid, opiat, kokain, amfetamin, dan MDMA (yang juga dikenal sebagai
ekstasi) (9). Kit-kit uji ini menggunakan prinsip sistem ELISA seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya. Sampel dipersiapkan dengan memotong rambut menjadi
beberapa potongan kemudian mengekstrak potongan rambut tersebut didalam
methanol sepanjang malam dengan suhu 40oC . sebagian ekstrak ini di biarkan
menguap hingga kering didalam asam hidroklorida/methanol dan kemudian disusun
ulang didalam larutan pelarut yang terdapat didalam kit. Larutan yang telah
dipersiapkan dengan sampel rambut yang telah diekstrak kemudian menjadi subjek
analisis sistem ELISA pada kit.
Teknik-teknik baru sedang dikembangkan
untuk membuat penapisan obat menjadi lebih efisien. Peningkatan efisiensi akan
mengurangi jumlah waktu yang diperlukan untuk menganalisis sampel forensic
serta biaya untuk melakukan analisis tersebut. Salah satu kemajuan dalam bidang
toksikologi forensic adalah perkembangan teknologi susunan biochip (10).
Teknologi penampisan obat pada intinya adalah ELISA yang dilakukan pada sebuah
biochip yang dievaluasi pada sebuah penganalisis otomatis. Biochip adalah
sebuah substrat solid yang mengandung sekumpulan tempat uji berukuran mikro.
Tempat-tempat uji ini merupakan ekuivalen mini sumur cawan mikrotiter,dan
setiap tempat uji memikili antibody pelapis yang berbeda serta bereaksi dengan
obat berbeda. Manfaat utama biochip adalah bahwa dari sebuah sample tunggal.
Ini sangat menghemat waktu uji dan hasilnya,dapat tercapai analisis dalam
jumlah tinggi . selain itu, karena tingginya senstifitas teknologi susunan
biochip,hanya diperlukan sample berukuran kecil.
E. Analisis
forensic lain yang menggunakan teknik serologis
Biologi
forensic adalah pemeriksaan barang barang bukti untuk mengidentifikasi
pewarnaan cairan biologis. Ahli biologi forensic menganalisis bukti untuk
mendeteksi keberadaan meteri biologis pada berbagai barang yang pada akhirnya
menghubungkan tersangka dengan kejadian criminal. Banyak alat yang digunakan
oleh ahli biologi forensic untuk mengidentifikasi pewarnaan biologis merupakan
metode metode yang berdasarkan imunologi. Teknik teknik serologis ini membantu
mendeteksi berbagai cairan biologis seperti darah, semen, dan saliva.
Setelah
cairan tubuh tertentu diidentidikasikan, cairan tubuh tersebut selanjutnya
dikarakteristikkan dengan individu tertentu. Ini dapat dicapai melalui uji
seologis tambahan seperti identifikasi spesies dan pemeriksaan golongan darah
ABO. Hasil uji ini dapat menetapkan informasi invertigatif untuk petugas
penegak hukum yang akan digunkan saat berupaya menyelesaikan masalah criminal.
1. Darah
Merupakan
cairan bilogis yang paling sering ditemui dalam peristiwa criminal. Banyak
peristiwa criminal disertai oleh bukti darah, dan, oleh sebab itu, identifikasi
darah dapat sangat penting untuk memecahkan masalah kejahatan seperti
pembunuhan, penyerangan, dan perampokan. Uji serologis bersedia untuk mengonfirmasi
terkait noda tersebut apakah merupakan darah berdasarkan adanya hemoglobin
didalam sampel.
2. Semen
Merupakan
cairan biologis yang diproduksi oleh organ reproduksi pria. Terutama terdiri dari cairan semen yang
mencakup beberapa protein dan enzim yang di sekresi dari berbagai kelenjar.
Contoh zat yang ditemukan dalam semen adalah albumin, asam fosfat, asam
organic, semenogelin, dan antigen spesifik prostat. Semen dapat juga mngandung
spermatozoa. Identifikasi semen dapat menjadi bagian penting terupama
investigasi yang melibatkan penyerangan seksual.
