Follow Me @deeres_

Sunday, October 15, 2017

Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Laboratorium Tuberculosis - Deeres

9:00 PM 0 Comments
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DI LABORATORIUM TUBERCULOSIS





Disusun oleh:
Dinda Retno Sya’bani
16.0626.0804.03




PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA SAMARINDA
2017/2018


1.1. Pendahuluan
A. Epidemiologi
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi paling umum di dunia, dengan perkiraan sepertiga populasi terinfeksi dan 2,5 juta orang yang meninggal setiap tahun. Mycobacterium tuberculosis menginfeksi 8,7 juta kasus baru pada tahun 2000 dengan angka insidensi global yang meningkat sebanyak 0,4% per tahun. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang oasien TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 – 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan di kucilkan oleh masyarakat.
Tuberculosis itu sendiri merupakan salah satu penyakit yan dietahui banyak menginfeksi manusia yang disebabkan oleh infeksi kuman (basil) Mycobacterium tuberculosis kompleks. Penyakit ini biasanya menginfeksi paru. Transmisi penyakit biasanya mlalui saluran nafas yaitu melalui droplet yang dihasilkan oleh pasien terinfeksi TB paru (Mario dan Richard, 2005). Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleuira (selaput paru) dan kelenjar pada hilus (Depkes,2007).
Organisme ini temasuk ordi actinomycetalis, familia Mycobacterium tuberculosis dan genus Mycobacterium. Genus Mycobacterium memiliki beberapa spesies diantaranya Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan infeksi pada manusia. Basil tuberculosis terbentuk batang ramping lurus, tapi kadang – kadang agak melengkung, dengan ukuran panjang 2 µm – 0,5 µm. organism ini tidak bergerak, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul, bila diwarnai akan terlihat berbentuk manik – manic atau granuler.
Sebagian besar basil tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria tahan asam dan merupakan bacteria aerob obligat dan mendapatkan energy dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhanya. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk menggandakan diri dan pertumbuhan pada media kultur biasanya dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu (Putra, 2010). Suhu optimal untuk tumbuh pada 37˚C dan pH 6,4 – 7,0. Jika dipanaskan pada suhu 60˚C akan mati dalam waktu 15-20 mneit. Kuman ini sangat rentan terhadap sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet. Selnya terdiri dari rantai panjang glikolipid dan phospoglican yang kaya akan mikolat (Mycosida) yang melindungi sek mikobakteria dari lisosom serta menahan pewarna fuschin setelah disiram dengna asam (basil tahan asam) (Herchline, 2013).

B. Penyakit TBC
Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh MT. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi dapat menyerang semua organ atau jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura dan area osteoartikular. Biasanya pada bagian tengah granuloma tuberkel mengalami nekrosis perkijuan (Depkes RI, 2002).
Tuberkulosis yang menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit, otak, tulang, usus, ginjal) disebut tuberkulosis ekstra paru. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama dalam beberapa tahun.
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan,miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan olehWHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

C. Terjadinya TBC
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Percikan dahak yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilierbronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe disekitar hilus paru dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitasseluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC.
2. Tuberkulosis Pasca Primer
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Cirikhas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
D. Cara penularan TBC
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembangbiak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling seitng terkena yaitu paru – paru. Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan fotorontgen.

E. Perbedaan di antara Infeksi TBC dan Penyakit TBC
1. Infeksi TBC
Kuman TBC berada didalam tubuh tapi ‘tidak aktif’ yang paa umumnya bisa dikendaikan ketahanan tubuh, namun kumannya dapat tetap hidup dalam keadaan tidak aktif ini. Selama kumannya tidak aktif, tidak akan terjadi kerusakan atau penyebaran kepada orang lain. Orangnya ‘terkena infeksi’ tapi tidak sakit. Pada 90% dari orang yang terkena kuman ini tidak akan terpengaruh. Infeksinya dapat diketaui dari hasil positif uji coba tuberculin.
2. Penyakit TBC
Walaupun sudah bertahun – tahun, kuman TBC ‘tidak aktif’ dapat menjadi ‘aktif’ jika ketahanan tubuh melemah misalnya karena tua, sakit parah, kejadian menekan, penyalahgunaan obat bius atau minuman keras, infeksi HIV dan lain – lain.
a. Kalau kuman TBC tidak aktif menjadi aktif, penyakit TBC bisa terjadi
b. Hanya sekitar 10% dari orang yang terkena kumannya akan mendapat penyakit TBC
c. Yang paru – paru atau tenggorokannya terkena TBC dapat menularkan kepada orang lain
d. Sesudah 2 minggu minum obat, pada umumnya pengidap penyakit TBC tidak dapat menyebarkan kumannya lagi
e. Pengidap TBC di bagian lain tubuh tidak menularkan.

F. Gejala penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi 2, yaitu gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

1. Gejala Sistemik/Utama
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam.
a. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

2. Gejala Khusus
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagaui meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang – kejang.

G. Cara Pencegahan TBC
Adapan tujuan dari pencegahan TBC, yaitu;
1. Menyembuhkan penderita.
2. Mencegah kematian.
3. Mencegah kekambuhan.
4. Menurunkan tingkat penularan.

Cara-cara pencegahan TBC sebagai berikut;
1. Saat batuk seharusnya menutupi mulutnya, dan apabila batuk lebih dari 3 minggu, merasa sakit di dada dan kesukaran bernafas segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
2. Saat batuk memalingkan muka agar tidak mengenai orang lain.
3. Membuang ludah di tempat yang tertutup, dan apabila ludahnya bercampur darah segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
4. Mencuci peralatan makan dan minum sampai bersih setelah digunakan oleh penderita.
5. Bayi yang baru lahir dan anak-anak kecil harus diimunisasi dengan vaksin BCG. Karena vaksin tersebut akan memberikan perlindungan yang amat bagus.



H. Pengobatan TBC
1. Jenis Obat
a. Isoniasid
b. Rifampicin
c. Pirasinamid
d. Streptomicin
2. Prinsip Obat
Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan,supaya semua kuman dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan dalam dosis tunggal,sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yangdigunakan tidak adekuat, kuman TB akan berkembangmenjadi kuman kebal. Pengobatan TB diberikan dalan 2 Tahap yaitu:
a. Tahap intensif
Pada tahap intensif penderita mendapat obat (minum obat) setiap hari selama 2 - 3 bulan.
b. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat (minum obat) tiga kali seminggu selama 4 – 5 bulan.
3. Efek Samping Obat
Beberapa efek samping yang mungkin muncul akibat mengkonsumsi obat TB bervariasi mulai dari ringan hingga berat. Efek samping ringan dapat berupa berubahnya warna urine menjadi kemerahan yang diakibatkan oleh rifampisin.
Efek samping lainnya dapat berupa nyeri sendi, tidak ada nafsu makan, mual, kesemutan dan rasa terbakar di hati, gatal dan kemerahan dikulit gangguan keseimbangan hingga kekuningan (ikterus). Jika pasien merasakan hal-hal tersebut, pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter untuk memperoleh penanganan lebih lanjut, fase lanjutan. Dalam beberapa kasus pengobatan bisa berlangsung hingga delapan bulan.


