Follow Me @deeres_

Sunday, June 2, 2019

MAKALAH HITUNG JENIS LEUKOSIT II HEMATOLOGI


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Pemeriksaan hematologi merupakan bagian kelompok pemeriksaan laboratorium klinik yang terdiri dari beberapa macam pemeriksaan seperti kadar hemoglobin, hitung jumlah leukosit, eritrosit, trombosit, laju endap darah (LED) sediaan apus darah tepi, hematokrit, retikulosit dan pemeriksaan hemostasis. (Wirawan, et al: 1996)
Pemeriksaan hitung jenis leukosit (diferential counting) digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis leukosit. Terdapat 5 jenis leukosit yang masing-masing memiliki fungsi yang khusus. Sel-sel itu adalah neutrofil, limfosit, monosit, eusinofil, dan basofil. (Freud, 2012)
Hitung jenis leukosit dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara. Pada diagnosis rutin pemeriksaan hitung jenis leukosit dilakukan dengan mesin penghitung sel. Teknologi yang digunakan untuk pemeriksaan hitung jenis bergantung pada tipe mesin, dengan mengenali berbagai karakteristik sel, seperti ukuran, pembiasaan optik, impedansi, dan sebagian juga menurut ulasan sitokimiawi. Namun bila hal tersebut berkenaan dengan pengenalan sel-sel patologis, validitas jenis pemeriksaan diferensiasi tersebut sebagian besar terbatas. Karena itu penilaian morfologis sediaan apus darah dengan menggunakan mikroskop masih menjadi dasar diagnosis hematologi. (Freud, 2012)
Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dengan cara otomatis yang menggunakan alat Hematologi Analyzer berkerja berdasarkan beberapa prinsip diantaranya Impedance dan laser based (Opical) Flocytometry. Pada Impedance Flocytometry, jenis-jenis leukosit dibedakan menurut ukurannya saja, sehingga hanya bisa membedakan 3 (tiga) jenis leukosit yaitu sel yang berukuran kecil dimasukan kedalam kelompok limfosit, sel yang berukuran besar dimasukan kelompok granulosit dan sel yang berukuran sedang dimasukan kedalam kelompok mid-cell. Pada lase-based flocytometri, untuk membedakan sel-sel darah putih selain berdasarkan ukuran sel juga berdasarkan granula yang komplek dari masing-masing sel sehingga teknik ini dapat membedakan seluruh jenis leukosit yang ada pada darah.
Pada kondisi di lapangan tidak semua pemeriksaan hitung jenis leukosit berlangsung lancar seperti yang diharapkan. Terkadang alat ini dapat membaca karena berbagai faktor sehingga diperlukan teknik lain, teknik lain yang digunakan untuk melakukan perhitungan jenis leukosit adalah dengan cara manual yaitu dengan membuat sediaan apus darah tepi. Pembuatan preparat sediaan apus darah adalah untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, trombosit, dan mencari adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain sebagainya. Bahan pemeriksaan yang digunakan biasanya adalah darah kapiler tanpa anti koagulan atau darah vena dengan antikoagulan EDTA dengan perbandingan 1mg/cc darah. (Wahid, 2008)

1.2  TUJUAN
1)      Untuk mengetahui pengertian dari hitung jenis leukosit
2)      Untuk mengetahui jenis-jenis leukosit.
3)      Untuk mengetahui kelainan pada hitung jenis leukosit.
4)      Untuk mengetahui macam-macam jenis hitung leukosit.
5)      Untuk mengetahui pemeriksaan apa saja yang digunakan pada pemeriksaan hitung jenis leukosit
6)      Untuk mengetahui prosedur kerja dari hitung jenis leukosit













BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN HITUNG JENIS LEUKOSIT (Differential Count)
Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem yang ada didalam tubuh. Hitung jenis leukosit adalah perhitungan jenis yang ada dalam darah berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit.
Sel darah putih (leukosit) dapat dibagi menjadi dua kelompok besar – fagosit dan imunosit. Granulosit, yang mencakup tiga jenis sel-metrofil (polimorfonuclear), eosinofil, dan basofil - bersama dengan monosit membentuk kelompok fagosit. Perkembangan dan fungsi normal, serta kelainan leukosit yang sifatnya jinak. hanya sel fagosit dan limfosit matur yang ditemukan dalam darah tepi normal. Limfosit, sel rekursornya, dan sel plasma yang membentuk populasi imunosit.

