Follow Me @deeres_

Sunday, August 5, 2018

Laporan Akhir SGOT/AST II Kimia Klinik


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh yang memiliki peran penting dalam metabolisme sel tubuh. Pada penyakit hati oleh penyebab tertentu, kelainanan yang terjadi dapat berupa kelainan fungsi metabolisme (fungsi sintesis dan fungsi penyimpanan), kelainan fungsi pertahanan tubuh (fungsi penawar racun dan fungsi ekskresi), atau kerusakan sel hati. Diagnosis penyakit hati dengan dengan menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium pada dasarnya adalah untuk mendapatkan informasi mengenai fungsi, keutuhan sel, dan etiologi penyakit hati, dengan cara menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium. Penafsiran hasil pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis penyakit hati tidak dapat menggunakan satu jenis hasil pemeriksaan laboratorium saja, tetapi menggunakan gabungan beberapa hasil pemeriksaan. Hal itu disebabkan oleh sifat hasil pemeriksaan laboratorium pada penyakit hati yang tidak spesifik dan sensitif. Bersifat tidak spesifik karena hasil pemeriksaan fungsi hati dan keutuhan sel hati dipengaruhi oleh kelainan diluar hati (factor ekstrahepatik). Bersifat tidak sensitive karena daya cadang fungsi hati sangat besar dan daya regenerasi sel hati sangat cepat sehingga pada kelaianan hati yang ringan, baik kerusakan awal sel hati maupun kerusakan jaringan hati yang belum luas (<60 2012="" astuti="" hasil="" iantini="" laboratorium="" masih="" menunjukkan="" normal.="" o:p="" pemeriksaan="">
Perkembangan hati mulai tampak pada embrio berukuran 2,5 mm, yaitu kira-kira pada minggu ketiga sampai keempat, sebagai pertumbuhan endoterm bagian ventral foregut, kranial dari yolk sac dan kaudal dari jantung, dekat bertumbuhnya duodenum. Pertumbuhan ini disebut diverticulum hati atau rudiment hati. Bagian kranial pertumbuhan itu berkembang menjadi gencel hepatosit dan kemudian saluran empedu intrahepatic. Sedangkan bagian kaudal berkembang menjadi kandung empedu dan saluran empedu ekstrahepatik. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Sinusoid, pembuluh darah, simpati hati (kapsula glisson) dan jaringan ikat segitiga Kiernan (portal) dibuat oleh jaringan mesoderm septum transversum. Vena vitelinus yang melapisi bagian luar septum transversum akan membentuk sinusoid. Tetapi penyelidikan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sel hati dapat juga dibentuk oleh mesoderm, sehingga hati berasal dari endoterm dan mesoderm. Demikian pula kanal empedu, seperti sel hati, dibentuk oleh mesoderm. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Hati terletak di perut kanan atas, di bawah diafragma kanan, di bagian bawah rongga toraks, dilapisi kapsula glisson, yang kemudian bersatu dengan jaringan ikat daerah portal. Hati normal perabaannya kenyal dan permukaan nya halus dan mengkilat, berwarna tengguli. Hati normal biasanya tidak teraba dari luar. Hati hanya teraba pada tepi bawah iga kanan, terutama pada saat inspirasi. Hati terdiri atas lobus kanan (3/5 bagian), Lobus kiri (3/10 bagian), lobus-lobus kuadratus dan lobus kaudatus (1/10 bagian). Pembagian yang lebih kecil dengan aliran darah, limfe, dan bilier tersendiri, maka hati dapat dibagi menjadi 8 (atau 9 bila lobus kaudatus dihitung) segmen, yang bermakna bagi penentuan tindakan bedah. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Hati menerima darah dari arteri hepatica dan vena porta. Vena porta mendarahi 50-60% aliran tersebut. Venul porta dan arteriol hepatica dari daerah portal mengirimkan cabang terminal/pembuluh aksial ke asinus simpleks tersebut. Maka bersatu untuk memencarkan aliran darahnya menuju beberapa venul sentralis hepatica. Asinus simpleks terletak diantara dua vena sentralis, kearah tempat darah tersebut dialirkan. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh, yang terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen sebelah kanan di bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi iga-iga. Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma; permukaan bawah tidak rata dan meperlihatkan lekukan, fisura transversus. Permukaannya dilintasi berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar hati. Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah, sedangkan ligamen falsiformis melakukan hal yang sama di permukaan atas hati. Selanjutnya hati dibagi-bagi dalam 4 belahan (kanan, kiri, kaudata, dan kuadrata). Dan setiap belahan atau lobus terdiri atas lobulus. Lobulus ini berbentuk polyhedral (segi banyak) dan terdiri atas sel hati berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan hati. Hati mempunyai 2 jenis persediaan darah, yaitu yang datang melalui arteri hepatica dan yang melalui vena porta. (Pearce. E.C, 2011)
Pembuluh darah pada hati
Menurut Pearce. E.C (2011) pembuluh darah pada hati di bagi dalam beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1.   Arteri hepatika, yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima darahnya kepada hati; darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95 sampai 100 persen.
2.   Vena porta, yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, menghantarkan empat perlima darahnya ke hati; darah ini mepunyai kejenuhan oksigen hanya 70 persen sebab beberapa O2 telah diambil limpa dan usus. Darah vena porta ini membawa kepada hati. Zat makanan yang telah diabsorpsi mukosa usus halus.
3.   Vena hepatika, mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam vena hepatika tidak terdapat katup.
4.   Saluran empedu, terbentuk dari penyatuan kapiler-kapiler empedu yang mengumpulkan empedu dari sel hati. Maka terdapat empat pembuluh darah utama yang menjelajahi seluruh hati, dua yang masuk, yaitu arteri hepatika dan vena porta, dan dua yang keluar, yaitu vena hepatika dan saluran empedu.

