BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Pemeriksaan hematologi merupakan bagian kelompok
pemeriksaan laboratorium klinik yang terdiri dari beberapa macam pemeriksaan
seperti kadar hemoglobin, hitung jumlah leukosit, eritrosit, trombosit, laju
endap darah (LED) sediaan apus darah tepi, hematokrit, retikulosit dan
pemeriksaan hemostasis. (Wirawan, et al: 1996)
Pemeriksaan hitung jenis leukosit (diferential
counting) digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis leukosit. Terdapat 5
jenis leukosit yang masing-masing memiliki fungsi yang khusus. Sel-sel itu
adalah neutrofil, limfosit, monosit, eusinofil, dan basofil. (Freud, 2012)
Hitung jenis leukosit dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai cara. Pada diagnosis rutin pemeriksaan hitung jenis
leukosit dilakukan dengan mesin penghitung sel. Teknologi yang digunakan untuk
pemeriksaan hitung jenis bergantung pada tipe mesin, dengan mengenali berbagai
karakteristik sel, seperti ukuran, pembiasaan optik, impedansi, dan sebagian
juga menurut ulasan sitokimiawi. Namun bila hal tersebut berkenaan dengan
pengenalan sel-sel patologis, validitas jenis pemeriksaan diferensiasi tersebut
sebagian besar terbatas. Karena itu penilaian morfologis sediaan apus darah
dengan menggunakan mikroskop masih menjadi dasar diagnosis hematologi. (Freud,
2012)
Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dengan cara
otomatis yang menggunakan alat Hematologi
Analyzer berkerja berdasarkan beberapa prinsip diantaranya Impedance dan laser based (Opical) Flocytometry.
Pada Impedance Flocytometry, jenis-jenis
leukosit dibedakan menurut ukurannya saja, sehingga hanya bisa membedakan 3
(tiga) jenis leukosit yaitu sel yang berukuran kecil dimasukan kedalam kelompok
limfosit, sel yang berukuran besar dimasukan kelompok granulosit dan sel yang
berukuran sedang dimasukan kedalam kelompok mid-cell. Pada lase-based flocytometri, untuk membedakan sel-sel darah putih
selain berdasarkan ukuran sel juga berdasarkan granula yang komplek dari
masing-masing sel sehingga teknik ini dapat membedakan seluruh jenis leukosit
yang ada pada darah.
Pada kondisi di lapangan tidak semua pemeriksaan
hitung jenis leukosit berlangsung lancar seperti yang diharapkan. Terkadang
alat ini dapat membaca karena berbagai faktor sehingga diperlukan teknik lain,
teknik lain yang digunakan untuk melakukan perhitungan jenis leukosit adalah
dengan cara manual yaitu dengan membuat sediaan apus darah tepi. Pembuatan
preparat sediaan apus darah adalah untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi
seperti eritrosit, leukosit, trombosit, dan mencari adanya parasit seperti
malaria, mikrofilaria, dan lain sebagainya. Bahan pemeriksaan yang digunakan
biasanya adalah darah kapiler tanpa anti koagulan atau darah vena dengan
antikoagulan EDTA dengan perbandingan 1mg/cc darah. (Wahid, 2008)
1.2 TUJUAN
1)
Untuk
mengetahui pengertian dari hitung jenis leukosit
2)
Untuk
mengetahui jenis-jenis leukosit.
3)
Untuk
mengetahui kelainan pada hitung jenis leukosit.
4)
Untuk
mengetahui macam-macam jenis hitung leukosit.
5)
Untuk
mengetahui pemeriksaan apa saja yang digunakan pada pemeriksaan hitung jenis
leukosit
6)
Untuk
mengetahui prosedur kerja dari hitung jenis leukosit
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
HITUNG JENIS LEUKOSIT (Differential
Count)
Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh
jaringan hemopoetik yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai
penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem yang ada didalam tubuh. Hitung jenis leukosit adalah
perhitungan jenis yang ada dalam darah berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit
dari seluruh jumlah leukosit.