B.     JENIS LEUKOSIT
Leukosit memiliki beberapa macam jenis sel yang dapat diidentifikasi secara mikroskopik berdasarkan urutan, bentuk inti (nucleus ), dan granula dalam sitoplasma. Berdasarkan tempatnya butiran atau granula dalam sitoplasmanya, leukosit terbagi menjadi 2 yaitu:
1.      Granulosit
Granulosit yaitu leukosit yang ditandai dengan kehadiran butiran dalam sitoplasma bila dilihat dengan mikroskop cahaya. Ada tiga jenis granulosit yaitu, eosinofil, basofil, dan neutrofil. Yang diwarnai sesuai sifat pewarnaan.
a.       Neutrofil (sel polimorf)
Netrofil adalah bagian sel darah putih dari kelompok granulosit. Bersama dengan dua sel granulosit lain: eusinofil dan basofil yang mempunyai granula pada sitoplasma, disebut juga polymorphonuclear karena bentuk inti sel mereka yang aneh. Granula neutrofil berwarna merah kebiruan dengan tiga inti sel. Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dan prooses peradangan kecil lainnya, serta menjadi sel yang pertama hadir ketika terjadi infeksi disuatu tempat. Dengan sifat pagositik yang mirip dengan makrofag, neutrofil menyerang patogen dengan serangan respiratori menggunakan berbagai macam substansi beracun yang mengandung bahan pengoksidasi kuat, termasuk hidrogen peroksida, oksigen radikal bebas, dan hipoklorit.
Sel ini mempunyai inti padat khas yang terdiri atas 2 – 5 lobus, dan sitoplasma yang pucat dengan garis batas tidak beraturan mengandung banyak granula merah muda – biru (azurofilik) atau kelabu – biru. Granula tersebut dibedakan menjadi granula primer yang tampak pada stadium promielosit, dan sekunder (spesifik) yang tampak pada periode milosit dan dominan pada netrofil matur. Kedua jenis granula berasal dari lisosom. Granula primer mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam, dan hidrolase asam lainnya, sementara granula sekunder mengandung polagenase, laktoferin, dan lisozim. Lama hidup neutrofil dalam darah hanya sekitar 10 jam.
Rasio sel darah putih dari netrofil umumnya mencapai 50 – 60%. Sumsum tulang normal orang dewasa memproduksi setidaknya 100 miliyar neutrofil sehari, dan meningkat menjadi 10x lipatnya juga terjadi inflamasi akut. Setelah lepas dari sumsum tulang, neutrofil akan mengalami 6 tahap morfologis: mielocid, metamilocid, neutrofil non segmen (band), neutrofil segmen. Neutrofil segmen merupakan sel aktif dengan kapasitas penuh, yang mengandung granula sitoplasmid (primer atau azurofil, sekunder, atau spesifik) dan inti sel berongga yang kaya kromatin. Sel neutrofil yang rusak terlihat sebagai nanah.

b.      Basofil
Basofil adalah granulosit dengan populasi paling minim, yaitu sekitar 0,01 – 0,3 % dari sirkulasi sel darah putih. Basofil mengandung banyak granula sitoplasmid dengan dua lobus. Seperti granulosit lain, basofil dapat tertarik keluar menuju jaringan tubuh dalam kondisi tertentu. Saat teraktivasi, basofil mengeluarkan antara lain histamin, heparin, konroitin, elastase, dan lisofosfolipase, leukotriena dan beberapa macam sitokina. Basofil memainkan peran dalam reaksi alergi (seperti asma).
Sel ini jarang ditemukan dalam darah tepi normal. Sel ini mempunyai banyak granula sitoplasma yang gelap, serta mengandung heparin dan histamin. Didalam jaringan, basofil berubah menjadi sel mast. Basofil mempunyai tempat perlekatan imunoglobulin E (IgE) dan degranulasinya disertai dengan pelepasan histamin.