I. Diagnosis
1. Di dalam paru – paru
a. Potret sinar X dapat menunjukkan apakah penyakit TBC sudah mengenai paru – paru
b. Uji coba dahak menunjukkan apakah ada kuman TBC pada dahak yang keluar
c. Jika orangnya tidak dapat mengeluarkan dahak, uji coba lain mungkin diperlukan.
2. Di luar paru – paru
a. Uji coba seperti biopsy jarum halus, contoh dari luka, contoh dari pembedahan atau contoh air seni dini hari dapat membantu diagnose TBC

1.2.Keselamatan dan Kesehatan Kerja
A. Administrasi dan Pengelolaan Laboratorium Tuberculosis
Administrasi sangat berperan dalam menjamin keselamatan dan keamanan kerja laboratorium. Hal hal yang termasuk dalam pengelolaan secara administrasi:
1. Penyusun tim/petugas pelaksana keselamaan dan keamanan laboratorium TB
Tim keselamatan dan keamanan kerja laboratorium TB merupakan bagian dari tim keselamatan dan keamanan institusi laboratorium secara keseluruhan. Tim ini dibentuk untuk memastikan bahwa kebajikan dan program dilaksanakan dengna konsisten oleh petugas laboratorium.
Tim ini memiliki tugas:
a. Merencanakan kegiatan yang berhubungan dengan penjamin kesehatan petugas.
b. Menyediakan alat – alat keselamatan kerja.
c. Memfasilitasi pelatihan k3
d. Membuat procedure tahap penanganan dan alur kerja k3.
e. Melakukan investigasi kejadian kecelakaan kerja di laboratorium, melaporkan temun, dan memberikan rekomendasi pada pimpinan.
f. Memantau status kesehatan petugas laboratorium, kecelakaan kerja, dan melaporkan kepada penanggung jawab laboratorium.
g. Memberikan /merujuk petugas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
h. Melakukan penanganan kecelakaan laboratorium, tumpahan bahan infeksius, luka tusuk, luka bakar, paparan bahan kimia, dan lain-lain.
i. Melakukan mentoring dan evaluasi terhadap implementasi keselamatan dan keamanan kerja laboratorium.
j. Memastikan pengelolaan limbah laboratorium sesuai prosedur standar,
Pembentukan tim keselamatan dan keamanan kerja laboratoium dilakukan memulai penunjukan dan penetapan oleh kepala laboratorium. Susunan organisasi tim disesuaikan dengan kondisi masing masing laboratorium dan harus memiliki tugas pokok dan fungsi yang jelas.
2. Penyusunan prosedur tetap laboratorium TB
Laboratorium TB harus memiliki dokumentasi mengenai pemeliharaan infrastruktur, peralatan, prosedur tetap pemeriksaan sehingga dapat mudah diketahi apakah peralatan telah terpasang, lulus uji fungsi, dioperasikan dan prosedur kerja sudah dilaksanakan sesuai standar.
Prosedur tetap yang diperlukan di laboratorium TB:
a. Protap pemeliharaan infrastruktur laboratorium
Pemeliharaan istalasi listrik, air, gas, aliran udara/ventilasi, ruang laboratorium.
b. Protap pemeliharaan dan pengoperasian alat yang beresiko terhadap keselamatan.
Mikroskop, Biosafery Cabinet (BSC), sentrifuge, autoklaf, incubator, vortex, pipet, dan karet penghisap.
c. Protap penanganan kecelakaan kerja
Penanganan luka akibat benda tajam, luka bakar, sengatan listrik, tumpahan bahan kimia, dan bahan infeksius.
d. Protap pengelolaan limbah
Pengumpulan, pengangkutan, sterilisasi, dan pemusnahan limbah.
e. Protap monitoring dan evaluasi
3. Kompetensi keselamatan dan keamanan kerja
a. Pelatihan keselamatan dan keamanan kerja laboratorium petugas dilaboratorium sederhana (laboratorium mikroskopis TB) minimal harus memiliki pengetahuan tentang keselamatan dan keamanan kerja:
1) Penanganan contoh uji dahak mulai dari pengambilan, proses oembuatan sedan, tumpahan.
2) Pengolahan limbah infeksius.
3) Penanganan kedaruratan; luka bakar, luka tusuk.
Petugas di laboratorium yang elakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih mendalam tentang pengamatan biologis, fisik, kimiawi, dan kedaruratan.
Peningkatan kompetensi petugas dalam hl K3 laboratoium merupakan tanggung jawab pimpinan laboratorium salah satu cara untuk meningkatkan kompetensi melalui pelatihan yang dapat dilaksanakan di dalam meupun di luar laboratorium.
b. Monitoring dan evaluasi
Tim K3 secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi dalam pelaksaan K3 laboratorium TB dan dilaporkan dalam penemuan rutin di institusinya. Penentuan waktu pelaporan ditetapkan berdasarkan kesepakatan manajemen institusi minimal satu tahun sekali.
Bila terjadi kedaruratan/kecelakaan kerja pelaporan harus segera dibuat meliputi kronologis kedaruratan/kecelakaan kerja, penanganan, dampak, dan rencana tindak lanjut pencegahan agar tidak terulang.


4. Penilaian resiko keselamatan dan keamanan kerja laboratorium
Potensi terhadap terjadinya hal yang tidak diinginkan harus dievaluasi untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terbesar petugas laboratorium terpapar bahan infeksius dan mencegah keluar ke lingkungan sekitar. Penilaian terhadap resiko kerja harus dilakukan oleh Tim K3 sesuai protap dan dievaluasi untuk mengidentifikasi bahasa serta mengambangkan penanganan untuk mengatasi resiko tersebut.
a. Persyaratan kesehatan petugas laboratorium TB
Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum calon/petugas mulai melaksanakan tugasnya. Pemeriksaan kesehatan meliputi pemeriksaan fisik, laboratorium, foto toraks, visus mata, dan buta warna.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh data tentang status kesehatan calon/petugas dan mengetahui apakan calon/petugas tersebut ditinjau dari segi kesehatannya layak untuk bertufas dalam bidangnya di laboratorium.
b. Identifikasi factor resiko yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja
1) Infrastruktur
Instalasi: listrik, air, gas, aliran udara/ventilasi, ruang laboratorium.
2) Peralatan
3) Bahan habis pakai
4) Jenis pekerjaan: paparan dengan bahan infeksius dan bahan berbahaya pada saat proses pemeriksaan
5) Beban pekerjaan
c. Pengaturan jam kerja dan beban kerja
Pengaturan jam kerja dan beban kerja sangat penting karenda dapat mempengaruhi kinerja dan keselamatan petugas laboratorium.
Di laboratorium mikroskopis TB:
Setelah pembacaan mikroskopis secara bertuturan, maksimal 200 sediaan, harus mengistrahatkan mata selama 1 jam sebelum membaca kembali. Yang dimaksud dengan mengistirahatkan mata yaitu merelaksasikan otot-otor mata.
Di laboratorium biakan dan uji kepekaan:
Jumlah pemeriksaan biakan/uji kepekaan obat TB: maksimal 20 sampel per hari per orang.

Penyelenggaraan pelayanan laboratorium TB menggunakan system administrasi dan pengelolaan organisasi yang terkendali dan dievaluasi dengan kelengkapan dokumen sebagai berikut:
1. Bagan organisasi laboratorium TB dapat berdiri sendiri atau merupakan bagin dari pelayanan laboratorium.
2. Uraian tugas setiap pelaksana pelayanan pemeriksaan laboratorium TB memuat tugas, kewenangan dan hubungan kerja dengan unit pelayanan lain. Bagan orhnisasi dan uraian tugas ini diketahui oleh setiap tenaga pelaksana.
3. Rencana kegiatan pelayanan laboratorium TB disusun oleh penanggung jawab sebagai tenaga teknis minimal sekali setahun yang meliputi perencanaan dn pengembangn pelayanan, kebitihan alat dan bahan (reagen dan obat murni) pelatihan.
4. Standar prosedur operasional pemeriksaan laboratorium TB
5. Hasil pemeriksaan laboratorium TB dilaporkan dengan format baku sesuai standar.