Sel darah putih (leukosit) dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar – fagosit dan imunosit. Granulosit, yang mencakup tiga jenis
sel-metrofil (polimorfonuclear), eosinofil, dan basofil - bersama dengan
monosit membentuk kelompok fagosit. Perkembangan dan fungsi normal, serta
kelainan leukosit yang sifatnya jinak. hanya sel fagosit dan limfosit matur
yang ditemukan dalam darah tepi normal. Limfosit, sel rekursornya, dan sel
plasma yang membentuk populasi imunosit.
B. JENIS
LEUKOSIT
Leukosit memiliki beberapa macam jenis sel yang
dapat diidentifikasi secara mikroskopik berdasarkan urutan, bentuk inti (nucleus
), dan granula dalam sitoplasma. Berdasarkan tempatnya butiran atau granula
dalam sitoplasmanya, leukosit terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Granulosit
Granulosit
yaitu leukosit yang ditandai dengan kehadiran butiran dalam sitoplasma bila
dilihat dengan mikroskop cahaya. Ada tiga jenis granulosit yaitu, eosinofil,
basofil, dan neutrofil. Yang diwarnai sesuai sifat pewarnaan.
a.
Neutrofil
(sel polimorf)
Netrofil
adalah bagian sel darah putih dari kelompok granulosit. Bersama dengan dua sel
granulosit lain: eusinofil dan basofil yang mempunyai granula pada sitoplasma,
disebut juga polymorphonuclear karena bentuk inti sel mereka yang aneh. Granula
neutrofil berwarna merah kebiruan dengan tiga inti sel. Neutrofil berhubungan
dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dan prooses peradangan kecil
lainnya, serta menjadi sel yang pertama hadir ketika terjadi infeksi disuatu
tempat. Dengan sifat pagositik yang mirip dengan makrofag, neutrofil menyerang
patogen dengan serangan respiratori menggunakan berbagai macam substansi
beracun yang mengandung bahan pengoksidasi kuat, termasuk hidrogen peroksida,
oksigen radikal bebas, dan hipoklorit.
Sel
ini mempunyai inti padat khas yang terdiri atas 2 – 5 lobus, dan sitoplasma
yang pucat dengan garis batas tidak beraturan mengandung banyak granula merah
muda – biru (azurofilik) atau kelabu – biru. Granula tersebut dibedakan menjadi
granula primer yang tampak pada stadium promielosit, dan sekunder (spesifik)
yang tampak pada periode milosit dan dominan pada netrofil matur. Kedua jenis
granula berasal dari lisosom. Granula primer mengandung mieloperoksidase, fosfatase
asam, dan hidrolase asam lainnya, sementara granula sekunder mengandung
polagenase, laktoferin, dan lisozim. Lama hidup neutrofil dalam darah hanya
sekitar 10 jam.
Rasio
sel darah putih dari netrofil umumnya mencapai 50 – 60%. Sumsum tulang normal
orang dewasa memproduksi setidaknya 100 miliyar neutrofil sehari, dan meningkat
menjadi 10x lipatnya juga terjadi inflamasi akut. Setelah lepas dari sumsum tulang,
neutrofil akan mengalami 6 tahap morfologis: mielocid, metamilocid, neutrofil
non segmen (band), neutrofil segmen. Neutrofil segmen merupakan sel aktif
dengan kapasitas penuh, yang mengandung granula sitoplasmid (primer atau
azurofil, sekunder, atau spesifik) dan inti sel berongga yang kaya kromatin.
Sel neutrofil yang rusak terlihat sebagai nanah.
b.
Basofil
Basofil
adalah granulosit dengan populasi paling minim, yaitu sekitar 0,01 – 0,3 % dari
sirkulasi sel darah putih. Basofil mengandung banyak granula sitoplasmid dengan
dua lobus. Seperti granulosit lain, basofil dapat tertarik keluar menuju jaringan
tubuh dalam kondisi tertentu. Saat teraktivasi, basofil mengeluarkan antara
lain histamin, heparin, konroitin, elastase, dan lisofosfolipase, leukotriena
dan beberapa macam sitokina. Basofil memainkan peran dalam reaksi alergi
(seperti asma).