c.       Eosinofil
Eosinofil adalah sel darah putih dari kategori granulosit yang berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan parasit multiseluler dan beberapa infeksi pada makhluk vertebrata. Bersama sama dengan sel biang, eosinofil juga ikut mengendalikan mekanisme energi. Eosinofil terbentuk pada proses haematopoiesis yang terjadi pada sumsum tulang sebelum bermigrasi kedalam sirkulasi darah.
Eosinofil mengandung sejumlah zat kimiawi antara lain histamin, eosinofil, peroksidase, ribonuklease, deoksiridonuklease, lipase, [plasminogen] dan beberapa asam amino yang dirilis melalui proses degranulasi setelah eosinofil teraktifasi. Zat zat ini bersifat toksin terhadap parasit dan jaringan tubuh. Eosinofil merupakan sel substrat peradangan dalam reaksi alergi. Aktifasi dan pelepasan racun oleh eosinofil diatur dengan ketat untuk mencegah penghancuran jaringan yang tidak diperlukan. Individu normal mempunyai rasio eosinofil sekitar 1-6 % terhadap sel darah putih dengan ukuran sekitar 12 – 17 mikrometer.
Eosinofil dapat di temukan pada medula oblogata dan sambungan antara korteks otak besar dan timus, dan didalam saluran pencernaan, ovarium, uterus, limfa dan lyemph nodes. Tetapi tidak dijumpai di paru, kulit, esofagus dan organ dalam lainnya, pada kondisi normal, keberadaan eosinofil pada area ini sering merupakan pertanda adanya suatu penyakit. Eosinofil dapat bertahan dalam sirkulasi darah selama 8 – 12 jam, dan bertahan lebih lama sekitar 8 – 12 hari didalam jaringan apabila tidak terdapat stimulasi.
Eosinofil mirip dengan neutrofil, kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar, lebih berwarna merah tua, dan jarang dijumpai lebih dari 3 logus inti, mielosit eosinofil dapat dikenali, tetapi stadium yang lebih awal tidak dapat dibedakan dari recursor netrofil. Waktu transit eosinofil dalam darah lebih lama dari netrofil. Sel ini memasuki eksudat inflamatorik dan berperan khusus dalam respons alergi, pertahanan terhadap parasit, dan pembuangan fibrin yang terbentuk selama inflamasi.

2.      Agranulosit
Agranulosit ditandai dengan ketiadaan jelas butiran dalam sitoplasma. Agranulosit terbagi atas dua yaitu: limfost dan monosit.
a.       Limfosit
Limfosit adalah sejenis sel darah putih dalam sitem kekebalan makhluk vertebrata. Ada dua kategori besar limfosit, limfosit berukuran besar (large granular lympochytes) dan limfosit kecil. Limfosit memiliki peranan penting dan terpadu dalam sistem pertahanan tubuh.
Limfosit dibuat di sumsum tulang hati (fetus) dengan bentuk awal yang sama tetapi kemudian berdifirensiasi. Limfosit dapat menghasilkan antibodi pada anak-anak dan akan meningkat seiring tambahnya usia.
Limfosit juga merupakan sel yang berkompeten secara imonologi dan membantu fagosit dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi dan invasi asing lain. Dua ciri unik yang khas untuk sistem imun adalah kemampuan untuk menimbulkan spesifisitas antigenik dan fenomena memori imunologi.