1.3. Tenaga Teknis dan Penanggung Jawab Program TB
A. Teknis
1. Pengaturan tata ruang dan saranan kerja sesuai resiko
Pengaturan tata ruang laboratorium TB harus disesuaikan dengan risiko pajanan M.tuberculosis.
a. Di laboratorium yang hanya melakukan pemeriksaan mikroskopis TB, ruang laboratorium dapat digabung dengan pemeriksaan mikroskopik lain dengan meja kerja dan bak pewarnaan terpisah.
b. Laboratorium dan uji kepekaan TB harus terpisah dari laboratorium pemeriksaan lain. Pemeriksaan mikroskopis TB dapat bergabung dengan laboratorium biakan dan uji kepekaan dengan memperhatikan tingkat risijo keamanan biologis (alur kerja mikroskopis-molekuler-biakan-uji-kepekaan)
2. Pemilahan dan penempatan bahan sesuai dengan resiko bahaya
Bahan/materi di laboratorium TB erupakan factor yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja, sehingga memerlukan pemilahan dan penempatan yang sesuai dengan tingkat resikonya.
a) Petugas harus memperlakukan setiap bahan pemeriksaan sebagai bahan infeksius.
b) Pemilahan bahan kimia didasarkan atas sifat mudah terbakar/menguap/meledak/beracun/karsinogenik.
3. Pemilihan alat kerja dan proses kerja yang tepat
Peralatan yang digunakan disesuaikan dengan petunjuk teknis jenis pemeriksaan. Proses kerja dilaksanakan sesuai prosedur tetap pemeriksaan standar.
4. Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang tepat
Penggunaan laboratorium mikroskopis TB: jas laboratorium.
Penggunaan laboratorium biakan dan uji kepekaan: jas laboratorium, sarung tangn, masker, dan alas kaki.
Spesifikasi APD dapat dilihat dalam pedoman pemeriksaan mikroskopis, biakan uji kepekaan M.tuberkulosis.
5. Pemeliharaan perangkat kerja (peralatan dan infrastruktur)
Pemeliharaan peralatan dan infrastruktur dilakukan secara sistematis. Pimpinan laboratorium bertanggung jawab dalam kegiatan pemeliharaan ini dan kegiatan ini dilaksanakan oleh tim K3 laboratorium.
Pimpinan laboratorium harus menetapkan kebijakan untuk menjamin pelaksanaan, dokumentasi dan leporan kehiatan pemeliharaan. Tim K3 menyusun penjadwalan, pembagian tugas, instruksi kerja pemeliharaan, evaluasi dan rencana pengembangan dan perbaikan perangkat kerja.
Jika institusi memiliki petugas/tim yang melakukan pemeliharaan sarana dan prasaranan, maka tim K3 harus berkoordinasi untuk penjaminan K3.
B. Penanggung Jawab Program Laboratorium TBC
Laboratorium yang melakukan pelayanan pemeriksaan TB mempunai tenaga teknis dan penanggung jawab.
Penanggung jawab dapat dirangkap oleh pimpinan laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan.
1. Uraian tugas:
a. Penanggung jawab laboratorium TB mempunyai tugas:
1) Menjamin tersedianya perencanaan kegitan laboratorium TB meliputi sarana dan prasarana, tenaga dan prosedur tetap.
2) Menjamin terlaksananya kegiatan pemeriksaan laboratorium TB sesuai prosedur tetap
3) Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan pemeriksaan lboratorium TB
4) Melakukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan laboratorium TB
5) Mendorong partisipasi staf lain dalam pengembangnan laboratorium TB
6) Menjamin peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas
7) Menjamin pelaksanaan keselamatan dan kerja (K3) laboratorium TB
b. Tenaga teknis laboratorium TB mempunyai tugas:
1) Menerapkan prosedur tetap pemeriksaan laboratorium TB
2) Mengikuti pelatihan dan kalakarya tentang laboratorium TB
3) Melakukan rekapitulasi data
4) Melaksanakan K3 laboratorium TB
2. Kriteria
a. Diadakan pertemuan rutin untuk menjamin adanya hubungan baik dalam pelayanan laboratorium TB mauoun dengan unit pelayanan lain dari fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Kualifikasi tenaga berdasarkan pendidikan.
c. Jumlah tenaga teknos yang dibutuhkan tergantung pada besarnya beban kerja.
3. Koordinasi: melalui pertemuan rutin untuk membina hubungna baik diantara petugas laboratorium mauoun dengan unit pelayanan lain.

1.4. Sarana dan Prasarana Laboratorium TB
Pelayanan laboratorium TB menggunakan sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratn untuk melakukan pemeriksaan yang bermutu.
Kriteria:
A. Tata ruang
Ruang kerja ditata dengan baik sehingga memaksimlkan kinerja dan menjamin keselamatan kerja
1. Lokasi
Laboratorium pemeriksaan mikroskopis TB sebaiknya terpisah dari bagian laboratorium pemeriksaan lainnya, apabila hal itu tidak dimungkinkan setidaknya tersedia area khusus yang terpisah utnuk pemeriksaan mikroskopis TB. Area tersebut harus cukup lapang dengan dinding, langit-langit dn lantai yang terbut dari bahan yang tidak berpori, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tahan terhadap bahan – bahan kimiawi yang digunakan untuk pemeriksan TB.
2. Ventilasi
Laboratorium pemeriksaan mikroskopis TB mempunyai ventilasi yang baik untuk mencegah tertularnya petugas labortorium dari droplet nuclei di udara.
Luas ventilasi = 1/3 x luas lantai
Letak jendela/lubang angin tidak menyebabkan turbulensi aliran udara didalam ruangan, tetapi angin yang masuk langsung membawa udara ke luar. Jika menggunakan AC dianjurkan tetap menggunakan exhaust fan.
3. Infrastuktur
Ketersediaan dan ketentuan infrastruktur sesuai dengan pedoman K3. Tersedia air bersih mengalir, listrik, sanitasi dan pengolahan limbah termasuk penyediaan peralatan yang diperlukan dalam laboratorium TB, termasuk alokasi sumber daya listrik. Bak cuci tangan diletakkan dekat pintu ruang laboratorium dan tidak boleh dipakai untuk pembuangan limbah infeksius dan pencucian alat.
4. Pintu laboratorium TB jangan dibiarkan dalam keadaan terbuka.

B. Tersedianya bahan dan peralatan pemeriksaan laboratorium sesuai standar.
1. Pengadaan alat dan bahan laboratorium
Pengadaan alat dan bahan pemeriksaan laboratorium harus mempertimbangkan persediaan dan kebutuhan yang sesuai dengan spesifiksi untuk pemeriksaan sesuai standar.
2. Pemeliharaan alat
a. Pemeliharaan alat dilakukan sesuai dengan buku petunjuk teknis setiap alat
b. Peralatan laboratorium harus di kalibrasi secara berkala oleh institusi pengujian fasilitasi kesehatan yang berwenang.
C. Jenis ruangan laboratorium mikroskopis TB:
1. Ruangan pengambilan dahak
Pengambilan dahak atau tindakan induksi dahak untuk pasien – pasien dengan resiko tinggi sebaiknya dilakukan ditempat khusus atau ruang terbuka jauh dari lalu lalang orang. Sebaiknya mendapat sinat matahari langsung pada jam-jam pengambilan specimen dahak. Disediakan pula sarana cuci tangan dengan pasokan air mengalir yang cukup dan sabun cair pencuci tangan dan tempat sampah yang telah dipakai.
2. Ruang pemeriksaan mikroskopis TB ditata sebagai berikut:
a. Area bersih merupakan tempat kegiatan administrasi
b. Area setengah kotor merupakan tempat peneriman specimen dan pembacaan mikroskopis
c. Area kotor merupakan tempat pembuatan sediaan dahak, pengecatan, dan pengelolaan sementara limbah infeksius.