Sel
ini jarang ditemukan dalam darah tepi normal. Sel ini mempunyai banyak granula
sitoplasma yang gelap, serta mengandung heparin dan histamin. Didalam jaringan,
basofil berubah menjadi sel mast. Basofil mempunyai tempat perlekatan imunoglobulin
E (IgE) dan degranulasinya disertai dengan pelepasan histamin.
c.
Eosinofil
Eosinofil
adalah sel darah putih dari kategori granulosit yang berperan dalam sistem
kekebalan dengan melawan parasit multiseluler dan beberapa infeksi pada makhluk
vertebrata. Bersama sama dengan sel biang, eosinofil juga ikut mengendalikan
mekanisme energi. Eosinofil terbentuk pada proses haematopoiesis yang terjadi
pada sumsum tulang sebelum bermigrasi kedalam sirkulasi darah.
Eosinofil
mengandung sejumlah zat kimiawi antara lain histamin, eosinofil, peroksidase,
ribonuklease, deoksiridonuklease, lipase, [plasminogen] dan beberapa asam amino
yang dirilis melalui proses degranulasi setelah eosinofil teraktifasi. Zat zat
ini bersifat toksin terhadap parasit dan jaringan tubuh. Eosinofil merupakan
sel substrat peradangan dalam reaksi alergi. Aktifasi dan pelepasan racun oleh
eosinofil diatur dengan ketat untuk mencegah penghancuran jaringan yang tidak
diperlukan. Individu normal mempunyai rasio eosinofil sekitar 1-6 % terhadap
sel darah putih dengan ukuran sekitar 12 – 17 mikrometer.
Eosinofil
dapat di temukan pada medula oblogata dan sambungan antara korteks otak besar
dan timus, dan didalam saluran pencernaan, ovarium, uterus, limfa dan lyemph
nodes. Tetapi tidak dijumpai di paru, kulit, esofagus dan organ dalam lainnya,
pada kondisi normal, keberadaan eosinofil pada area ini sering merupakan
pertanda adanya suatu penyakit. Eosinofil dapat bertahan dalam sirkulasi darah
selama 8 – 12 jam, dan bertahan lebih lama sekitar 8 – 12 hari didalam jaringan
apabila tidak terdapat stimulasi.
Eosinofil
mirip dengan neutrofil, kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar, lebih
berwarna merah tua, dan jarang dijumpai lebih dari 3 logus inti, mielosit
eosinofil dapat dikenali, tetapi stadium yang lebih awal tidak dapat dibedakan
dari recursor netrofil. Waktu transit eosinofil dalam darah lebih lama dari
netrofil. Sel ini memasuki eksudat inflamatorik dan berperan khusus dalam
respons alergi, pertahanan terhadap parasit, dan pembuangan fibrin yang
terbentuk selama inflamasi.
2. Agranulosit
Agranulosit
ditandai dengan ketiadaan jelas butiran dalam sitoplasma. Agranulosit terbagi
atas dua yaitu: limfost dan monosit.
a.
Limfosit
Limfosit
adalah sejenis sel darah putih dalam sitem kekebalan makhluk vertebrata. Ada
dua kategori besar limfosit, limfosit berukuran besar (large granular
lympochytes) dan limfosit kecil. Limfosit memiliki peranan penting dan terpadu
dalam sistem pertahanan tubuh.
Limfosit
dibuat di sumsum tulang hati (fetus) dengan bentuk awal yang sama tetapi kemudian
berdifirensiasi. Limfosit dapat menghasilkan antibodi pada anak-anak dan akan
meningkat seiring tambahnya usia.
Limfosit
juga merupakan sel yang berkompeten secara imonologi dan membantu fagosit dalam
pertahanan tubuh terhadap infeksi dan invasi asing lain. Dua ciri unik yang
khas untuk sistem imun adalah kemampuan untuk menimbulkan spesifisitas
antigenik dan fenomena memori imunologi.
b.
Monosit
Monosit
adalah kelompok darah putih yang menjadi bagian dari sistem kekebalan. Monosit
dapat dikenali dari warna inti selnya. Pada saat terjadi peradangan monosit:
1)
Bermigrasi
menuju lokasi infeksi
2)
Mengganti
sel makrofag dan DC yang rusak atau bermigrasi, dengan membela diri atau
berubah menjadi salah satu sel tersebut.