3. Saliva
Merupakan
cairan biologis lain yang ditemukan dalam ilmu forensic. Zat yang dihasilkan
oleh kelenjar parotis, submaksila, dan sublingual didalam mulut yang bertujuan
untuk membantu pencernaan. Tipe kejahatan yang penting untuk identifikasi
saliva adalah kasus pemerkosaan seksual. Saliva juga dapat ditemukan pada
berbagai benda yang ditinggalkan di tempat kejadian perkara kejahatan atau
dihubungkan dengan kejadian kehajatan.
4. Masa
depan
Ilmu
forensic adalah bidang yang terus berkembang. Banyak riset baru baru ini
dilakukan untuk meningkatkan metode uji yang dapat meningkatkan efisiensi,
sensitifitas, dan sesifitas assay. Contoh antigen alternative yang sedang
dievaluasi untuk mengkarakteristikan cairan bilogis adalah molekul molekul yang
ditemukan didalam semen dan urine. Semenogelin adalah protein predominan yang
ditemukan di dalam semen. Semenogelin terutama di produksi di vesikula
seminalis dan berfungsi dalam koagulasi semen.
Sedangkan, ISO 9000: 2015 mendefinisikan
bawha QC adalah bagian dari manajemen mutu yang difokuskan pada pemenuhan
persyaratan mutu. Dengan kata lain, QC adalah suatu tahapan dalam metode
pengujian yang dilakukan untuk mengevaluasi suatu aspek teknis pengujian. Oleh
sebab itu, QC merupakan pengendalian, pemantauan, pemeriksaan yang dilakukan
untuk memastikan bahwa sistem manajemen mutu berjalan dengan baik dan benar.
Dari kedua definisi tersebut, jelas bahwa QC merupakan bagian dari QA
sebagaimana dilustrasikan pada gambar dibawah. Penerapan QC/QA akan berjalan
efektif apabila laboratorium menetapkan dan memelihara sistem manajemen mutu
yang sesuai dengan jenis, ruang lingkup, dan volume kegiatan pengujian yang
dilaksanakan.
Penerapan QC/QA dalam pengujian
parameter kualitas lingkungan, bahwa QC merupakan pemenuhan segala sesuatu yang
disyaratkan secara teknis oleh metode pengujian yang digunakan oleh analis
laboratorium. Sedangkan QA merupakan evaluasi menyeluruh oleh penyelia dan
manajer teknis atau pihak luar yang independen terhadap data hasil pengujian
yang diperoleh. Tabel dibawah ini memberikan ringkasan perbedaan QC/QA di laboratorium
lingkungan.
Jaminan
mutu (QA)
|
Pengendalian
Mutu (QC)
|
Validasi atau verifikasi metode
pengujian yang terencana sehingga penerapan metode pengujian sesuai
persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus dipenuhi
|
Aktifitas rutin analis laboratorium
dalam menerapkan tahapan teknis metode pengujian parameter kualitas
lingkungan, sehingga sasaran mutu dan hasil pengujian memnuhi batar
keberteriman dengan meminimalkan ketidaksesuaian atau biasa yang terjadi.
Pemenuhan persyaratan teknis, meliputi antara lain:
a) Kompetensi
analis;
b) sejarah
dan integritas sampel;
c) perlakuan
awal, preparasi dan pengujian sampel;
d) blanko
laboratorium/blanko metode;
e) dekontaminasi
peralatan gelas;
f) kalibrasi
peralatan pengukuran;
g) aquades,
bahan kimia dan bahan acuan bersetifikat;
h) kondisi
akomodasi dan lingkungan pengujian;
i)
akurasi dan presisis
hasil pengujian;
j)
keterlusuran
pengukuran;
k) angka
penting dan tidak kepastian;
l)
pelaporan hasil;
m) pemeliharaan
rekaman data.
