DAFTAR ISI
Daftar Isi....................................................................................................... 38
BAB I
: Pendahuluan
A.
Latar
Belakang................................................................................... 39
B.
Tujuan................................................................................................ 40
BAB II
: Tinjauan Pustaka
A.
Morfologi
dan Pengecatan................................................................ 41
B.
Karakteristik
Umum........................................................................... 42
C.
Pewarnaan
Spora.............................................................................. 44
BAB
III : Metode Kerja
A.
Waktu
& Tempat................................................................................ 46
B.
Alat
& Bahan...................................................................................... 46
C.
Reagen.............................................................................................. 46
D.
Prinsip
kerja....................................................................................... 46
E.
Cara
Kerja.......................................................................................... 46
F.
Interpretasi
Hasil................................................................................ 47
BAB IV
: Hasil & Pembahasan
A.
Hasil................................................................................................... 48
B.
Pembahasan...................................................................................... 48
BAB V
: Penutup
A.
Kesimpulan........................................................................................ 52
B.
Saran................................................................................................. 52
Daftar Pustaka............................................................................................... 53
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Beberapa spesies bakteri
tertentu dapat membentuk spora. Spora dihasilkan di dalam tubuh vegetatif
bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah (central), ujung (terminal)
ataupun tepian sel. Pelczar (1986), menyatakan bahwa spora merupakan tubuh
bakteri yang secara metabolik mengalami dormansi, dihasilkan pada faselanjut
dalam pertumbuhan sel bakteri yang sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif.
Spora bersifat tahan terhadap tekanan fisik maupun kimiawi. Santoso (2010)
menyebutkan bahwa ada dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu
genus Bacillus dan genus
Clostridium.Strukturspora yang terbentuk di dalamtubuh vegetative bakteri
disebut sebagai ‘endospora’ (endo=dalam, spora=spora) yaitu spora yang
terbentuk di dalam tubuh. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa endospora
merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan dinding yang mengalami penebalan
serta memiliki beberapa lapisan tambahan. Dengan adanya kemampuan untuk
membentuk spora ini, bakteri tersebut dapat bertahan pada kondisi yang
ekstrim.Menurut Pelczar (1986) bakteri yang dapat membentuk endospore ini dapat
hidup dan mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan sampai beberapa generasi, dan
spora terbentuk melalui sintesis protoplasma baru di dalam sitoplasma sel
vegetatifnya.
Spora bakteri adalah
bentuk bakteri yang sedang dalam usalaha mengamankan diri terhadap pengaruh
buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba,
sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu
pose dimana kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri
terhadap factor luar yang tidak menguntungkan. Sepanjang pengetahuan yang kita
miliki sekarang, hanya golongan basillah yang dapat membentuk spora, akan
tetapi tidak semua basil mampu berbuat demikian. Beberapa spesies Bacillus yang
aerob dan beberapa spesies. Clostridium yang anaerob dapat membentuk spora.
Spora ini lazim disebutendospora, dikarenakan spora itu dibentuk di dalam sel.
(Dwidjoseputro, 2001).
Menurut Volk & Wheeler
(1988), dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat
menembus dinding tebal spora. Contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan oleh Volk
& Wheeler tersebut adalah dengan penggunaan larutan hijau malacit 5%, dan
untuk memperjelas pengamatan, sel vegetative juga diwarnai dengan larutan
safranin 0,5% sehingga sel vegetative ini berwarna merah. Dengan demikian ada
atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi spora di dalam tubuh sel
vegetative juga dapat diidentifikasi.Namun ada juga zat warna khusus untuk
mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan treatment pemanasan,
yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga memudahkan
zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.
Beberapa zat warna yang
telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora bakteri, tidak lepas dari sifat
kimiawi dinding spora itu sendiri. Semua spora bakteri mengandung asam dupikolinat.Yang mana
subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel vegetatif bakteri, atau dapat
dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh spora.Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa inilah
yang kemudian dimanfaatkan untuk di warnai menggunakan pewarna tertentu, dalam
hal ini larutan hijau malakit. Sedangkan menurut pelczar (1986), selain
subtansi di atas, dalam spora bakteri juga terdapat kompleks Ca2+ dan
asam dipikolinan peptidoglikan. Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama,
ia dapat hidup bertahun-tahun bahkan berabad-abad jika berada dalam kondisi
lingkungan yang normal. Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70oC,
namun spora tetap hidup, spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih
bahkan selama 1 jam lebih. Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora
akan tetap menjadi spora, sampai kondisi lingkungan dianggap menguntungkan,
spora akan tumbuh menjadi satu sel bakteri yang baru dan berkembangbiak secara
normal (Volk & Wheeler, 1988).