b.      Monosit
Monosit adalah kelompok darah putih yang menjadi bagian dari sistem kekebalan. Monosit dapat dikenali dari warna inti selnya. Pada saat terjadi peradangan monosit:
1)      Bermigrasi menuju lokasi infeksi
2)      Mengganti sel makrofag dan DC yang rusak atau bermigrasi, dengan membela diri atau berubah menjadi salah satu sel tersebut.
Monosit diproduksi didalam sumsum tulang dari sel punca haematopoetik yang disebut monoblas. Setengah jumlah produksi tersimpan didalam limpa pada bagian pulpa. Monosit terkulasi dalam peredaran darah dengan rasio plasma 3-5% selama 1-3 hari, kemudian bermigrasi ke seluruh jaringan tubuh. Sampai di jaringan, monosit akan menjadi matang dan terdiferensiasi menjadi beberapa jenis makrofag, sel dendritik, dan osteoklas.
Umumnya terdapat 2 pengelompokan makrofag berdasarkan aktifasi monosit, yaitu makrofag hasil aktifasi hormon M-CSF dan hormon GM-CSF. Makrofag M-CSF mempunyai sitoplasma yang lebih besar kapasitas fagositas yang lebih tinggi dan lebih tahan terhadap infeksi virus stomatitis vesikular. Kebalikannya, makrofag GM-CSF lebih bersifat sitotoksik terhadap sel yang tahan terhadap sitokina jenis TNF, mempunyai ekspresi MHC kelas II lebih banyak dan sekresi PGE yang lebih banyak dan teratur. Setelah itu, turunan jenis makrofag akan ditentukan lebih lanjut oleh stimulan lain seperti jenis horomon dari kelas interferon dan kelas TNF. Stimulasi hormon sitokina jenis GM-CSF dan IL-4 akan mengaktifasi monosit dan makrofag untuk menjadi sel dendritik.
Monosit biasanya berukuran lebih besar dari leukosit darah tepi lainnya dan mempunyai inti sentral berbentuk lonjong atau berlekuk dengan kromatin yang menggumpal. Sitoplasma-nya yang banyak berwarna biru dan mengandung banyak vakuol halus, sehingga memberikan gambaran kaca asah ( ground-glass appearance). Granula sitoplasma juga sering dijumpai.prekursor monosit dalam sumsum tulang (monoblas dan promonosit) sulit dibedakan dari mieloblas dan monosit.
C.    KELAINAN
Penyebab leukositosis berdasarkan hitung jenis (Anonim, 2010):
1.      Neutrofilia
Adalah suatu keadaan dimana jumlah neutrofil melebihi nilai normal. Penyebab biasanya adalah infeksi bakteri, keracunan bahan kimia dan logam berat, gangguan metabolik seperti uremia, nekrosia jaringan, kehilangan darah dan kelainan mieloproliferatif.
Rangsangan yang menimbulkan neutrofilia dapat mengakibatkan dilepasnya granulosit muda ke peredaran darah dan keadaan ini disebut pergeseran ke kiri atau shift to the left.
Pada infeksi ringan atau respons penderita yang baik hanya dijumpai neutrofilia ringan dengan sedikit sekali pergeseran ke kiri. Infeksi tanpa neutrofilia atau dengan neutrofilia ringan disertai banyak sel muda menunjukan infeksi yang tidak teratasi atau respons penderita yang kurang.
Pada infeksi berat dan keadaan toksik dapat dijumpai tanda degenerasi, yang sering dijumpai pada netrofil adalah granula yang lebih kasar dan gelap yang disebut granula toksik. Disamping itu dapat dijumpai inti piknotik dan vakuolisasi baik pada inti maupun sitoplasma.

2.      Eosinofilia
Adalah suatu keadaan dimana jumlah eosinofil melebihi nilai normal. Eosinofilia dijumpai pada keadaan alergi. Histamin yang dilepaskan pada reaksi antigen-antibodi merupakan substansi khemotaksis yang menarik eosinofil. Penyebab lain dari eosinofilia adalah penyakit kulit kronik, infeksi dan infestasi parasit, kelainan hemopoiesis seperti polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik.