|
Data pengujian yang dihasilkan oleh
analis diverifikasi oleh penyelia dan di validasi oleh manager teknis untuk
memastikan mutu data memenuhi persyartan serta tujuan yang dimaksud
|
|
Audit internal oleh manager mutu da
kaji ulang menejemen oleh manager puncak dilakukan untuk mematikan tahapan
pengujian dan hasil yang dilaporkan telah memenuhi kesesuaian secara teknis
pemenuhan system menejemen mutu terdokumentasi
|
|
Uji prodisiensi dilakukan oleh
penyelenggara yang berkompeten untuk mengevaluasi kinerja laboratorium dalam
menerapkan metode pengujian parameter kulitas lingkungan
|
|
Asesmen oleh badan akreditasi untuk
mengetahui kompetensi laboratorium dalam melakukan pengujian parameter
kualitas lingkungan baik secara teknis maupun menejemen mutu
|
F. Keamanan
Laboratorium Dasar
1. Perlengkapan
keamanan
Perlengkapan
keamanan sangat beragam dan dapat mencakup peralatan laboratorium standar
seperti label peringatan,containment hoods, shower emergensi,pencuci mata,
perlengkapan pertolongan pertama, wadah pembuangan sampah, dan perlengkapan
perlindungan personal. Label peringatan adalah bentuk perlengkapan keamanan
yang paling dasar, label ini sangat penting dalam mengidentifikasi kemungkinan
bahaya dan dapat ditemukan di pintu laboratorium,perlengkapan, wadah zat
kimia,sample biologis dan materi radioaktif.
Poster
keamanan dibedakan berdasarkan keberadaan dan sifat bahaya yang dapat ditemui
dalam laboratorium tertentu. Istilah peringatan menarik perhatian terhadap
informasi di bawahnya mengenai tipe bahaya di laboratorium dan poster tersebut
juga berisi wajik national fire protection association (NFPA)
Wajik
ini menunjukkan resiko kesehatan (biru), resiko kebakaran (merah), resiko
reaktifitas (kuning), dan resiko khusus (putih) masing-masing warna ini
menunjukka tingkat resiko. Tana ini juga memberikan informasi tentang siapa
yang harus dihubungi jika terjadi kegawatan atau masalah di dalam ruangan.
Containment
hood dirancang untuk melindungi operator dari bahaya biologis atau kimia atau
melindungi specimen tertentu dari kontaminasi. OSHA (Occupational Safety and
Healty Administration) mendefinisikan chemical fume hood sebagai sebuah alat
tertutup di kelima bagian sisinya. Area tertutup ini memiliki penutup parsial
atau jendela sehingga pekerjaan dapat dilakukan
didalam hood dengan hanya lengan atau tangan teknisi yang berada di
bagian dalam hood. Penanganan udara terpisah sehingga individu di dalam
laboratorium tidak terpajan asap dari reagen di dalam hood.
Biological
containment hoods disisi lain dapat digunakan untuk melindungi operator dan
mencegah kontaminasi sample atau specimen tertentu. Melalui saringan HEPA pada alat lembaran udara yang didorong
dialirkan secara konstan ke bagian bawah
di lubang hood untuk mencegah masuknya atau keluarnya partikel yang terkontaminasi.
Hood dirancang untuk hanya melindungi sample dari kontaminasi luar, bukan
melindungi ruangan sample. Hood dapat di pertahankan dalam keadaan steril
dengan menggunakan sinar ultraviolet
germisidal di bagian dalam hood, yang dimatikan ketika operator
menangani spesimen.
Untuk
menangani setiap kontaminasi pada operator termasuk tetesan yang besar pada
seorang petugas laboratorium, pakaian yang dapat terbakar oleh zat kimia yang
mudah terbakar atau terciprat kontaminan atau zat kimia ke mata operator.
Jenis
perlengkapan keamanan lain mencakup wadah yang tepat untuk pembuangan bahan
bahaya biologis, jarum dan spuit hipodermik, serta bahan kaca dan benda tajam.
Jarum hipodermik dan spuit biasanya dibuang dalam wadah anti-tusuk yang dapat
juga di sterilisasiikan dalam autoclave. Wadah ini dirancang dengan menggunakan
lubang pada bagian atas wadah.