Monosit diproduksi didalam sumsum tulang
dari sel punca haematopoetik yang disebut monoblas. Setengah jumlah produksi
tersimpan didalam limpa pada bagian pulpa. Monosit terkulasi dalam peredaran
darah dengan rasio plasma 3-5% selama 1-3 hari, kemudian bermigrasi ke seluruh
jaringan tubuh. Sampai di jaringan, monosit akan menjadi matang dan
terdiferensiasi menjadi beberapa jenis makrofag, sel dendritik, dan osteoklas.
Umumnya terdapat 2 pengelompokan
makrofag berdasarkan aktifasi monosit, yaitu makrofag hasil aktifasi hormon
M-CSF dan hormon GM-CSF. Makrofag M-CSF mempunyai sitoplasma yang lebih besar
kapasitas fagositas yang lebih tinggi dan lebih tahan terhadap infeksi virus
stomatitis vesikular. Kebalikannya, makrofag GM-CSF lebih bersifat sitotoksik
terhadap sel yang tahan terhadap sitokina jenis TNF, mempunyai ekspresi MHC
kelas II lebih banyak dan sekresi PGE yang lebih banyak dan teratur. Setelah
itu, turunan jenis makrofag akan ditentukan lebih lanjut oleh stimulan lain
seperti jenis horomon dari kelas interferon dan kelas TNF. Stimulasi hormon
sitokina jenis GM-CSF dan IL-4 akan mengaktifasi monosit dan makrofag untuk
menjadi sel dendritik.
Monosit biasanya berukuran lebih besar
dari leukosit darah tepi lainnya dan mempunyai inti sentral berbentuk lonjong
atau berlekuk dengan kromatin yang menggumpal. Sitoplasma-nya yang banyak
berwarna biru dan mengandung banyak vakuol halus, sehingga memberikan gambaran
kaca asah ( ground-glass appearance). Granula sitoplasma juga sering
dijumpai.prekursor monosit dalam sumsum tulang (monoblas dan promonosit) sulit
dibedakan dari mieloblas dan monosit.
C. KELAINAN
Penyebab
leukositosis berdasarkan hitung jenis (Anonim, 2010):
1. Neutrofilia
Adalah
suatu keadaan dimana jumlah neutrofil melebihi nilai normal. Penyebab biasanya
adalah infeksi bakteri, keracunan bahan kimia dan logam berat, gangguan
metabolik seperti uremia, nekrosia jaringan, kehilangan darah dan kelainan
mieloproliferatif.
Rangsangan
yang menimbulkan neutrofilia dapat mengakibatkan dilepasnya granulosit muda ke peredaran
darah dan keadaan ini disebut pergeseran ke kiri atau shift to the left.
Pada
infeksi ringan atau respons penderita yang baik hanya dijumpai neutrofilia
ringan dengan sedikit sekali pergeseran ke kiri. Infeksi tanpa neutrofilia atau
dengan neutrofilia ringan disertai banyak sel muda menunjukan infeksi yang
tidak teratasi atau respons penderita yang kurang.
Pada
infeksi berat dan keadaan toksik dapat dijumpai tanda degenerasi, yang sering
dijumpai pada netrofil adalah granula yang lebih kasar dan gelap yang disebut
granula toksik. Disamping itu dapat dijumpai inti piknotik dan vakuolisasi baik
pada inti maupun sitoplasma.
2. Eosinofilia
Adalah
suatu keadaan dimana jumlah eosinofil melebihi nilai normal. Eosinofilia
dijumpai pada keadaan alergi. Histamin yang dilepaskan pada reaksi
antigen-antibodi merupakan substansi khemotaksis yang menarik eosinofil. Penyebab
lain dari eosinofilia adalah penyakit kulit kronik, infeksi dan infestasi
parasit, kelainan hemopoiesis seperti polisitemia vera dan leukemia
granulositik kronik.