3.      Basofilia
Adalah suatu keadaan dimana jumlah basofil melebihi nilai normal. Basofilia sering dijumpai pada polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik. Pada penyakit alergi seperti eritroderma, urtikaria pigmentosa dan kolitis ulserativa juga dapat dijumpai basofilia. Pada reaksi antigen-antibodi basofil akan melepaskan histamin dan granulanya.

4.      Limfositosis
Adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah limfosit melebihi nilai normal. Limfositosis dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti mobili, mononukleosis infeksiosa; infeksi kronik seperti tuberculosis, sifilis, pertusis dan oleh kelainan limfoproliferatif seperti leukemia limfositik kronik dan makroglobulinemia primer.

5.      Monositosis
Adalah suatu keadaan dimana jumlah monosit melebihi nilai normal. Monositosis dijumpai pada penyakit mieloproliferatif seperti leukemia monositik akut dan leukemia mielomonositik akut; penyakit kolagen seperti lupus eritematosus sistemik dan reumatoid artritis; serta pada beberapa penyakit infeksi baik oleh bakteri,virus,protozoa maupun jamur.

6.      Neutropenia
Adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil kurang dari nilai normal. Penyebab netropenia dapat dikelompkan atas 3 golongan yaitu meningkatnya pemindahan neutrofil dari peredaran darah, gangguan pembentukan neutrofil dan yang terakhir yang tidak diketahui penyebabnya. Beberapa obat seperti aminopirin bekerja sebagai hapten dan merangsang pembentukan antibodi terhadap leukosit. Gangguan pembentukan dapat terjadi akibat radiasi atau obat-obatan seperti kloramfenicol, obat anti tiroid dan fenotiasin; desakan dalam sumsum tulang oleh tumor. Neutropenia yang tidak diketahui sebabnya misal pada infeksi seperti tifoid, infeksi virus, protozoa dan rickettisa; cyclic neutropenia, dan chronic idiophatic neutropenia.

7.      Limfopenia
Pada orang dewasa limfopenia terjadi bila jumlah limfosit kurang dari nilai normal. Penyebab limfopenia adalah produksi limfosit yang menurun seperti pada penyakit hodgkin, sarkoidosis; penghancuran yang meningkat seperti pada thoracic duct drainage dan protein losing enteropathy.

8.      Eosinopenia dan lain-lain
Terjadi bila eosinofil kurang dari nilai normal. Hal ini dapat dijumpai pada keadaan stress seperti syok, luka bakar, perdarahan dan infeksi berat; juga dapat terjadi pada hiperfungsi korteks adrenal dan pengobatan dengan kortikosteroid.
Pemberian epinefrin akan menyebabkan penurunan jumlah eosinofil dan basofil,sedang jumlah monosit akan menurun pada infeksi akut. Walaupun demikian, jumlah basofil, eosinofil, dan monosit yang kurang dari normal kurang bermakna dalam klinik. Pada hitung jenis leukosit pada orang normal, sering tidak dijumlah basofil maupun eosinofil.

D.    MACAM-MACAM HITUNG JENIS LEUKOSIT
Hitung jenis leukosit pada garis besarnya ada 2 macam yaitu :
1.      Cara otomatis
a.       Berdasarkan ukuran sel
Dibedakan menurut ukuran sel limfosit dan milosit setelah dilisiskan dengan saponin. Leukosit di kelompokan dengan 3 kelompok.
-       Sel kecil               : 30-60 fl (limfosit)
-       Sel sedang           : 61-150 fl (monosit,eosinofil,basofil)
-       Sel besar              : >150 fl (netrofil, mielosit, metamielosit,limfosit besar)
Leukosit dikelompokkan menjadi 2, yaitu PMN dan limfosit.
b.      Flow cytometri
Sel leukosit diwarnai dan dikelompokan menjadi neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, limfosit. Jika ada sel-sel muda, alat akan memberikan tanda yang harus dikonfirmasikan dengan sediaan hapus darah (Technicon). Alat yang menggunakan prinsip flow-cytometri dalam waktu 1 menit dapat menghitung 10.000 sel dengan presisi yang tinggi dan dalam waktu yang singkat.
c.       Pattern recognation
Adaptasi dari hitungan jenis visual dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan photosensor dan komputer. Gambaran sel yang ditemukan: ukuran, bentuk, granula, rasio inti dengan sitoplasma, dll dibandingkan dengan gambaran sel yang tersimpan di memori komputer. Alat dengan prinsip ini (Heitz Hematrat, Hitachi 8200) dalam waktu 2-6 menit mampu menghitung 500 sel.