Sel hati adalah sel yang polyhedral dan berinti. Protoplasma sel berisi sejumlah besar enzim. Massa sel ini membentuk lobula hepatica yang berbentuk heksagonal kasar, kira-kira berdiameter satu millimeter dan satu dari yang lain terpisah oleh jaringan ikat yang memuat cabang-cabang pembuluh darah yang menjelajahi hati. Cabang vena porta, arteri hepatica, dan saluran empedu dibungkus bersama oleh sebuah balutan dari jaringan ikat, yang disebut kapsul Glisson dan yang membentuk saluran porta. Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati, dan setiap lobula dijelajahi sebuah gejala sinusoid darah atau kapiler hepatika. (Pearce. E.C, 2011)
Pembuluh darah halus berjalan di antara lobula hati dan disebut vena interlobular. Pembuluh-pembuluh darah ini menuangkan isinya ke dalalm vena lain yang disebut vena sublobuler. Vena-vena sublobuler ini bergabung dan akhirnya membentuk beberapa vena hepatika yang berjalan langsung masuk ke dalam vena kava inferior. Empedu dibentuk di dalam sela-sela kecil di dalam sel hepar, dan dikeluarkan melalui kapiler empedu yang halus atau kanalikuli empedu, yaitu saluran halus yang dimulai di antara sel hati, dan terletak antara dua sel. Tetapi kanalikuli itu terpisah dari kapiler darah sehingga darah dan empedu tidak pernah tercampur. Kemudian kapiler empedu berjalan ke pinggiran lobula, dan menuangkan isinya ke dalam saluran interlobular empedu dan saluran-saluran ini bergabung membentuk saluran hepatika. Saluran empedu sebagian besar dilapisi epitelium silinder dan mempunyai dinding luar yang terdiri atas jaringan fibrus dan otot. Dengan cara berkontraksi, dinding berotot pada saluran ini mengeluarkan empedu dari hati. (Pearce. E.C, 2011)
AST dalah enzim yang terdapat dalam sel jangtung, hati, otot skeletal, ginjal, otak, pancreas, limpa dan paru. Enzim ini akan dikeluarkan ke sirkulasi apabila terjadi kerusakan atau kematian sel. Tingginya kadar enzim ini berhubungan langsung dengan jumlah kerusakan sel. Kerusakan sel akan diikuti dengan peningkatan kadar AST dalam 12 jam dan tetap meningkat selama 5 hari. (Pearce. E.C, 2011)