3. Ruangan pemeriksaan Xpert MTB/RIF ditata sebagai berikut:
a. Area pengolahan specimen
1) Memiliki system pengendalian infeksi yang baik (mengacu pada pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi Tuberkulosis)
2) Memiliki pencahayaan yang baik
b. Area penempatan instrument amplifikasi asam nukleat
1) Mesin tidak secara langsing berada dibawah AC atau jendela (tidak terkena matahari langsung)
2) Ditempatkan pada meja kerja yang stabilm tidak terdapat centrifuge didekat mesin Xpert MTB/RIF
3) Jarak antara instrument dan tembok 10-15 cm.
4) Instrument diletakkan dekat dengan sumber listrik.
5) Temperature ruang terkontrol (15-25ºC).
c. Area penyimpanan reagen
Reagen disimpan pada suhu 2-28ºC.
D. Tersedianya sarana pengolahan limbah untuk limbah infeksius dan non infeksius, baik padat maupun cair. Pelaksanaan pengolaan limbah harus tercatat dan dilaporkan.
E. Tersedia sumber dan instalasi air bersih dengan pemasokan yang cukup.
F. Tersedianya sumber daya dan instalasi listrik yang memadai.
G. Tersedianya tempat pemeriksaan logistic yang sesuai standar.
Penyimpanan logistic harus mempertimbangkan syarat penyimpanan dengan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan keamnan setip bahan ( suhu, kelelembaban, cahaya, sifat kimia)
H. Tersedianya system pengaman pada keadaan darurat.
1. Perlengkapan alat dan obat untuk keadaan darurat
2. System tanda bahaya
3. Peta jalur evakuasi
4. Alat komunikasi darurat baik didalam maupun ke luar laboratorium, nomor telepon ambulan, pemadam kebakaran, dan polisi disetiap ruang laboraorium.
5. Pelatihan khusus berkala tentang penanganan keadaan darurat.
1.5. Pengelolaan LImbah BTA (Basil Tahan Asam)
Pimpinan laboratorium harus membuat kebajikan yang menjamin pengelolaan limbah bagi petugas dan lingkungan. Pimpinan harus memastikan tersedianya sarana, protap, logistic dan petugas untuk melaksankan pengelolaan limbah dengan benar.
A. Pemilahan limbah
Langkah – langkah pengelolan limbah di laboratorium meliputi tindakan pemilahan limbah, pengumpulan limbah, sterilisasi dan netralisasi, transportasi, dan pemusnahan.
1. Dilakukan pemisahan antara limbah infeksius dan limbah non infeksius, baik padat maupun cair dalam wadah yang tidak bocor.
2. Pengumpulan harus menggunakan wadah yang tidak bocor dan tahan terhadap tusukan, aplikator bambu, lidi lancip, wadah dahak dan tutupnya, kaca sediaan yang sudah tidak terpakai dan limbah padat lain harus direndam dalam larutan hipoklorit 1% atau desinfektan lain selama minimal 12 jam.
3. Limbah infeksius harus disterilisasikan dengan otoklafisasi, dilanjutkan dengan insenerasi. Insenerasi merupakan pembuangan limbah akhir setelah melalui proses sterilisasi dengan mengolah limbah dengan pembakaran pada temperature sangat tingi (>800ºC). insenerasi idealnya dilakukan pada alat dengan dua rang bakar, dimana pada ruang bakar pertama suhu mencapai 1000ºC. waktu retensi gas dalam ruang bakar kedua minimal 0,5 detik. Insenerator yang hanya memiliki satu ruang bakar kurang efektif untuk menangani bahaya infektif. Jika memakai carbonizer pakailah sesuai petunjuk pemakaian.
4. Limbah cair yang dibuang melalui system IPAL
5. Untuk membuang limbah tabung media cair, dimasukkan ke dalam kantong plastic khusus autoclave, kemudian di autoclave dan selanjutnya dihancurkan dalam insenerator.
6. Untuk membersihkan tumpahan daak, petugas harus memakai sarung tangan dan selanjutnya ditutupi dahak dan wadah yang pecah tersebut dengan kain atau kertas. Tuang larutan hipoklorit 1% fresh sampai membasahi semua kertas/kain dan biarkan selama 10-15 menit dalam keadaan basah. Setelah itu, kumpulkan wadah yang pecah, tempatkan dalam wadah tertutup dan sterilkan. Selanjutnya pel lantai dengan desinfektan. Jika percikan terjadi dalam biosafety cabinet, jangan matikan blowernya. Biarkan tetap menyala agar filter HEPA dapat membantu mengurangi cemaran dan tindakan desinfeksi dilakukan seperti di atas.
7. Bila terjadi tumpahan atau tabung pecah dalam alat pemeriksaan biakan media cair (MGIT), segera metikan alat, kosongkan ruangan dari petugas selama 1 jam dan beri tulisan “SPILL” di alat dan pintu ruangan, kemudian bersihkan tumpahan dengan desinfektan setelah berkonsultasi dengan teknisi alat MGIT dari perusahaan resmi.
8. Setiap hari pada akhir jam kerja, kantong penampungan alat/bahan infeksius (pot dahak, pipet, cartridge) disegel dan di insenerasi sesegera mungkin.

Limbah di laboratorium TB dapat berasal dari sisa contoh uji pada preses pemeriksaan laboratorium, peralatan yang digunakan dalam proses pemeriksaan, dan bahan habis pakai. Pemilahan limbah laboratorium TB berdasarkan karakteristik infeksius dan non-infeksius, baik padat, cair dan gas. Limbah tersebut harus dikelola sesuai sifat limbah sehingga aman bagi petugas dan lingkungan laboratorium.
Limbah infeksius cair: contoh uji, pelarut disinfektan.
Limbah infeksius padat: peralatan yang terpaar bahan infeksius
Non infeksius cair: reagen, air yang digunakan dalam proses pemeriksaan
Non infeksius padat: limbah rumah tangga yang tidak terpapar contoh uji
Gas: residu hasil proses pembuatan reagen.

B. Pengelolaan Limbah Infeksius
Prinsip pengelolaan limbah infeksius:
1. Laboratorium Mikroskopis TB
Wadah contoh uji dan tutupnya, kaca sedian yang sudah tak terpakai dan limbah padat lain harus direndm dalam larutan Lysol 5% atau disinfektan lain yang cocok utnuk desineksi M. tuberculosis selama minimal 12 jam.
Laboratorium tanpa autoclave:
Lakukan dekontaminsi alat dengan cara merendam dalam larutan disinfektan selama minimum 12 jam kemudian direbus setelah mendidih dibiarkan selama 10 menit. Atau dapat digunakan pressure cooker pada suhu didih selama 20 menit. Apabila laboratorium mikroskopis TB memiliki autoclave lakukan sterilisasi dengan autoclave. Untuk sterilisasi dengan autoclave dibutuhkan suhu 121˚C dengan tekanan udara 1,5 – 2 atmosfer selama 20 menit (perhitungan waktu dimulai saat suhu dan tekanan udara tersebut tercapai; jangan membuka autoclave jika belum dingin benar dan jangan mengisi air berlebihan). Jika menggunakan pemanasan kering, lakukan pada suhu 160ºC selama minimal 30 menit.
Cairan deisinfektan yang digunakan untuk merendam harus melalui proses netralisasi untuk memperkecil resiko kerusakan lingkungan. Bahan infeksius dari laboratorium mikroskopis dapat dimusnahkan dengan cara dibakar. Asap hasil pembakaran harus dianggap beracun, sehingga drum tempat pembakaran harus diletakkan jauh dari manusia dan berada di area terbuka.

2. Laboratorium biakan dan uji kepekaan TB
Contoh uji dan peralatan yang terpapar bahan infeksius harus di sterilisasi dengan autoclave. Peralatan yang akan digunakan kembali setelah dilakukan sterilisasi, dicuci kemudian disterilkan lagi sebelum dipakai.

1.6. Daftar Pustaka
Crofton, john. Horne, Norman. dan Miller, Fred. 2002. Tuberkulosis Klinis. Jakarta: Widya Medika, TALC, dan PERDHAKI.
Tietjen, Linda. Bossemeyer, Debora. Dan McIntosh, Noel. 2004. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. d.a. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Oswari, E. 1985. Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: PT. Gramedia, anggota IKAPI.
DRAFT_PERATURAN_MENTERI_KESEHATAN_RI.pdf
kupdf.com_sop-pengelolaan-limbah-hasil-pemeriksaan-laboratorium.pdf
standar pelayanan lab tb.pdf
Pedoman_Teknis_Keselamatan_Kerja_Laboratorium.pdf

Sunday, October 1, 2017

Makalah Gangguan Metabolisme Tubuh

11:34 PM 0 Comments
Kata Pengantar
Puji syukur kita sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa nikmat dan kesehatan, iman dan ilmu pengetahuan. Ringkasan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas mahasiswa dalam pemahaman tentang proses dari “Gangguan Metabolisme”. Kami sepenuhnya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam menyusun makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak atas ide dan saranya, serta menilai dan memeriksa makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini mendapatkan keridhaan dari Allah SWT dan dapat memberikan manfaat bagi kami sendiri dan kepada semua pembaca.