B.
Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana bentuk
dari spora pada bakteri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Morfologi dan Pengecatan
Lensa objektif
|
Pembesaran
|
Diameter bidang penglihatan
|
Objektif 16 mm (2/3 in)
|
100
|
2,10 mm
|
Objektif 4 mm (1/6 in)
|
440
|
0,40 mm
|
Objektif rendam minyak 1,8 mm (1/12 in)
|
950
|
0,20 mm
|
Bakteri adalah
makhluk hidup yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Untuk
menyelidiki ukuran bakteri, dalam pemeriksaan mikrobiologis biasanya digunakan
satuan micron (diberi symbol huruf µm), seperti pada pengukuran virus. Bakteri
yang biasa diteliti di laboratorium kebanyakan berukuran antara 0,5-2 µm
lebarnya dan 1-5 µm panjangnya. Dahulu pengukuran ini dilakukan dengan jalan
membandingkan ukuran butir darah merah, yang pada waktu itu sudah diketahui
besarnya. Sekarang pengukuran yang lebih tepat dilakukan dengan alat micrometer
yang diletakkan pada lensa ukuler, dan skala yang terdapat pada micrometer ini
dibandingkan dengan micrometer yang
diletakkan pada kaca objek (stage micrometer). Di samping itu bidang penglihatan
dapat ditaksir dlam pembesaran yang diperoleh dari mikroskop yang digunakan seperti
table berikut ini
Bacillus cereus telah
dikenali sebagai salah satu penyebab keracunan pada makanan sejak tahun 1955,
sejak saat itu mikroorganisme ini telah menarik banyak perhatian dan menjadi
salah satu penyebab keracunan pada pangan yang termasuk sering ditemukan.
Sekitar 5% dari semua kasus keracunan pangan di Eropa tahun 1990 yang telah
dilaporkan ke World Health Organization Survaillance Programme disebabkan
oleh Bacillus cereus (WHO, 1990). Menurut data kasus jumlah
minimal Bacillus cereus yang dapat menimbulkan keracunan pada
pangan adalah sekitar 105 sel / gram
pangan (CDCP, 1979) Berikut ini
merupakan klasifikasi dari Bacillus cereus:
1. Kingdom : Bacteria
2. Phylum : Firmicutes
3. Class : Bacilli
4. Order : Bacillales
5. Family
: Bacillaceae
6. Genus : Bacillus
7. Spesies : Bacillus cereus
B. Karakteristik
umum
Bacillus
cereus merupakan golongan bakteri
Gram-positif (bakteri yang
mempertahankan zat
warna kristal violet sewaktu proses pewarnaan Gram),
aerob fakultatif (dapat menggunakan oksigen tetapi dapat juga menghasilkan
energi secara anaerobik),
dan dapat membentuk spora (endospora). Spora Bacillus cereus lebih
tahan pada panas kering daripada pada panas lembab dan dapat bertahan lama pada
produk yang kering. Selnya berbentuk batang besar (bacillus) dan sporanya tidak
membengkakkan sporangiumnya.
Bentuk
spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang, hal ini bergantung pada
spesies. Endospora ada yang lebih kecil dan ada pula yang lebih besar daripada
diameter sel induk. (Dwidjoseputro, 2001). Letak endospora di dalam sel serta
ukurannya selama pembentukannya tidaklah sama bagi semua spesies. Sifat-sifat
dan karakteristik-karakteristik lainnya, termasuk sifat-sifat biokimia,
digunakan untuk membedakan dan menentukan keberadaan Bacillus cereus. Organisme-organisme ini dapat
dibedakan berdasarkan pada motilitas / gerakan (kebanyakan Bacillus cereus motil / dapat bergerak),
keberadaan kristal racun (pada Bacillus thuringiensis ),
kemampuan untuk menghancurkan sel darah merah (aktivitas hemolytic) (Bacillus cereus dan
lainnya bersifat beta haemolytic sementara Bacillus anthracis tidak bersifat hemolytic), dan pertumbuhan rhizoid (struktur seperti akar), yang merupakan
sifat khas dari Bacillus cereus var. mycoides .
1.