2. Perlengkapan
perlindungan personal
a. Jas
dan jubah laboratorium
Digunakan untuk mencegah operator dan
pakaiannya terkontaminasi oleh specimen biologis (mis. Cairan tubuh termasuk
darah, urine, saliva, dan eksresi), jas dan jubah laboratorium harus
dikancingkan secara lengkap dan lebih baik kedap terhadap cairan dan harus memiliki bagian lengan yang ketat,
yang dapat dimasukkan dengan pas dalam sarung tangan.
b. Sarung
tangan
Penggunaan sarung tangan dengan benar
memastikan keefektifannya dalam mencegah kontaminasi.sarung tangan harus
terpasang dengan pas dan baik.
c. Masker,
goggle dan pelindung wajah
Dipergunakan untuk melindungi operator
dari cipratan sampel biologis dan dari aerosol dan pathogen yang berpotensi
ditularkan melalui udara. Perlengkapan pelindung tersebut dipakai ketika
mamanipulasi setiap sampel biologis untuk mencegah kontaminasi mukosa di
mulut,hidung, dan mata.
d. Perawatan
personals
Rambut panjang harus di ikat kebelakang
untuk mengurangi risiko kontaminasi dengan cairan biologis atau zat kimia dan
mengurangi risiko masuknya rambut ke dalam perlengkapan yang bergerak. Sepatu
yang menutup jari kaki harus digunakan.
e. Vaksinasi
Mengharuskan agar tenaga kerja
laboratorium untuk mendapatkan vaksinasi hepatitis B, rubella,gondongan,campak,
dan influenza.
G. Prosedur
keamanan dan tindakan kewaspadan universal
1. Mencuci
tangan
Tangan
kita adalah salah satu alat kita yang paling serbaguna; dengan demikian, tangan
dapat menjadi sumber, carrier, dan target kontaminasi. Oleh karena itu mencuci
tangan adalah salah satu prosedur keamanan yang paling dasar dan juga efektif
yang dapat dilakukan oleh operator.cara yang benar untuk mencuci tngan mencakup
penggunaan banyak air hangat dan sabun. Air yang terlalu panas dapat merusak kulit
dan meningkatkan resiko infeksi, sementara air yang terlalu dingin tidak
efektif berinteraksi dengan sabun. APIC (association for professionals in
infection control and epidemiology) CDC (centers for disease control and
prevention) menawarkan panduan:
a. Gunakan
air hangat untuk mebasahi tangan
b. Pakai
sabun dan sebarkan keseluruh tangan
c. Gosok
tangan bersalaman selama 20 s, gosok semua permukaan dan bagian bawah kuku jari
tangan dengan cukup tegas untuk menghasilkan friksi/gesekan.
d. Bilas
secara menyeluruh
e. Keringkan
dengan handuk
f. Gunakan
handuk untuk mematikan keran.
Bab
3
Penutup
A.
Kesimpulan
Serologi forensik adalah cabang ilmu
forensik yang menangani
Identifikasi cairan tubuh dan zat
asing di dalam tubuh melalui prosedur
imunologis. Immunoassay yang digunakan berdasarkan pada reaksi yang terjadi antara antigen dan antibodi.
Reaksi-reaksi ini memungkinkan ahli forensik mendeteksi keberadaan cairan tubuh
seperti darah, semen, dan saliva pada barang bukti kejadian kriminal. Reaksi
tersebut juga memungkinkan identifikasi berbagai obat dan biru di dalam
spesimen yang dikumpulkan dari korban dan tersangka yang terlibat dalam tindak
kriminal.
Selain
itu banyak beberapa aspek yang perlu diketahui pada serologi forensik antara
lain :
1. Penapisan
obat dengan menggunakan teknik serologi
2. Analisis
forensic lain menggunakan teknik serologis
3. Keamanan
laboratorium dasar
4. Prosedur
keamanan dan tindakan kewaspadaan universal
B.
Saran
Dalam
serologi forensik mengetahui aspek-aspek yang ada dan memahami mengenai
serologi sangatlah penting agar mendapatkan hasil pemeriksaan yang memuaskan
dan tidak mendapat hasil tes yang salah. Ketelitian sangatlah diperlukan agar
mengurangi resiko terjadinya kesalahan pada saat melakukan pemeriksaan.
Daftar Pustaka
Htttp://id.wikipedia.org/imunoserologi.
Budiyanto, Arif, dkk. Ilmu kedokteran
forensik. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997.
Lavy. E, Goldberger. D, Friedman and
Steinberg. D. Ph Values and Mineral Content of Saliva in Different Breeds of
Dogs. Israel Journal of Veterinary Medicine, Vol.67. December 2012.