2.      Cara visual
Differential Count (Hitung Jenis Leukosit)
      Untuk melakukan hitung jenis leukosit, pertama membuat sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa, Wright atau May Grunwald. Amati di bawah mikroskop dan hitung jenis-jenis leukosit hingga didapatkan 100 sel. Tiap jenis sel darah putih dinyatakan dalam persen (%). Jumlah absolut dihitung dengan mengalikan persentase jumlah dengan hitung leukosit, hasilnya dinyatakan dalam sel/μL.
      Hitung jenis leukosit dilakukan pada counting area, mula-mula dengan pembesaran 100x kemudian dengan pembesaran 1000x dengan minyak imersi. Pada hitung jenis leukosit hapusan darah tepi yang akan digunakan perlu diperhatikan hapusan darah harus cukup tipis sehingga eritrosit dan leukosit jelas terpisah satu dengan yang lainnya, hapusan tidak boleh mengandung cat, dan eritrosit tidak boleh bergerombol (Ripani,2010).
      Hitung jenis leukosit berbeda tergantung umur. Pada anak limfosit lebih banyak dari neutrofil segmen, sedang pada orang dewasa kebalikannya. Hitung jenis leukosit juga bervariasi dari satu sediaan apus ke sediaan lain, dari satu lapangan ke lapangan lain. Kesalahan karena distribusi ini dapat mencapai 15%. Bila pada hitung jenis leukosit, diperoleh  eritrosit berinti lebih dari 10 per 100 leukosit, maka jumlah leukosit/µl perlu dikoreksi.
Hitung jenis leukosit biasanya dilakukan pada sediaan apus yang dibuat pada kaca objek dengan pewarnaan tertentu. Sediaan apus yang dibuat pada kaca objek dengan pewarnaan tertentu. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit, dan mencari adanya parasit. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik (Arjatmo Tjokronegoro, 1996).
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler  atau vena, yang dihapuskan pada kaca obyek. Pada keadaan tertentu dapat pula digunakan darah EDTA. (Arjatmo Tjokronegoro, 1996).

Kriteria preparat yang baik :
1)      Lebar dan panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda sehingga masih ada tempat untuk pemberian label.
2)      Secara granula penebalannya nampak berangsur-angsur menipis dari kepala ke arah ekor.
3)      Ujung atau ekornya tidak berbentuk bendera robek.
4)      Tidak berulang-ulang karena bekas lemak ada di atas kaca benda.
5)      Tidak terputus-putus karena gerakan gesekan yang ragu-ragu.
6)      Tidak terlalu tebal (karena sudut penggeseran yang sangat kecil) atau tidak terlalu tipis (karena sudut penggeseran yang sangat besar).
7)      Pewarnaan yang baik (Imam Budiwiyono 1995).

Jenis Apusan darah:
a)      Sediaan darah tipis
            Ciri-ciri sediaan apus darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya lebih jelas, dan perubahan pada eritrosit dapat terlihat jelas.
b)      Ciri-ciri sediaan apus darah tebal yaitu lebih banyak membutuhkan darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tipis, jumlah selnya lebih banyak dalam satu lapang  pandang, dan bentuknya tak sama seperti dalam sediaan apus darah tipis (Imam Budiwiyono 1995).