Samarinda, 3 Mei 2017

Penulis            









BAB 1
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Kelainan metabolisme seringkali disebabkan oleh kelainan genetik yang mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang diperlukan untuk merangsang suatu proses metabolisme. Sedangkan metabolisme sendiri adalah proses penting yang terjadi pada tubuh manusia, sebagai proses pengolahan baik pembentukan dan penguraian zat -zat yang diperlukan oleh tubuh agar tubuh dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Kelainan metabolik seringkali disebabkan oleh kelainan genetik yang mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang diperlukan untuk merangsang suatu proses metabolism.
Kelainan metabolisme dibedakan menjadi beberapa macam berdasarkan zat yang mengalami kegagalan dalam metabolisme diantaranya kelainan metabolisme lemak, protein, karbohidrat, piruvat dan asam amino.

B.     Rumusan Masalah
Perumusan masalah dari kelainan metabolisme ini membahas tentang :
1.      Apa definisi dari kelainan metabolisme ?
2.      Apa saja klasifikasi kelainan metabolisme ?
3.      Apa salah satu contoh kelainan metabolisme ?
4.      Bagaimana cara pencegahannya ?
5.      Bagaimana diskripsi tentang Diabetes Mellitus ?

C.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui definisi dari kelainan metabolisme
2.      Untuk mengetahui apa saja klasifikasi kelainan metabolisme itu.
3.      Dapat mengetahui salah satu contoh kelainan metabolisme.
4.      Dapat mengetahui bagaimana cara pencegahannya
5.      Dapat menegetahui diskripsi tentang Diabetes Mellitus

BAB 2
Pembahasan

A.    Pengertian Kelainan Metabolik
Metabolisme adalah pertukaran zat antara suatu sel atau suatu organisme secara keseluruhan dengan zat antara suatu sel atau organisme secara keseluruhan dengan lingkungannya. Metabolisme juga merupakan proses penting yang terjadi pada tubuh manusia, sebagai proses pengolahan baik pembentukan dan penguraian zat -zat yang diperlukan oleh tubuh agar tubuh dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Kelainan metabolik seringkali disebabkan oleh kelainan genetik yang mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang diperlukan untuk merangsang suatu proses metabolisme.

B.     Klasifikasi Kelainan Metabolik
Adapun klasifikasi kelainan metabolik dibagi atas beberapa macam yaitu kelainan metabolik karbohidrat, kelainan metabolik protein, kelainan metabolik lemak,
1.      Kelainan Metabolik Karbohidrat
Karbhidrat adalah gula, diantaranya adalah glukosa, sukrsa dan  fruktosa.Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera; sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak. Beberapa gula (misalnya sukrosa) harus diproses oleh enzim di dalam tubuh sebelum bisa digunakan sebagai sumber energi. Jika enzim yang diperlukan tidak ada, maka gula akan tertimbun dan menimbulkan masalah kesehatan.

a.       Galaktosemia
Galaktosemia (kadar galaktosa yang tinggi dalam darah) biasanya disebabkan oleh kekurangan enzim galaktose 1-fosfat uridil transferase. Kelainan ini merupakan kelainan bawaan.
Sekitar 1 dari 50.000-70.000 bayi terlahir tanpa enzim tersebut. Pada awalnya mereka tampak normal, tetapi beberapa hari atau beberapa minggu kemudian, nafsu makannya akan berkurang, muntah, tampak kuning (jaundice) dan pertumbuhannya yang normal terhenti.
Hati membesar, di dalam air kemihnya ditemukan sejumlah besar protein dan asam amino, terjadi pembengkakan jaringan dan penimbunan cairan dalam tubuh.
b.      Glikogenosis
Glikogenosis (Penyakit penimbunan glikogen) adalah sekumpulan penyakit keturunan yang disebabkan oleh tidak adanya 1 atau beberapa enzim yang diperlukan untuk mengubah gula menjadi glikogen atau mengubah glikogen menjadi glukosa (untuk digunakan sebagai energi). Pada glikogenosis, sejenis atau sejumlah glikogen yang abnormal diendapkan di dalam jaringan tubuh, terutama di hati.
Gejalanya timbul sebagai akibat dari penimbunan glikogen atau hasil pemecahan glikogen atau akibat dari ketidakmampuan untuk menghasilkan glukosa yang diperlukan oleh tubuh.
Usia ketika timbulnya gejala dan beratnya gejala bervariasi, tergantung kepada enzim apa yang tidak ditemukan.
c.       Intoleransi Fruktosa Herediter
Intoleransi Fruktosa Herediter adalah suatu penyakit keturunan dimana tubuh tidak dapat menggunakan fruktosa karena tidak memiliki enzim fosfofruktaldolase. Sebagai akibatnya, fruktose 1-fosfatase (yang merupakan hasil pemecahan dari fruktosa) tertimbun di dalam tubuh, menghalangi pembentukan glikogen dan menghalangi perubahan glikogen menjadi glukosa sebagai sumber energi.
Mencerna fruktosa atau sukrosa (yang dalam tubuh akan diuraikan menjadi fruktosa, kedua jenis gula ini terkandung dalam gula meja) dalam jumlah yang lebih, bisa menyebabkan :
1)      Hipoglikemia (kadar gula darah yang rendah) disertai keringat dingin 
2)      Tremor (gerakan gemetar diluar kesadaran) 
3)      Linglung 
4)      Mual 
5)      Muntah 
6)      Nyeri Perut
7)      Kejang (Kadang-kadang)
8)      Koma. 
Jika penderita terus mengkonsumsi fruktosa, bisa terjadi kerusakan ginjal dan hati serta kemunduran mental.
d.      Fruktosuria
Fruktosuria merupakan suatu keadaan yang tidak berbahaya, dimana fruktosa dibuang ke dalam air kemih.  Fruktosuria disebabkan oleh kekurangan enzimfruktokinase yang sifatnya diturunkan.  1 dari 130.000 penduduk menderita fruktosuria. Fruktosuria tidak menimbulkan gejala, tetapi kadar fruktosa yang tinggi di dalam darah dan air kemih dapat menyebabkan kekeliruan diagnosis dengan diabetes mellitus. Tidak perlu dilakukan pengobatan khusus.
e.       Pentosuria
Pentosuria adalah suatu keadaan yang tidak berbahaya, yang ditandai dengan ditemukannya gula xylulosa di dalam air kemih karena tubuh tidak memiliki enzim yang diperlukan untuk mengolah xylulosa. Pentosuria hampir selalu hanya ditemukan pada orang Yahudi. Pentosuria tidak menimbulkan masalah kesehatan, tetapi adanya xylulosa dalam air kemih bisa menyebabkan kekeliruan diagnosis dengan diabetes mellitus. Tidak perlu dilakukan pengobatan khusus.

f.       Diabetes Mellitus (Hiperglykemia)
Gejala klinis penyakit :
1)      Hiperglikemia
2)      Glikosuria
3)      Dapat diikuti gangguan sekunder metabolisme protein dan lemak
4)      Dapat berakhir dengan kematian
5)      Insiden terbanyak pada usia 50 – 60 thn
6)      Penyakit ini diturunkan secara autosomal resesif
Etiologi:
1)      Berhubungan dengan kelainan hormonal
2)      Insulin
3)      Growth hormone
4)      Hormon steroid
Keadaan diabetes timbul akibat ketidakseimbangan dalam interaksi pankreas, hipofisis dan adreanalin.
a.       Pankreas
Pankreas mempunyai pulau Langerhans yang mana didalamnya ada sel beta dan sel alpha. Sel beta berfungsi menghasilkan hormon insulin sedangkan sel alpha menghasilkan hormon glukgon. Efek anti insulin berfungsi sebagai faktor hiperglikemik dan glikogenolitik meningkatkan kadar gula darah. Ada dua cara kerja insulin dalam pankreas, yaitu :
1)      Teori 1 (Teori Levine)
Insulin mentransfer glukosa melalui membran sel otot serat lintang, tetapi tidak menggangu perpindahan glukosa melalui sel membran hati.
2)      Teori 2
Insulin diperlukan untuk fosforilasi glukosa dalam sel menghasilkan glukosa 6 posfatase. Untuk pengikatan ini dibutuhkan enzim hexokinase yang dihasilkan oleh sel hati. Kelenjar hipofisis menghasilkan zat inhibitor hexokinase. Insulin merupakan zat antagonis terhadap hexokinase.
b.      Kelenjar hipofisis
Adanya Growth hormon dan hormon ACTH. Efeknya dapat menghambat enzim hexoki nase. Bila kelenjar hipofisis hiperaktif akan menyebabkan terjadi diabetes.
c.       Kelenjar Adrenal
Glukoneogenesis yaitu perubahan bentuk protein menjadi karbohidrat. Karena pengaruh hormon steroid yang dihasilkan oleh kortex adrenal. Bila berlangsung terus menerus maka akan menekan sel beta pankreas sehingga menimbulkan difesiensi insulin permanen. Aktivitas adrenal bergantung kepada kelenjar hipofisis anterior