Tipe
Keracunan
Keracunan akan timbul jika seseorang
menelan makanan atau minuman yang mengandung bakteri atau bentuk sporanya,
kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau
seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut. Ada dua
tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang
menyebabkan diare (disebabkan oleh protein dengan berat molekul besar) dan
toksin yang menyebabkan muntah atau emesis (disebabkan oleh peptida tahan panas
dengan berat molekul rendah). Gejala keracunannya, yaitu:
a.
Tipe penyebab diare (diarrheal form)
atau Long Incubation,
Tipe ini merupakan tipe yang paling
ditemukan kasusnya dan terjadi bila seseorang mengalami keracunan yang
disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka gejala yang timbul berhubungan
dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual, nyeri perut seperti kram,
diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan yang telah
terkontaminasi Bacillus cereus. Rasa mual mungkin seringkali
terjadi untuk tipe kasus ini akan tetapi jarang terjadi muntah atau emesis.
Kasusnya hampir mirip dengan keracunan makanan yang disebabkan oleh Clostridium
perfringens. Pada sebagian besar kasus gejala-gejala ini akan tetap
berlangsung selama 12 – 24 jam tetapi untuk beberapa kasus akan lebih lama
(Lancette dan Harmon, 1980).
b.
Tipe penyebab muntah (emetic form)
atau Short Incubation,
Bila seseorang mengalami keracunan
yang disebabkan oleh toksin penyebab muntah, gejala yang timbul akan bersifat
lebih parah dan akut serta berhubungan dengan saluran pencernaan bagian atas,
berupa mual dan muntah yang dimulai 1 – 6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
terkontaminasi oleh Bacillus cereus. Kadang-kadang kram perut dan /
atau diare dapat juga terjadi. Umumnya gejala terjadi selama kurang dari 24
jam. Kasusnya mirip dengan keracunan makanan yang disebabkan oleh Staphylococcus
aureus (staph) dalam hal gejala dan waktu inkubasinya. Beberapa
strain Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis telah diisolasi dari
kambing dan ayam yang dicurigai menjadi penyebab kasus keracunan makanan.
Organisme-organisme ini menghasilkan racun yang sangat tahan panas yang mungkin
mirip dengan racun penyebab muntah yang diproduksi oleh Bacillus cereus.
C. Pewarnaan
Spora
Spora bakteri adalah endospora. Endospore tersebut
dapat mudah dilihat sebagai benda-benda intraseluler yang refraktil dalam
suspense sel yang tidak dicat atau sebagai daerah kosong (tidak berwarna) dalam
preparat yang dicat secara konvensional. Dinding spora itu relatif tidak permeable,
tetapi zat-zat warna dapat diserapkan ke dalamnya dengan jalan memanaskan
preparat tersebut. Sifat tidak permeable ini mencegah dekolorisasi spora oleh
alcohol bila diperlakukan dalam waktu yang sama. Seperti pada dekolorisasi sel
– sel vegetative. Bagian vegetative sel ini dapat dicat dengan warna kontras.
Spora biasanya dicat dengan zat warna hijau malakhit atau karbolfuksin.
Beberapa macam cara pengecatan spora adalah sebagai
berikut :
Cara pengecatan spora menurut klein
1. Biakan bakteri berspora yang berumur 48-72 jam
disuspensi dalam larutan garam fisiologis.
2. Ke dalam suspensi tersebut ditambahkan larutan
karbolfuksin, kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 80oC
selama 10 menit.
3. Dari suspensi yang berwarna ini dibuat film yang
tipis diatas kaca objek, setelah kering difiksasi.
4. Selanjutnya preparat dicelupkan beberapa detik
dalam asam sulfat 1%, disusul dengan pencucian dengan air.
5. Akhirnya dicat dengan larutan metilen biru (methylen
blue) selama 3 menit, dicuci dengan air dan dikeringkan.
Hasil pengecatan : spora berwarna merah dan sel
bakteri berwarna biru.
Pengecatan spora dengan cara lain
1. Pengecatan Zielh-Neelsen dengan sedikit modifikasi.
Dalam hal ini dekolorisasi hanya dilakukan dengan alcohol. Hasil pengecatannya
adalah spora berwarna merah dan sel bakteri berwarna biru.