3. Basofilia
Adalah
suatu keadaan dimana jumlah basofil melebihi nilai normal. Basofilia sering
dijumpai pada polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik. Pada penyakit
alergi seperti eritroderma, urtikaria pigmentosa dan kolitis ulserativa juga
dapat dijumpai basofilia. Pada reaksi antigen-antibodi basofil akan melepaskan
histamin dan granulanya.
4. Limfositosis
Adalah
suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah limfosit melebihi nilai normal.
Limfositosis dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti mobili, mononukleosis
infeksiosa; infeksi kronik seperti tuberculosis, sifilis, pertusis dan oleh
kelainan limfoproliferatif seperti leukemia limfositik kronik dan
makroglobulinemia primer.
5. Monositosis
Adalah
suatu keadaan dimana jumlah monosit melebihi nilai normal. Monositosis dijumpai
pada penyakit mieloproliferatif seperti leukemia monositik akut dan leukemia
mielomonositik akut; penyakit kolagen seperti lupus eritematosus sistemik dan
reumatoid artritis; serta pada beberapa penyakit infeksi baik oleh
bakteri,virus,protozoa maupun jamur.
6. Neutropenia
Adalah
suatu keadaan dimana jumlah netrofil kurang dari nilai normal. Penyebab
netropenia dapat dikelompkan atas 3 golongan yaitu meningkatnya pemindahan neutrofil
dari peredaran darah, gangguan pembentukan neutrofil dan yang terakhir yang
tidak diketahui penyebabnya. Beberapa obat seperti aminopirin bekerja sebagai
hapten dan merangsang pembentukan antibodi terhadap leukosit. Gangguan
pembentukan dapat terjadi akibat radiasi atau obat-obatan seperti
kloramfenicol, obat anti tiroid dan fenotiasin; desakan dalam sumsum tulang
oleh tumor. Neutropenia yang tidak diketahui sebabnya misal pada infeksi
seperti tifoid, infeksi virus, protozoa dan rickettisa; cyclic neutropenia, dan
chronic idiophatic neutropenia.
7. Limfopenia
Pada
orang dewasa limfopenia terjadi bila jumlah limfosit kurang dari nilai normal.
Penyebab limfopenia adalah produksi limfosit yang menurun seperti pada penyakit
hodgkin, sarkoidosis; penghancuran yang meningkat seperti pada thoracic duct
drainage dan protein losing enteropathy.
8. Eosinopenia
dan lain-lain
Terjadi
bila eosinofil kurang dari nilai normal. Hal ini dapat dijumpai pada keadaan
stress seperti syok, luka bakar, perdarahan dan infeksi berat; juga dapat
terjadi pada hiperfungsi korteks adrenal dan pengobatan dengan kortikosteroid.
Pemberian
epinefrin akan menyebabkan penurunan jumlah eosinofil dan basofil,sedang jumlah
monosit akan menurun pada infeksi akut. Walaupun demikian, jumlah basofil,
eosinofil, dan monosit yang kurang dari normal kurang bermakna dalam klinik.
Pada hitung jenis leukosit pada orang normal, sering tidak dijumlah basofil
maupun eosinofil.
D. MACAM-MACAM
HITUNG JENIS LEUKOSIT
Hitung
jenis leukosit pada garis besarnya ada 2 macam yaitu :
1. Cara
otomatis
a.
Berdasarkan
ukuran sel
Dibedakan
menurut ukuran sel limfosit dan milosit setelah dilisiskan dengan saponin. Leukosit
di kelompokan dengan 3 kelompok.
-
Sel
kecil : 30-60 fl (limfosit)
-
Sel
sedang : 61-150 fl
(monosit,eosinofil,basofil)
-
Sel
besar : >150 fl (netrofil,
mielosit, metamielosit,limfosit besar)
Leukosit dikelompokkan menjadi 2, yaitu PMN dan
limfosit.
b.
Flow
cytometri
Sel
leukosit diwarnai dan dikelompokan menjadi neutrofil, eosinofil, basofil,
monosit, limfosit. Jika ada sel-sel muda, alat akan memberikan tanda yang harus
dikonfirmasikan dengan sediaan hapus darah (Technicon). Alat yang menggunakan
prinsip flow-cytometri dalam waktu 1 menit dapat menghitung 10.000 sel dengan
presisi yang tinggi dan dalam waktu yang singkat.
c.