2.      Kelainan Metabolik Lemak
a.       Kelebihan lemak (Obesitas)
Terjadi kalori didapat lebih dari kalori yg dimetabolisme (hipometabolisme). Kalori yg dibutuhkan menurun, sehingga berat badan naik, meskipun diberi makan tidak berlebihan. Lemak ditimbun pada jaringan subkutis, jaringan retroperitoneum, peritoneum, omentum, pericardium, pankreas. Obesitas akan memperberat hipertensi, diabetes, penyakit jantung.
b.      Hiperlipemia
Jumlah lipid darah total dan kholesterol meningkat
Terdapat pada :
1)      Diabetes melitus tidak diobati
2)      Hipotiroidisme
3)      Nefrosis lupoid
4)      Penyakit hati
5)      Sirhrosis biliaris
6)      Xantomatosa
Penimbunan lemak terjadi di dinding pembuluh darah dan itu dinamakan dengan arteriosklerosis.
c.       Defisiensi lemak terjadi pada :
1)      Kelaparan (starvation)
2)      Gangguan penyerapan (malabsorption) : penyakit celiac, sprue, penyakit Whipple. Tubuh terpaksa mengambil kalori dari simpanannya karena intake kurang. Yang mula-mula dimobilisasi oleh karbohidrat dan lemak, dan hanya pada keadaan gizi buruk akhirnya protein diambil dari jaringan. Pada penyakit Whipple selain difisiensi lemak, juga difisensi protein, karbohidrat dan vitamin.

3.      Gangguan Metabolik Protein
Protein tersusun atas sejumlah asam amino yang membentuk suatu untaian (polimer) dengan ikatan peptida. Selain itu, protein juga memiliki gugus amina (-NH2) dan gugus karboksil (-COOH).
Asam amino dapat dibedakan menjadi:
a.       Peptida jika terdiri atas untaian pendek asam amino (2 - 10 asam amino).
b.      Polipeptida jika terdiri atas 10 - 100 asam amino.
c.       Protein jika terdiri atas untaian panjang lebih dari 100 asam amino.
Metabolisme protein merupakan metabolisme dari asam amino itu sendiri. Kira-kira 75% asam amino digunakan untuk sintesis protein. Asam-asam amino dapat diperoleh dari protein yang kita makan atau dari hasil degradasi protein di dalam tubuh kita. Degradasi ini merupakan proses kontinu. karena protein di dalam tubuh secara terus menerus diganti.
Beberapa jenis protein antara lain:
a.       Glikoprotein yaitu protein yang mengandung karbohidrat.
b.      Lipoprotein yaitu protein yang mengandung lipid.
Asam amino selanjutnya digunakan untuk sintesis protein, diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (protein nabati), dan makanan dari hewan (protein hewani). Fungsi protein bagi tubuh antara lain:
a.       Membangun sel-sel yang rusak.
b.      Membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon.
c.       Membentuk zat inti energi (1 gram energi kira-kira akan menghasilkan 4,1 kalori).
Gangguan metabolism protein terjadi pada:
a.       Kreatin dan kreatinin
Kreatin disintesis di hati dari asam amino methionin, glisin, dan arginin. Di otot skelet, kreatin mengalami posforilasi menjadi posfokreatin yang merupakan sumber energi penting di otot skelet. ATP yang berasal dari proses glikolisis dan posforilasi oksidatif. ATP bereaksi dengan kreatin membentuk ADP dan sejumlah besar posfokreatin. Kreatinin dalam urin berasal dari pemecahan posfokreatin.
Kreatinuria secara normal dapat terjadi pada anak-anak, wanita selama mengandung dan setelah melahirkan. Pada laki-laki sangat jarang terjadi kecuali pada kondisi kerja yang berlebihan. Kreatinuria pada laki-laki biasanya terjadi akibat kelaparan, tirotoksikosis, DM yang tidak terkontrol, dan kerusakan otot (myopati).

b.      Asam Urat
Asam urat berasal dari basa nitrogen penyusun asam nukleat (RNA dan DNA) yaitu purin dan pirimidin. Asam nukleat dalam makanan setelah di pencernaan, kemudian diabsorpsi dan sebagian besar purin dan pirimidin dimetabolisme oleh hati. Purin sebagian kecil dikeluarkan lewat urin terutama setelah diubah menjadi asam urat. Asam urat ini merupakan hasil akhir dari pada metabolisme purin. Sebagian asam urat ini dioksidasi menjadi ureum dan diekskresi.
Kadar asam urat normal dalam darah adalah 4 mg/dL (0,24 mmol/L). Di ginjal asam urat difiltrasi, kemudian 98% direabsorpsi dan sisanya 2% diekskresikan. Penimbunan asam urat di persendian, ginjal, dan atau jaringan lainnya akan menimbulkan nyeri sendi atau disebut gout. Persendian yang biasanya terkena adalah metatarsophalangeal (ibu jari kaki).

Ada 2 jenis gout yaitu:
1)      Gout primer terjadi karena abnormalitas enzim yang menyebabkan produksi asam urat meningkat.
2)      Gout sekunder karena penurunan ekskresi asam urat atau kenaikan produksi asam urat karena meningkatnya penghancuran sel darah putih yang banyak mengandung asam urat seperti penyakit ginjal, leukemia, dan pneumonia.
C.     Cara Pencegahannya
Pada dasarnya mencegah penyakit datang menyerang lebih baik daripada mengobati tubuh kita yang sudah terjangkit penyakit. Dari prosesnya sendiri memkan banyak waktu, teaga dan materi daripada mencegahnya. Berikut cara bagaimana mencegah penyakit yang akan dating:
a.       Pola makan sehat
b.      Berhenti merokok
c.       Hindari Stres
d.      Hindari Hipertensi
e.       Hindari Obesitas
f.       Olahraga secara teratur
g.      Konsumsi antioksidan
h.      Perbanyak tersenyum
kelainan metabolisme karbohidrat
1)      Galaktosemia
Jika diobati secara adekuat, tidak akan terjadi keterbelakangan mental. Tetapi tingkat kecerdasannya lebih rendah dibandingkan dengan saudara kandungnya dan sering ditemukan gangguan berbicara.
2)      Glikogenesis
Pengobatan tergantung kepada jenis penyakitnya.Untuk membantu mencegah turunnya kadar gula darah, dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan kaya karbohidrat dalam porsi kecil sebanyak beberapa kali dalam sehari. Pada beberapa anak yang masih kecil, masalah ini bisa diatasi dengan memberikan tepung jagung yang tidak dimasak setiap 4-6 jam.Kadang pada malam hari diberikan larutan karbohidrat melalui selang yang dimasukkan ke lambung.Penyakit penimbunan glikogen cenderung menyebabkan penimbunan asam urat, yang dapat menyebabkan gout dan batu ginjal.Untuk mencegah hal tersebut seringkali perlu diberikan obat-obatan.Pada beberapa jenis glikogenesis, untuk mengurangi kram otot, aktivitas anak harus dibatasi.
3)      Fenilketonuria
Dengan mencegah terjadinya keterbelakangan mental, pada minggu pertama kehidupan bayi, asupan fenilalanin harus dibatasi.Pembatasan yang dimulai sedini mungkin dan terlaksana dengan baik, memungkinkan terjadinya perkembangan yang normal dan mencegah kerusakan otak. Jika pembatasan ini tidak dapat dipertahankan, maka anak akan mengalami kesulitan di sekolah. Pembatasan yang dimulai setelah anak berumur 2-3 tahun hanya bisa mengendalikan hiperaktivitas yang berat dan kejang.Pembatasan asupan fenilalanin sebaiknya dilakukan sepanjang hidup penderita. Jika selama hamil dilakukan pengawasan ketat terhadap kadar fenilalanin pada ibu, biasanya bayi yang lahir akan normal. Pengobatan meliputi pembatasan asupan fenilalanin. Phenylketonuria (PKU), asupan makanan anak harus rendah kadar phenylalanine, dan selalu harus dilakukan monitoring kadar phenylalanine darah. Pengobatan Fenilketonuria adalah diet ketat dengan sangat terbatas asupan fenilalanin, yang kebanyakan ditemukan dalam makanan yang kaya protein.Jumlah yang aman fenilalanin berbeda untuk setiap orang.
Dokter akan menentukan jumlah yang aman melalui diet teratur meninjau catatan, grafik pertumbuhan dan kadar fenilalanin. Tes darah sering dapat membantu memantau jumlah fenilalanin.Orang dengan fenilketonuria (PKU) baik bayi, anak-anak dan orang dewasa harus mengikuti diet yang membatasi fenilalanin, yang kebanyakan ditemukan dalam makanan berprotein tinggi. Contohnya adalah : daging sapi has dalam/tenderloin/top sirloin yang rendah lemak (lean meat), dada ayam tanpa kulit, dada kalkun tanpa kulit, ikan salmon, tuna, sarden, mackerel, putih telur, tahu dan tempe, keju cottage rendah lemak, yoghurt rendah lemak, susu kedelai..  