2. Film preparat disiram dengan lauran hijau malakhit
jenuh (kira-kira 7,6%) dan ditunggu selama 10 menit sambil sewaktu-waktu
dipanaskan, kemudian dicuci dengan air selama 10 detik. Pengecatan dilanjutkan
dengan larutan safranin dalam air (0,25%) selama 15 detik. Akhirnya dicuci
dengan air dan keringkan. Hasil pengecatan adalah spora berwarna hijau dan sel
berwarna merah.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam mempelajari spora dari preparat pengecatan adalah
sebagai berikut.
1.
Letak
spora dalam sel kemungkinan adalah sebagai terminal, subterminal atau sentral.
2.
Bentuk
spora bulat atau lonjong.
3. Adanya spora dapat mengubah bentuk sel. Dalam hal
letak spora terminal, bila terdapat spora yang mengubahbentuk bakteri, dan
spora menonjol keluar, maka bentuknya seperti pemukul tambur (Clostridium
tetani). Bila letaknya sentral atau subterminal, dan diameter spora lebih
besar dari diameter sel bakteri, maka bentuknya seperti kumparan. Pembentukan
spora bakteri hanya terdapat pada beberapa spesies saja, khususnya yang
termasuk family Bacillaceae. Family ini terdiri dari tiga genera, yaitu
sebagai berikut.
a.
Genus Bacillus
atau Sporolactobacilus yang hidupnya aerob.
b.
Genus Clostridium
yang hidupnya anaerob.
c.
Genus Sporosarcina
dari golongan kokus yang aerob.
Hubungan antara bakteri berspora dengan kehidupan
manusia adalah bahwa jenis-jenis bakteri ini dapat menimbulkan penyakit dan
mengkontaminasi makanan, sehingga menimbulkan perubahan pada sifat asli
makanan, sehingga menimbulkan keracunan makanan, dan sebagainya.
Masalah lain yang perlu diperhatikan adalah
kecenderungan mikroorganisme berspora kehilangan kesanggupannya membentuk
spora. Keadaan tidak berspora ini dapat bersifat tetap, tetapi dapat pula
merupakan reaksi sementara terhadap lingkungan. Sebab-sebabnya belum banyak
diketahui, medium pembiakan yang mengandung ekstrak tanah umumnya dapat
mengembalikan sifat-sifatnya semula.
BAB III
METODE KERJA
A. Waktu
& Tempat
Ruang
laboratorium gedung A, 07-02-2018
B. Alat
& Bahan
1.
Biakan
bakteri F (Bacillus sp.) umur 1 hari
2.
Jarum
ose
3.
Kaca
objek
4.
Cover
glass
5.
Bunsen
6.
Kertas
saring
7.
Mikroskop
C. Reagen
1.
NaCl
streril
2.
Larutan
Malachite dan Safranin
D. Prinsip
Pemanasan akan mengembangkan lapisan
luar spora sehingga zat warna utama dapat masuk ke dalam spora sehingga
berwarna hijau melalui pendinginan warna utama akan terperangkap didalam spora
dengan pencucian zat warna utama yang ada pada sel vegetative akan terlepas
sehingga pada saat pewarnaan kedua (safranin), sel vegetative akan berwarna
merah.
E. Cara
Kerja
1.
Bersihkan
kaca benda, letakkan 1 ose suspensi bakteri (Bacillus sp.) , ratakan lalu biarkan mongering kemudian fiksasi di
atas Bunsen.
2.
Tutupi
sediaan dengan kertas saring lalu letakkan di atasnya larutan Malachit Green
hingga terserap oleh kertas saring, biarkan selama 1-2 menit.
3.
Buka
kertas saring lalu bilas dengan aquades mengalir dan kering anginkan.
4.
Amati
hasil pewarnaan di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 × 10 hingga 100 × 10.
Perhatikan dan gambarkan morfologi serta warna bakteri
F. Interpretasi
Hasil
1.
(+)
Positif : Terdapat spora
2.
(-)
Negatif : Tidak terdapat spora
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN
A. Hasil
![]() |
Didapatkan hasil dari praktikum pada pemeriksaan bakteri dengan menggunakan pewarnaan spora yaitu positif (+) karena terdapat spora yang berwarna hijau dengan bentuk bulat atau lonjong.