B.  Tujuan
Untuk mengetahui kadar SGOT dalam darah seseorang.

C.  Manfaat
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara pemeriksaan SGOT (AST) dengan metode Rekomendasi IFCC.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Pengertian
Hati adalah organ penting, dan kelenjar terbesar pada tubuh manusia. Hati memiliki berat sekitar 1,5 kg atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hati terletak dalam rongga perut dibawah diafragma. Hati penting dalam tubuh karena memiliki beberapa fungsi yaitu pengolahan metabolik, detoksifikasi zat sisa, sintesis protein plasma, tempat penyimpanan, pengaktifan vitamin D, pengeluaran bakteri dan sel darah merah, ekskresi kolesterol, dan penghasil empedu. Pada biokimiawi hati peningkatan Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT), dan Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase prevalensinya meningkat menjadi 62,84% dan selanjutnya menjadi 75,1% dari 2005-2008. (Aldrin, 2015)
SGOT (Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase) adalah enzim transaminase sering juga disebut AST (Aspartat Amino Transferase) katalisator perubahan dari asam amino menjadi asam alfa ketoglutarat. Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama dan hati dan jantung. Pelepasan enzim yang tinggi ke dalam serum menunjukkan adanya kerusakan utama pada jaringan jantung dan hati. Pada penderita infark jantung, SGOT akan meningkat setelah 12 jam dan mencapai puncak setelah 24-36 jam kemudian, dan akan kembali normal pada hari ke tiga sampai hari ke lima. (Sutedjo, AY. SKM, 2008)
Enzim-enzim yang mengatalisis pemindahan reversible satu gugus amino antara suatu asam amino dan suatu asam alfa-keto disebut aminotransferase, atau transaminase oleh tata nama lama yang masih popular. Dua aminotransferase yang paling sering diukur adalah alanine aminotransferase (ALT), yang dahulu disebut “glutamate-piruvat transaminase” (GPT), dan aspartate aminotransferase (AST), yang dahulu disebut “glutamate-oxaloacetate transaminase” (GOT). Baik ALT maupun AST memerlukan piridoksal fosfat (Vitamin B6) sebagai kofaktor. Zat ini sering ditambahkan ke reagen pemeriksaan untuk meningkatkan pengukuran enzim-enzim ini seandainya terjadi defisiensi Vitamin B6 (misal, hemodialysis, malnutrisi). (Reza A, Banundari Rachmawati, 2017)
Aminotransferase tersebar luas di tubuh, tetapi terutama banyak dijumpai di hati, karena peran penting organ ini dalam sintesis protein dan dalam menyalurkan asam-asam amino ke jalur-jalur biokimiawi lain. Hepatosit pada dasarnyaa adalah satu-satunya sel dengan konsentrasi ALT yang tinggi, sedangkan ginjal, jantung, dan otot rangka mengandung kadar sedang. ALT dalam jumlah yang lebih sedikit dijumpai di pancreas, paru, lima, dan eritrosit. Dengan demikian, ALT serum memiliki spesifitas yang relative tinggi untuk kerusakan hati. Sejumlah besar AST terdapat di hati, miokardium, dan otot rangka; eritrosit juga memiliki AST dalam jumlah sedang. Hepatosit mengandung AST tiga sampai empat kali lebih banyak daripada ALT. Aminotransferase merupakan indikator yang baik untuk kerusakan hati apabila keduanya meningkat. Cedera akut pada hati, seperti karena hepatitis, dapat menyebabkan  peningkatan baik AST maupun ALT menjadi ribuan IU/Liter. Pengukuran aminotransferase setiap minggu mungkin sangat bermanfaat untuk memantau perkembangan dan pemulihan hepatitis atau cedera hati lain. (Reza A, Banundari Rachmawati, 2017)
Gamma glutamil transferase (GGT) dalam sebuah enzim berguna untuk mentransfer kelompok gamma-glutamil dari peptida dan senyawa lain untuk dijadikan suatu akseptor. Hal ini ditemukan dalam semua sel tubuh kecuali miosit dengan konsentrasi sangat tinggi dan ditemukan juga di dalam sel-sel sistem hepatobiliary dan ginjal. Tingkat yang tinggi juga ditemukan di prostat, yang mungkin bertanggung jawab untuk kadar yang lebih tinggi dalam serum laki-laki daripada perempuan. GGT dibersihkan dari sirkulasi oleh serapan hati dan memiliki waktu paruh dalam plasma sekitar 4 hari. Tingkat GGT serum biasanya meningkat pada pasien dengan hepatitis akut. (Cahyono, 2009)
Definisi Globulin adalah kelompok protein yang digunakan untuk produksi antibodi.  Protein dibuat dari asam amino dan menjadi bagian penting dari semua sel dan jaringan. Ada berbagai macam protein dalam tubuh dengan fungsi yang berbeda. Contoh protein adalah enzim-enzim, beberapa hormone, hemoglobin (transportasi oksigen), LDL (transportasi kolesterol), fibrinogen (pembekuan darah), kolagen (struktur tulang dan tulang rawan), dan imunoglobulin (antibodi). Globulin adalah protein utama yang ditemukan dalam plasma darah, yang berfungsi sebagai pembawa hormone steroid dan lipid, dan fibrinogen; yang diperlukan untuk pembekuan darah. Ada beberapa jenis globulin dengan berbagai fungsi dan dapat dibagi menjadi empat fraksi yaitu; globulin alpha-1, globulin alpha-2, globulin beta, dan globulin gamma. Keempat fraksi dapat diperoleh secara terpisah melalui proses elektroforesis protein. Tingkat globulin dapat meningkat karena infeksi kronis, penyakit hati, sindrom karsinoid, dll, tetapi juga mungkin akan menurun karena nephrosis, anemia hemolitik akut, disfungsi hati dll. (Cahyono, 2009)
Gamma-glutamil transferase (gamma-glutamyl transferase, GGT) adalah enzim yang ditemukan terutama di hati dan ginjal, sementara dalam jumlah yang rendah ditemukan dalam limpa, kelenjar prostat dan otot jantung. Gamma-GT merupakan uji yang sensitive untuk mendeteksi beragam jenis penyakit parenkim hati. Kebanyakan dari penyakit hepatoseluler dan hepatobiliar meningkat GGT dalam serum. Kadarnya dalam serum akan meningkat lebih awal dan tetap akan meningkat selama kerusakan sel tetap berlangsung. (Cahyono, 2009)
Apabila kadar enzim ini meningkat berarti ada peningkatan jumlah sel yang mati atau rusak atau ada poliferasi  sel (penambahan sel dalam jumlah banyak). Beberapa sel tertentu mengandung enzim plasma dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sel lainnya. Sebagai contoh, SGOT terdapat banyak dalam sel jantung, sel hati, otot rangka, ginjal dan butir darah merah. Apabila ada kenaikan kadar SGOT didalam darah dokter akan menduga ada peningkatan kerusakan sel dalam organ tadi. (Djojodibroto, 2001)
Dibawah ini merupakan penyebab-penyebab SGOT meningkat menurut Djojodibroto (2001)
1.   SGOT dalam darah meninggi bila ada:
a.      Bila ada hemolisis
b.      Pada bayi baru lahir
2.   Kenaikkan 10 – 100 kali lipat dari normal bila:
a.      Infrak otot jantung
b.      Hepatitis karena virus
c.      Nekrosis sel hati karena keracunan
d.      Sirkulasi darah terganggu sehingga terjadi shok atau hipoksemia
3.   Kenaikan moderat bila :
a.      Sirosis (sampai 2 kali lipat normal)
b.      Sakit kuning karena penyumbatan saluran empedu
c.      Keganasan dihati (liver)
d.      Penyakit otot rangka
e.      Setelah trauma fisik
f.       Setelah operasi (terutama operasi jantung)
g.      Butir darah merah hemolisis. (Djojodibroto, 2001)