D.    Diskripsi Diabetes Mellitus
1.      Definisi diabetes mellitus
Diabetes Melitus (DM) menurut Yunani, diabainein, “tembus” atau “pancuran air”, dan kata Latin, Melitus artinya “rasa manis”. Diabetes mellitus yang sering dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Diabetes melitus adalah kelainan metabolik dimana ditemukan ketidakmampuan untuk mengoksidasi karbohidrat, akibat gangguan pada mekanisme insulin yang normal, menimbulkan hiperglikemia, glikosuria, poliuria, rasa haus, rasa lapar, badan kurus, dan kelemahan. Diabetes melitus jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf, dan lain-lain.
Diabetes Melitus merupakan kelainan heterogen , ditandai dengan sirkulasi glukosa , lipid dan asam amino berkadar tinggi, karena tidak memadainya insulin dalam memenuhi tuntutan metabolisme tubuh.
Diabetes merupakan suatu kelainan metabolik yang menahun , bila tidak diobati dengan baik maka dapat menimbulkan kecacatan yang jarang reversibel dan seringkali memerlukan pertolongan darurat dan perawatan di Rumah Sakit yang lama. Proses pengobatan Diabetes merupakan suatu proses yang berlangsung 24 jam dan seringkali berhubungan dengan perubahan gaya hidup.
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik metabolik yang komplek melibatkan gangguan metabolik karbohidrat, protein dan lemak dan perkembangan komplikasi secara microvaskuler, macrovaskuler serta neuropati . Diabetes Melitus merupakan kelainan heterogen , ditandai dengan sirkulasi glukosa , lipid dan asam amino berkadar tinggi, karena tidak memadainya insulin dalam memenuhi tuntutan metabolisme tubuh.
DM tanpa dekompensasi metabolik dimulai dengan pengaturan makan disertai dengan kegiatan jasmani yang cukup selama beberapa waktu ( 4-8 minggu ). Bila kadar glukosa darah masih belum memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan baru diberikan obat hipoglikemi oral (OHO) atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik, misalnya Ketoacidosis, DM dengan stress berat. Berat badan yang menurun dengan cepat, insulin atau obat berhasiat hipoglikemi dapat segera diberikan.
2.      Gejala-Gejala Diabetes Mellitus
Tiga serangkai klasik mengenai gejala diabetes mellitus adalah poliuri (urinasi sering), polidipsi (banyak minum akibat meningkatnya tingkat kehausan), dan polifagi (meningkatnya hasrat untuk makan).

Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes Melitus Tipe 2
Timbul tiba-tiba
Tidak ada gejala selama beberapa tahun. Jika insulin berkurang semakin parah maka sering berkemih dan sering merasa haus.
Berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum.
Jarang terjadi ketoasidosis
Sering buang air kecil
Cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit
Terus-menerus lapar dan haus
Sering buang air kecil
Berat badan menurun
Terus-menerus lapar & haus
Kelelahan, penglihatan kabur
Kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya
Infeksi pada kulit yang berulang
Mudah sakit yang berkepanjangan
Cenderung terjadi pada mereka yang berusia dibawah 20 tahun
Biasanya terjadi pada mereka yang berusia di atas 40 tahun, tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja.

3.      Penyebab diabetes mellitus
Pembentukan diabetes yang penting adalah dikarenakan kurangnya produksi insulin (diabetes mellitus tipe 1, yang pertama dikenal), atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes mellitus tipe 2, bentuk yang lebih umum). Selain itu, terdapat jenis diabetes mellitus yang juga disebabkan oleh resistansi insulin yang terjadi pada wanita hamil. Tipe 1 membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan tipe 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin bila obatnya tidak efektif. Diabetes mellitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan.
Pemahaman dan partisipasi pasien sangat penting karena tingkat glukosa darah berubah terus, karena kesuksesan menjaga gula darah dalam batasan normal dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes. Faktor lainnya yang dapat mengurangi komplikasi adalah: berhenti merokok, mengoptimalkan kadar kolesterol, menjaga berat tubuh yang stabil, mengontrol tekanan darah tinggi, dan melakukan olah raga teratur.

4.      Tipe diabetes mellitus
a.       Diabetes melitus tipe 1 (IDDM= insulin-dependent diabetes melitus)
Diabetes mellitus tipe 1 yaitu diabetes yang bergantung pada insulin ataudiabetes anak-anak, dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans pancreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olahraga tidak biasa menyembuhkan  ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderitanya memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respon tubuh terhadap insulin umumnya normal terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada tipe ini adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pancreas. Reaksi tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tersebut hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasarnya, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bias menyebabkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan.
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/l, 4-6 mmol/l). Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah. Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hypoglycemia, dapat menyebabkan kejang atau seringnya kehilangan kesadaran.


b.      Diabetes melitus tipe 2 (NIDDM= non-insulin-dependent diabetes mellitus)
Diabetes ini tidak bergantung pada insulin, dan terjadi karena kombinasi dari “kecacatan dalam produksi insulin” dan “resistensi terhadap insulin” yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatas dengan berbagai cara dan Obat Anti Diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulinpun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, mungkin dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines nya suatu kelompok hormon itu merusak toleransi glukosa.

c.       Diabetes melitus gestasional
Diabetes ini melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, menirukan jenis 2 kencing manis di beberapa pengakuan. Itu kembangkan selama kehamilan dan boleh meningkatkan atau menghilang lenyap setelah penyerahan. Sungguhpun mungkin saja penumpang sementara, gestational kencing manis boleh merusakkan kesehatan dari janin atau ibu.