Pattern
recognation
Adaptasi
dari hitungan jenis visual dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan
photosensor dan komputer. Gambaran sel yang ditemukan: ukuran, bentuk, granula,
rasio inti dengan sitoplasma, dll dibandingkan dengan gambaran sel yang
tersimpan di memori komputer. Alat dengan prinsip ini (Heitz Hematrat, Hitachi
8200) dalam waktu 2-6 menit mampu menghitung 500 sel.
2. Cara
visual
Differential Count (Hitung Jenis Leukosit)
Untuk melakukan hitung jenis leukosit,
pertama membuat sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Giemsa, Wright
atau May Grunwald. Amati di bawah mikroskop dan hitung jenis-jenis leukosit
hingga didapatkan 100 sel. Tiap jenis sel darah putih dinyatakan dalam persen
(%). Jumlah absolut dihitung dengan mengalikan persentase jumlah dengan hitung
leukosit, hasilnya dinyatakan dalam sel/μL.
Hitung jenis leukosit dilakukan pada
counting area, mula-mula dengan pembesaran 100x kemudian dengan pembesaran
1000x dengan minyak imersi. Pada hitung jenis leukosit hapusan darah tepi yang
akan digunakan perlu diperhatikan hapusan darah harus cukup tipis sehingga
eritrosit dan leukosit jelas terpisah satu dengan yang lainnya, hapusan tidak
boleh mengandung cat, dan eritrosit tidak boleh bergerombol (Ripani,2010).
Hitung jenis leukosit berbeda tergantung
umur. Pada anak limfosit lebih banyak dari neutrofil segmen, sedang pada orang
dewasa kebalikannya. Hitung jenis leukosit juga bervariasi dari satu sediaan
apus ke sediaan lain, dari satu lapangan ke lapangan lain. Kesalahan karena distribusi
ini dapat mencapai 15%. Bila pada hitung jenis leukosit, diperoleh eritrosit berinti lebih dari 10 per 100
leukosit, maka jumlah leukosit/µl perlu dikoreksi.
Hitung
jenis leukosit biasanya dilakukan pada sediaan apus yang dibuat pada kaca objek
dengan pewarnaan tertentu. Sediaan apus yang dibuat pada kaca objek dengan
pewarnaan tertentu. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain
menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan
trombosit, dan mencari adanya parasit. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas
dengan baik merupakan mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik
(Arjatmo Tjokronegoro, 1996).
Bahan
pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau vena, yang dihapuskan pada kaca obyek.
Pada keadaan tertentu dapat pula digunakan darah EDTA. (Arjatmo Tjokronegoro,
1996).
Kriteria
preparat yang baik :
1)
Lebar
dan panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda sehingga masih ada tempat
untuk pemberian label.
2)
Secara
granula penebalannya nampak berangsur-angsur menipis dari kepala ke arah ekor.
3)
Ujung
atau ekornya tidak berbentuk bendera robek.
4)
Tidak
berulang-ulang karena bekas lemak ada di atas kaca benda.
5)
Tidak
terputus-putus karena gerakan gesekan yang ragu-ragu.
6)
Tidak
terlalu tebal (karena sudut penggeseran yang sangat kecil) atau tidak terlalu
tipis (karena sudut penggeseran yang sangat besar).
7)
Pewarnaan
yang baik (Imam Budiwiyono 1995).
Jenis
Apusan darah:
a)
Sediaan
darah tipis
Ciri-ciri sediaan apus darah tipis
yaitu lebih sedikit membutuhkan darah untuk pemeriksaan dibandingkan dengan
sediaan apus darah tebal, morfologinya lebih jelas, dan perubahan pada
eritrosit dapat terlihat jelas.
b)
Ciri-ciri
sediaan apus darah tebal yaitu lebih banyak membutuhkan darah untuk pemeriksaan
dibandingkan dengan sediaan apus darah tipis, jumlah selnya lebih banyak dalam
satu lapang pandang, dan bentuknya tak
sama seperti dalam sediaan apus darah tipis (Imam Budiwiyono 1995).
a.