![]() |
Tabel hasil pengamatan
pewarnaan:
Teknik Pewarnaan
|
Pengamatan
|
Pewarnaan spora
|
Keterangan :
·
Perbesaran
100 × 10
·
Berwarna
hijau
·
Berbentuk
coccus
|
B. Pembahasan
Spora bakteri adalah endospora. Endospora tersebut
dapat mudah dilihat sebagai benda-benda intraseluler yang refraktil dalam
suspense sel yang tidak dicat atau sebagai daerah kosong (tidak berwarna) dalam
preparat yang dicat secara konvensional. Bentuk spora ada yang bulat, ada pula
yang bulat panjang, hal ini bergantung pada spesies. Endospora ada yang lebih
kecil dan ada pula yang lebih besar daripada diameter sel induk.
(Dwidjoseputro, 2001). Letak endospora di dalam sel serta ukurannya selama
pembentukannya tidaklah sama bagi semua spesies. Sebagai contoh, beberapa spora
adalah sentral yaitu dibentuk di tengah-tengah sel, yang lain terminal yaitu
dibentuk di ujung; dan yang lain lagi subterminal yaitu di dekat ujung.
(Pelczar,1986)
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk
spora. Spora dihasilkan di dalam tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada
di bagian tengah (central), ujung (terminal) ataupun tepian sel. Pelczar
(1986), menyatakan bahwa spora merupakan tubuh bakteri yang secara metabolik
mengalami dormansi, dihasilkan pada faselanjut dalam pertumbuhan sel bakteri
yang sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif. Spora bersifat tahan terhadap
tekanan fisik maupun kimiawi. Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora
ini, bakteri tersebut dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim. Bakteri yang
dapat membentuk endospore ini dapat hidup dan mengalami tahapan-tahapan
pertumbuhan sampai beberapa generasi, dan spora terbentuk melalui sintesis
protoplasma baru di dalam sitoplasma sel vegetatifnya. (Menurut Pelczar, 1986).
Dinding spora itu relatif tidak permeable, tetapi
zat-zat warna dapat diserapkan ke dalamnya dengan jalan memanaskan preparat
tersebut. Sifat tidak permeable ini mencegah dekolorisasi spora oleh alkohol
bila diperlakukan dalam waktu yang sama. Seperti pada dekolorisasi sel – sel
vegetative. Bagian vegetative sel ini dapat dicat dengan warna kontras. Spora
biasanya dicat dengan zat warna hijau malakhit atau karbolfuksin.
Beberapa macam cara pengecatan spora adalah sebagai
berikut :
Cara
pengecatan spora menurut klein
1. Biakan bakteri berspora yang berumur 48-72 jam
disuspensi dalam larutan garam fisiologis.
2. Ke dalam suspensi tersebut ditambahkan larutan
karbolfuksin, kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 80oC
selama 10 menit.
3. Dari suspensi yang berwarna ini dibuat film yang
tipis diatas kaca objek, setelah kering difiksasi.
4. Selanjutnya preparat dicelupkan beberapa detik
dalam asam sulfat 1%, disusul dengan pencucian dengan air.
5. Akhirnya dicat dengan larutan metilenbiru
(methylenblue) selama 3 menit, dicuci dengan air dan dikeringkan.
Hasil
pengecatan : spora berwarna merah dan sel bakteri berwarna biru.
Pengecatan spora dengan cara lain
1. Pengecatan Zielh-Neelsen dengan sedikit modifikasi.
Dalam hal ini dekolorisasi hanya dilakukan dengan alcohol. Hasil pengecatannya
adalah spora berwarna merah dan sel bakteri berwarna biru.
2. Film preparat disiram dengan lauran hijau malakhit
jenuh (kira-kira 7,6%) dan ditunggu selama 10 menit sambil sewaktu-waktu
dipanaskan, kemudian dicuci dengan air selama 10 detik. Pengecatan dilanjutkan
dengan larutan safranin dalam air (0,25%) selama 15 detik. Akhirnya dicuci
dengan air dan keringkan. Hasil pengecatan adalah spora berwarna hijau dan sel
berwarna merah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari
spora dari preparat pengecatan adalah sebagai berikut.
1.
Letak
spora dalam sel kemungkinan adalah sebagai terminal, subterminal atau sentral.
2.
Bentuk
spora bulat atau lonjong.
3. Adanya spora dapat mengubah bentuk sel. Dalam hal
letak spora terminal, bila terdapat spora yang mengubahbentuk bakteri, dan
spora menonjol keluar, maka bentuknya seperti pemukul tambur (Clostridium
tetani). Bila letaknya sentral atau subterminal, dan diameter spora lebih
besar dari diameter sel bakteri, maka bentuknya seperti kumparan.