5.      Akibat diabetes mellitus
Penyakit diabetes membuat gangguan/komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati.
Bila yang terkena pembuluh darah di otak timbul stroke, bila pada mata terjadi kebutaan, pada jantung penyakit jantung koroner yang dapat berakibat serangan jantung, pada ginjal menjadi penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal tahap akhir, sehingga harus cuci darah atau transplantasi.
Bila pada kaki timbul luka yang sukar sembuh sampai menjadi busuk (gangren). Selain itu bila saraf yang terkena timbul neuropati diabetik, sehingga ada bagian yang tidak berasa apa-apa/mati rasa, sekalipun tertusuk jarum /paku atau terkena benda panas.
         Kelainan tungkai bawah karena diabetes disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan saraf, dan adanya infeksi. Pada gangguan pembuluh darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba terasa dingin, jika ada luka sukar sembuh karena aliran darah ke bagian tersebut sudah berkurang. Pemeriksaan nadi pada kaki sukar diraba, kulit tampak pucat atau kebiru-biruan, kemudian pada akhirnya dapat menjadi gangren/jaringan busuk, kemudian terinfeksi dan kuman tumbuh subur, hal ini akan membahayakan pasien karena infeksi bisa menjalar ke seluruh tubuh (sepsis). Bila terjadi gangguan saraf, disebut neuropati diabetik dapat timbul gangguan rasa (sensorik) baal, kurang berasa sampai mati rasa. Selain itu gangguan motorik, timbul kelemahan otot, otot mengecil, kram otot, mudah lelah. Kaki yang tidak berasa akan berbahaya karena bila menginjak benda tajam tidak akan dirasa padahal telah timbul luka, ditambah dengan mudahnya terjadi infeksi. Kalau sudah gangren, kaki harus dipotong di atas bagian yang membusuk tersebut.
Gangren diabetik merupakan dampak jangka lama arteriosclerosis dan emboli trombus kecil. Angiopati diabetik hampir selalu juga mengakibatkan neuropati perifer. Neuropati diabetik ini berupa gangguan motorik, sensorik dan autonom yang masing-masing memegang peranan pada terjadinya luka kaki. Paralisis otot kaki menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekan baru pada telapak kaki sehingga terjadi kalus pada tempat itu.
Gangguan saraf autonom mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh. Infeksi dan luka ini sukar sembuh dan mudah mengalami nekrosis akibat dari tiga faktor. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik sehingga mekanisme radang jadi tidak efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri patogen. Faktor ketiga terbukanya pintas arteri-vena di subkutis, aliran nutrien akan memintas tempat infeksi di kulit.

6.      Solusi dan penanganan diabetes mellitus
a.       Penanganan kelainan kaki
1)      Strategi pencegahan
Fokus utama penanganan kaki diabetic adalah pencegahan terhadap terjadinya luka. Strategi pencegahan meliputi edukasi  kepada pasien, perawatan kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat melindungi.
Pada penderita dengan resiko rendah diperbolehkan menggunakan sepatu, tetapi sepatu yang digunakan tidak sempit. Sepatu atau sandal dengan bantalan yang lembut dapat mengurangi resiko terjadinya kerusakan jaringan akibat tekanan langsung yang dapat memberi beban pada telapak kaki.
Pada penderita diabetes mellitus dengan gangguan penglihatan sebaiknya memilih kaos kaki yang putih karena diharapkan kaos kaki putih dapat memperlihatkan adanya luka dengan mudah.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus adalah kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi resiko terjadinya kuku yang tumbuh ke dalam dan menusuk jaringan sekitarEdukasi tentang pentingnya perawatan kuku, kulit dan kaki serta penggunaan alas kakiyang dapat melindungi, dapat dilakukan saat penderita datang untuk kontrol.
Kaidah pencegahan kaki diabetik, yaitu :
-          Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga menuntut perhatian penuh.
-          Kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan dengan handuk kering setiap kali mandi.
-          Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya, dapat dengan menggunakan cermin.
-          Kaki harus dilindungi dari kedinginan dan kepanasan, batu atau pasir panas dan api.
-          Sepatu harus cukup lebar, dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat, kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpe lipatan.
-          Harus berhenti merokok.
Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawatt dengan baik. Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau penekanan oleh ujung tulang. Nekrosis terjadi di bawah kalus yang kemudian membentuk rongga berisi cairan serous dan bila pecah akan terjadi luka yang sering diikuti oleh infeksi sekunder.
Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat dengan baik. Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau penekanan oleh ujung tulang. Nekrosis terjadi dibawah kalus yang kemudian membentuk rongga berisi cairan serous dan bila pecah akan terjadi luka yang sering diikuti oleh infeksi sekunder.
Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu :
-          Tingkat 0
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak dapat hanya diatasi dengan penggunaan alas kaki buatan umumnya memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy) atau dengan pembenahan deformitas.
-          Tingkat I
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan infeksius, perwatan lokal luka dan pengurangan beban.

-          Tingkat II
Memerlukan debridimen, antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
-          Tingkat III
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangrene, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotic parenteral yang sesuai dengan kultur.
-          Tingkat IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau amputasi seluruh kaki.

7.      Komplikasi diabetes mellitus
Merupakan gangguan biokimia. Cedera morfologik sebenarnya tidak dapat untuk menegakkan diagnosis. Tidak selalu sebagai dasar dari pada gangguan metabolisme 20 % penderita meninggal tidak menunjukkan bukti-bukti kelainan anatomik.

a.       Pankreas
Seperempat penderita : pankreasnya normal
Pada umumnya kerusakan pada sel beta ringan tidak mungkin menimbulkan gangguan produksi insulin.
b.      Pembuluh darah
Bila gangguan metabolisme karbohidrat terlalu lama, maka hiperglikemik menahun pada otot, hati dan jantung terjadi difisiensi.
Lemak dimobilisasi sebagai sumber tenaga, sehingga lemak dalam darah bertambah. Lipaemia dan cholestrolimia merupakan gangguan vaskular, dengan komplikasi aterioskelosis merata → skeloris pembuluh darah arteri coronaria, ginjal dan retina.
c.       Mata
Skelosis arteri retina disebut juga retinitis diabetika, yang berupa perdarahan kecil-kecil tidak teratur. Terjadi pelebaran pembuluh darah retina dan berkeluk-keluk kapiler-kapiler membentuk mikroaneurisma.
d.      Jantung
Sklerosis arteri coronaria yang mengakibatkan infrak otot jantung.
e.       Ginjal
Kelainan degeneratif pada alat vaskular glomeruler – tubular  pyleonepritis akut maupun kronis.
f.       Kulit
Penimbunan lipid dlm makropag-makropag pada dermis yang mengakibatkan xantoma diabetikum.
g.      Hati
Perlemakan akibat hepatomegali dan infiltasi glikogen. Disebabkan karena defisiensi karbohidrat sehingga sumber tenaga dari lemak  memobilisasi lemak berlebihan, sehingga terjadi defisiensi lipotropik, dan lemak tidak dapat diangkut dari sel sehingga terjadi penimbunan lemak berlebihan.


BAB 3
Penutup
A.    Kesimpulan
Kelainan metabolisme seringkali disebabkan oleh kelainan genetik yang mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang diperlukan untuk merangsang suatu proses metabolisme. Sedangkan metabolisme sendiri adalah proses penting yang terjadi pada tubuh manusia, sebagai proses pengolahan baik pembentukan dan penguraian zat -zat yang diperlukan oleh tubuh agar tubuh dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Kelainan metabolisme dibedakan menjadi beberapa macam berdasarkan zat yang mengalami kegagalan dalam metabolisme diantaranya kelainan metabolisme lemak, protein, karbohidrat, piruvat dan asam amino.
Salah satu kelainan metabolik adalah Diabetes mellitus yang sering dikenal sebagai kencing manis. Penyakit ini ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Adapun gejala-gejala diabetes melitus :
1.      Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah
2.      Banyak kencing (poliuria)
3.      Banyak minum (polidipsia)
4.      Polifagi (meningkatnya hasrat untuk makan)
5.      Gangguan saraf tepi/ kesemutan
6.      Gangguan penglihatan
7.      Gatal/bisul
8.      Gangguan ereksi


B.     Saran
Bagi klien diharapkan dengan penyakit Diabetes Melitus dapat melakukan pengobatan dan diet secara teratur & seimbang. Sedangkan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat harus memahami dan dapat memberikan pendidikan dan pengetahuan bagi klien, serta menuntun pasien dalam pengobatan dan diet seimbang. Bagi teman-teman diharapkan dengan mengetahui ciri-ciri dan bagaimana penyakit gangguan metabolisme ini terjadi teman-teman dapat berhati-hati dalam memberikan asupan makanan pada tubuh kita.





















Daftar Pustaka






William F. Ganong.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. EGC, Jakarta : EGC.

Murray Robert. K, dkk.2009. Biokimia Harper, edisi 27. Jakarta : EGC.

Guyton & H al.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11. Jakarta : EGC