a.       Cara pemeriksaan :
1.      Sediaan apus diletakkan di mikroskop
2.      Diperiksa dengan pembesaran lemah (lensa obyektif 10 kali) untuk mendapatkan gambaran menyeluruh.
3.      Pada daerah yang eritrositnya saling berdekatan adalah daerah yang paling baik untuk melakukan hitungan jenis leukosit. Dengan pembesaran sedang (lensa obyektif 40 kali dan lensa okuler 10kali) dilakukan hitung jenis leukosit, bila diperlukan dapat dilakukan penilaian lebih lanjut dari sediaan apus menggunakan lensa objektif 100kali menggunakan oil imersi.

b.      Interprestasi
Pada berbagai keadaan klinik dapat terjadi kelainan jumlah pada masing-masing jenis leukosit, baik berupa peninggian jumlah atau penurunan jumlah nilai dari normalnya. Peninggian jumlah jenis lekosit dapat disertai atau tanpa disertai peninggian jumlah suatu jenis leukosit tanpa disertai kenaikan jumlah lekosit secara keseluruhan.
Nilai rujukan hasil hitung jenis leukosit
-       Eosinofil              :1 – 3 %
-       Basofil                 : 0 – 1 %
-       Netrofil Batang   : 2 – 6 %
-       Segmen               : 50 – 70 %
-       Limfosit              : 20 – 40 %
-       Monosit               : 2 – 8 %
Untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai komposisi sel darah putih per mm³ darah harus diperhitungkan dengan jumlah absolut.
Ø  Neutrofilia Relatif
Hitung jenis neutrofil                    = 80%
Total Leukosit                               = 4000/µl
Ø  Limfositosis Absolut
Hitung jenis neutrofil                    = 80%
Total leukosit                                 = 13.000/µl
Ø  Neutrofilia Relatif
Hitung jenis neutrofil                    = 80%
Total Leukosit                               = 2000/µl

Neutrofilia relatif menjadi neutropenia jika diperhitungkan dengan jumlah absolut


E.     PEMERIKSAAN
1.      Pemeriksaan dengan pembesaran kecil (objektif 10x).
1.      Penilaian kwalitet apusan darah dan penyebaran sel-sel dalam hapusan.
-          Lapisan darah harus cukup tipis sehingga eritrosit dan leukosit jelas terpisah satu dengan lainnya.
-          Apusan tidak boleh mengandung cat.
-          Eritrosit, leukosit, dan thrombosit harus tercat dengan baik.
-          Leukosit tidak boleh menggerombol pada akhir (ujung) hapusan.
2.      Penafsiran jumlah leukosit dan eritrosit, penaksiran penghitungan differential leukosit dan pemeriksaan apakah sel-sel ada yang abnormal. Dilakukan pada daerah area penghitungan dari bagian hapusan tempat eritrosit terletak berdampingan, tidak tertumpuk. Bila didapatkan 20-30 leukosit perlapamg pandang kira-kira sesuai dengan jumlah leukosit 5.000 dan 40-50 perlapang pandang sesuai dengan leukosit 10.000.

2.      Pemeriksaan  dengan menggunakan minyak imersi (perbesaran 100x)
a.       Eritrosit
Penaksiran jumlahnya dan bagaimana morfologinya. Dilihat adanya eritrosit berinti dan dihitung jumlahnya pada 100 leukosit untuk mengkoreksi hitung leukosit cara Turk.
b.      Leukosit
Penghitungan Differential dan dicari kelainan morfologi. Dihitung dalam 100 sel leukosit dan dilihat adanya kelainan selnya.
c.       Trombosit
Dilihat penyebaran, morfologi dan ukuran selnya. Hapusan yang baik trombosit tidak menggerombol pada bagian akhir hapusan. Nila sukar ditemukan trombosit berarti jumlahnya sedikit, bila terlihat banyak berarti terjadi peningkatan jumlah. Dilihat juga adanya giant cell yang berukuran 6-8 mikron.
d.      Sel abnormal
Pemeriksaan morfologi. Kelainan-kelainan dan variasi dari leukosit, eritrosit, dan trombosit perlu dicatat.