Cara
pemeriksaan :
1.
Sediaan
apus diletakkan di mikroskop
2.
Diperiksa
dengan pembesaran lemah (lensa obyektif 10 kali) untuk mendapatkan gambaran
menyeluruh.
3.
Pada
daerah yang eritrositnya saling berdekatan adalah daerah yang paling baik untuk
melakukan hitungan jenis leukosit. Dengan pembesaran sedang (lensa obyektif 40
kali dan lensa okuler 10kali) dilakukan hitung jenis leukosit, bila diperlukan
dapat dilakukan penilaian lebih lanjut dari sediaan apus menggunakan lensa
objektif 100kali menggunakan oil imersi.
b.
Interprestasi
Pada
berbagai keadaan klinik dapat terjadi kelainan jumlah pada masing-masing jenis
leukosit, baik berupa peninggian jumlah atau penurunan jumlah nilai dari
normalnya. Peninggian jumlah jenis lekosit dapat disertai atau tanpa disertai
peninggian jumlah suatu jenis leukosit tanpa disertai kenaikan jumlah lekosit
secara keseluruhan.
Nilai rujukan hasil
hitung jenis leukosit
-
Eosinofil :1
– 3 %
-
Basofil : 0 – 1 %
-
Netrofil
Batang : 2 – 6 %
-
Segmen : 50 – 70 %
-
Limfosit :
20 – 40 %
-
Monosit :
2 – 8 %
Untuk mendapatkan informasi yang akurat
mengenai komposisi sel darah putih per mm³ darah harus diperhitungkan dengan
jumlah absolut.
Ø Neutrofilia Relatif
Hitung jenis neutrofil = 80%
Total Leukosit = 4000/µl
Ø Limfositosis Absolut
Hitung jenis neutrofil = 80%
Total leukosit = 13.000/µl
Ø Neutrofilia Relatif
Hitung jenis neutrofil = 80%
Total Leukosit = 2000/µl
Neutrofilia
relatif menjadi neutropenia jika diperhitungkan dengan jumlah absolut
E.
PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan
dengan pembesaran kecil (objektif 10x).
1.
Penilaian
kwalitet apusan darah dan penyebaran sel-sel dalam hapusan.
-
Lapisan
darah harus cukup tipis sehingga eritrosit dan leukosit jelas terpisah satu
dengan lainnya.
-
Apusan
tidak boleh mengandung cat.
-
Eritrosit,
leukosit, dan thrombosit harus tercat dengan baik.
-
Leukosit
tidak boleh menggerombol pada akhir (ujung) hapusan.
2.
Penafsiran
jumlah leukosit dan eritrosit, penaksiran penghitungan differential leukosit
dan pemeriksaan apakah sel-sel ada yang abnormal. Dilakukan pada daerah area
penghitungan dari bagian hapusan tempat eritrosit terletak berdampingan, tidak
tertumpuk. Bila didapatkan 20-30 leukosit perlapamg pandang kira-kira sesuai
dengan jumlah leukosit 5.000 dan 40-50 perlapang pandang sesuai dengan leukosit
10.000.
2. Pemeriksaan
dengan menggunakan minyak imersi
(perbesaran 100x)
a.
Eritrosit
Penaksiran jumlahnya dan bagaimana morfologinya.
Dilihat adanya eritrosit berinti dan dihitung jumlahnya pada 100 leukosit untuk
mengkoreksi hitung leukosit cara Turk.
b.
Leukosit
Penghitungan Differential dan dicari kelainan
morfologi. Dihitung dalam 100 sel leukosit dan dilihat adanya kelainan selnya.
c.
Trombosit
Dilihat penyebaran, morfologi dan ukuran selnya.
Hapusan yang baik trombosit tidak menggerombol pada bagian akhir hapusan. Nila
sukar ditemukan trombosit berarti jumlahnya sedikit, bila terlihat banyak
berarti terjadi peningkatan jumlah. Dilihat juga adanya giant cell yang
berukuran 6-8 mikron.
d.
Sel
abnormal
Pemeriksaan morfologi. Kelainan-kelainan dan variasi
dari leukosit, eritrosit, dan trombosit perlu dicatat.