Pembentukan spora bakteri hanya terdapat pada
beberapa spesies saja, khususnya yang termasuk family Bacillaceae.
Family ini terdiri dari tiga genera, yaitu sebagai berikut.
1. Genus Bacillus atau Sporolactobacilus
yang hidupnya aerob.
2. Genus Clostridium yang hidupnya anaerob.
3. Genus Sporosarcina dari golongan kokus yang
aerob.
Hubungan antara bakteri berspora dengan kehidupan
manusia adalah bahwa jenis-jenis bakteri ini dapat menimbulkan penyakit dan
mengkontaminasi makanan, sehingga menimbulkan perubahan pada sifat asli
makanan, sehingga menimbulkan keracunan makanan, dan sebagainya. Masalah lain
yang perlu diperhatikan adalah kecenderungan mikroorganisme berspora kehilangan
kesanggupannya membentuk spora. Keadaan tidak berspora ini dapat bersifat
tetap, tetapi dapat pula merupakan reaksi sementara terhadap lingkungan.
Sebab-sebabnya belum banyak diketahui, medium pembiakan yang mengandung ekstrak
tanah umumnya dapat mengembalikan sifat-sifatnya semula. Pewarnaan spora
merupakan pewarnaan dengan menggunakan malachite green dan safranin, yang dalam
hasil pewarnaannya akan muncul warna hijau pada sporanya, serta warna merah
pada sel vegetatifnya yaitu pada Bacillus cereus.
Pertama yang dilakukan adalah membuat suspensi
bakteri yang terdiri dari biakan dan NaCl fisiologis di tabung reaksi. Kemudian
pindahkan secukupnya biakan bakteri dari tabung reaksi ke objek glass
menggunakan ose, ratakan lalu ditunggu hingga mongering kemudian fiksasi diatas
Bunsen. Lalu letakkan di rak pewarnaan, genangi sediaan dengan Malachite Green
biarkan selama 1-2 menit. Lalu bilas dengan air mengalir secara perlahan dan
hati-hati. Kemudian di genangi dengan safranin selama 1-2 menit. Kemudian bilas
dengan air mengalir secara perlahan, dan kering anginkan. Amati hasil pewarnaan
dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 × 10 hingga 100 × 10. Perhatikan dan
gambarkan morfologi serta warna bakteri.
Dari praktikum yang dilakukan yaitu mengenai
pewarnaan spora didapatkan hasil : pada praktikum ini dilakukan pewarnaan
bakteri berupa pewarnaan spora. Dari hasil pewarnaan spora dengan perbesaran
100 × 10 terlihat bakteri berwarna merah dengan bentuk basil. Letak sporanya
berada pada subterminal berwarna hijau dengan bentuk coccus.
Beberapa faktor kesalahan pada praktikum antara lain
pemberian zat warna yang berlebihan sehingga sel bakteri kurang terlihat serta
proses pencucian atau terlalu deras dalam membilas zat warna dengan air
sehingga dapat menyebabkan bakteri larut terbawa air.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu
pewarnaan spora pada bakteri Bacillus cereus ditemukan spora yang
berwarna hijau dengan bentuk coccus dan sel bakteri berwarna merah serta
berbentuk basil. Dan Bentuk spora itu sendiri ada yang bulat, ada pula yang
bulat panjang, hal ini bergantung pada spesies. Endospora ada yang lebih kecil
dan ada pula yang lebih besar daripada diameter sel induk. (Dwidjoseputro,
2001)
B. Saran
Sebaiknya menggunakan APD dengan
lengkap karena saat pengerjaan berkontak langsung dengan biakan bakteri, agar
tidak terjadi kontaminasi serta kecelakaan kerja. Setelah mempelajari tentang
pewarnaan kapsul ini sekiranya kita dapat memanfaatkan memahami semaksimal
mungkin materi ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Adelberg,
Melnick, & Jawetz. 2002. Mikrobiologi
Kedokteran Edisi 25. Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Irianto,
Koes. 2014. Bakteriologi Medis, Mikologi
Medis, dan Virologi Medis (Medical Bacteriology, Medical Micology, and Medical
Virologi). Bandung. Alfabeta, cv. IKAPI.
Arrachman,
Khairunnisa. 2016. Jurnal Mikrobiologi
Pewarnaan. Semarang. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Ramdan,
Imam. 2011. Jurnal Pewarnaan Bakteri.
Bandung. Politeknik Tedc Bandung. Teknik Kimia.
No comments:
Post a Comment