F.     PROSEDUR KERJA
ü  Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit (Differential Count)
1.      Identifikasi dilakukan di daerah penghitungan (counting area) dengan perbesaran lensa objektif 100x
2.      Identifikasi sel dimulai dari satu sisi bergerak ke sisi lain, kemudian kembali ke sisi semula dengan arah zigzag berjarak ±3 lapang pandang.
3.      Untuk memudahkan penghitungan, maka dibuat kotak penghitungan jenis leukosit.
4.      Jenis leukosit yang mula-mula terlihat dimasukkan dalam kolom 1, bila jumlah sel sudah 10 pindah ke kolom 2
5.      Tiap kolom mengandung 10 sel yang sudah diidentifikasi, dan bila ke-10 kolom sudah terisi berarti sudah 100 leukosit yang diidentifikasi dan dihitung.

ü  Pemeriksaan Evaluasi Hapusan Darah Tepi
1.      Disiapkan semua peralatan serta bahan yang telah disediakan.
2.      Ditaruh object glass hapusan darah tepi pada meja mikroskop.
3.      Pemeriksaan dengan pembesaran kecil (objektif 10x)
4.      Dicari lapang pandang pada perbesaran 100x (objektif 100x)
5.      Ditentukan counting area
6.      Dilakukan penafsiran atau kesan jumlah leukosit dengan cara menghitung jumlah leukosit pada 15 lapang pandang, kemudian total jumlah leukosit tersebut dikalikan 300
7.      Dibandingkan hasil yang diperoleh dengan jumlah leukosit normal.
8.      Dilanjutkan dengan pemeriksaan dengan minyak emersi (objektif 100x).

ü  Pemeriksaan Dengan Minyak Emersi (objektif 100x)
1.      Dilakukan pengamatan eritrosit (apakah ada kelainan atau variasi morfologi pada ukuran, warna dan apakah ada sel-sel eritrosit muda).
2.      Dilakukan hitung jenis leukosit (Differential Count) dan melihat apakah ada sel-sel leukosit muda atau abnormal
3.      Dan dilakukan penafsiran jumlah trombosit dengan cara menghitung jumlah trombosit paa 18 lapang pandang, kemudian total jumlah trombosit tersebut dikalikan 1000. Dan dibandingkan hasil yang diperoleh dengan jumlah trombosit normal. Serta diamati pula morfologi trombosit (platelet).


 












BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Hitung jenis leukosit adalah perhitungan jenis yang ada dalam darah berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit. Adapun jenis-jenisnya, leukosit dibagi menjadi 2 jenis yaitu Granulosit yang terdiri dari Neutrofil (sel polimorf), Basofil, Eosinofil, dan Agranulosit yang terdiri dari Limfosit dan Monosit. Adapun kelainan leukositosis berdasarkan hitung jenis meliputi neutrofilia, eosinofilia, basofilia, limfositosis, monositosis, netropenia, limfopenia, eosinopenia dan lain-lain.
Hitung jenis leukosit pada garis besarnya ada dua macam yaitu cara otomatis dan cara visual. Dalam pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat dilakukan pemeriksaan dengan pembesaran kecil (objektif 10x) dan pemeriksaan dengan minyak imersi (objektif 100x). Prosedur kerja hitung jenis leukosit meliputi pemeriksaan hitung jenis leukosit, pemeriksaan evaluasi apusan darah tepi, dan pemeriksaan dengan minyak emersi (objektif 100x).



DAFTAR PUSTAKA
            Arif, Mansyur. 2015. Penuntun Praktikum Hematologi, Makassar: Fakultas            kedokteran UNHAS Makassar.
            Hoffbrand, Pettit. Moss. 2002. Kapita Selekta Hematologi, Jakarta: Penerbit buku             kedokteran EGC.
            Wirawan. 1996
                                                                                             
            Wahid, Ansori, A. 2015. Jurnal Kesehatan Rajawali, Perbandingan Hasil Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit Menggunakan Metode Manual Dengan       Laser-Based    Flowcytometry, (edisi kelima), Bandung: Sekolah Tinggi Ilmu     Kesehatan Rajawali.


No comments:

Post a Comment