F. PROSEDUR
KERJA
ü
Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit
(Differential Count)
1.
Identifikasi
dilakukan di daerah penghitungan (counting area) dengan perbesaran lensa
objektif 100x
2.
Identifikasi
sel dimulai dari satu sisi bergerak ke sisi lain, kemudian kembali ke sisi
semula dengan arah zigzag berjarak ±3 lapang pandang.
3.
Untuk
memudahkan penghitungan, maka dibuat kotak penghitungan jenis leukosit.
4.
Jenis
leukosit yang mula-mula terlihat dimasukkan dalam kolom 1, bila jumlah sel
sudah 10 pindah ke kolom 2
5.
Tiap
kolom mengandung 10 sel yang sudah diidentifikasi, dan bila ke-10 kolom sudah
terisi berarti sudah 100 leukosit yang diidentifikasi dan dihitung.
ü
Pemeriksaan Evaluasi Hapusan Darah Tepi
1.
Disiapkan
semua peralatan serta bahan yang telah disediakan.
2.
Ditaruh
object glass hapusan darah tepi pada meja mikroskop.
3.
Pemeriksaan
dengan pembesaran kecil (objektif 10x)
5.
Ditentukan
counting area
6.
Dilakukan
penafsiran atau kesan jumlah leukosit dengan cara menghitung jumlah leukosit
pada 15 lapang pandang, kemudian total jumlah leukosit tersebut dikalikan 300
7.
Dibandingkan
hasil yang diperoleh dengan jumlah leukosit normal.
8.
Dilanjutkan
dengan pemeriksaan dengan minyak emersi (objektif 100x).
ü
Pemeriksaan Dengan Minyak Emersi (objektif
100x)
1.
Dilakukan
pengamatan eritrosit (apakah ada kelainan atau variasi morfologi pada ukuran,
warna dan apakah ada sel-sel eritrosit muda).
2.
Dilakukan
hitung jenis leukosit (Differential Count) dan melihat apakah ada sel-sel leukosit
muda atau abnormal
3.
Dan
dilakukan penafsiran jumlah trombosit dengan cara menghitung jumlah trombosit
paa 18 lapang pandang, kemudian total jumlah trombosit tersebut dikalikan 1000.
Dan dibandingkan hasil yang diperoleh dengan jumlah trombosit normal. Serta
diamati pula morfologi trombosit (platelet).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hitung
jenis leukosit adalah perhitungan jenis yang ada dalam darah berdasarkan
proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit. Adapun
jenis-jenisnya, leukosit dibagi menjadi 2 jenis yaitu Granulosit yang terdiri
dari Neutrofil (sel polimorf), Basofil, Eosinofil, dan Agranulosit yang terdiri
dari Limfosit dan Monosit. Adapun kelainan leukositosis berdasarkan hitung
jenis meliputi neutrofilia, eosinofilia, basofilia, limfositosis, monositosis,
netropenia, limfopenia, eosinopenia dan lain-lain.
Hitung
jenis leukosit pada garis besarnya ada dua macam yaitu cara otomatis dan cara
visual. Dalam pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat dilakukan pemeriksaan dengan
pembesaran kecil (objektif 10x) dan pemeriksaan dengan minyak imersi (objektif
100x). Prosedur kerja hitung jenis leukosit meliputi pemeriksaan hitung jenis
leukosit, pemeriksaan evaluasi apusan darah tepi, dan pemeriksaan dengan minyak
emersi (objektif 100x).
DAFTAR
PUSTAKA
Arif,
Mansyur. 2015. Penuntun Praktikum Hematologi,
Makassar: Fakultas kedokteran
UNHAS Makassar.
Hoffbrand,
Pettit. Moss. 2002. Kapita Selekta Hematologi,
Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC.
Wirawan.
1996
Wahid,
Ansori, A. 2015. Jurnal Kesehatan
Rajawali, Perbandingan Hasil Pemeriksaan
Hitung Jenis Leukosit Menggunakan Metode Manual Dengan Laser-Based Flowcytometry,
(edisi kelima), Bandung: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Rajawali.
No comments:
Post a Comment