SGOT merupakan suatu enzim dalam tubuh yang segera terdeteksi dalam sirkulasi perifer apabila terjadi trauma atau nekrosis pada suatu jaringan. Kadar SGOT pada pemeriksaan laboratoris dapat digunakan untuk menilai seberapa luas kerusakan hati namun SGOT juga banyak ditemukan pada jaringan selain hati seperti jantung. Perubahan kadar SGOT pada umumnya sering dikaitkan dengan penyakit hati namun tidak menutup kemungkinan perubahan SGOT juga terjadi akibat penyakit jantung. (Lely, dkk, 2016)
Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) merupakan salah satu enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati. Enzim ini ditemukan dalam konsentrasi sedang pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Saat terjadi cedera terutama pada sel-sel hati dan otot jantung, enzim ini akan dilepaskan ke dalam darah. Fungsi utama enzim ini sebagai biomarker/penanda adanya gangguan pada hati dan jantung.9 Pada perokok aktif, dapat terjadi peningkatan kadar serum SGOT dalam darah. (Vania dkk, 2016)
Enzim Transaminase atau disebut juga enzim aminotransferase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi transaminasi. Terdapat dua jenis enzim serum transminase yaitu serum glutamate oksaloasetat transaminase dan serum glutamate piruvat transminase (SGPT). Pemeriksaan SGOT adalah indikator yang lebih sensitive terhadap kerusakan hati dibanding SGPT. Hal ini dikarenakan enzim GOT sumber utamanya dihati, sedangkan enzim GPT banyak terdapat pada jaringan, otot rangka, ginjal dan otak. (Cahyono, 2009)





B.  Fungsi Aspartate transaminase
Aspartate transaminase mengkatalisis interkonversi aspartat dan α=ketoglutarat menjadi oksaloasetat dan glutamate.
Aspartat (Asp) + α-ketoglutarat  oksaloasetat + glutamat (Glu)
450px-Aspartate_aminotransferase_reaction.png
Gambar 1. Reaksi dikatalisasi oleh aspartat aminotransferase

Sebagai transaminase prototype, AST bergantung pada PLP (vitamin B6) sebagai kofaktor untuk mentransfer gugus amino dari aspartat atau glutamate ke asam keton yang sesuai. Dalam prosesnya, kofaktor angkutan antara PLP dan bentuk pyridoxamine phosphate (PMP). Transfer gugus amino yang dikatalisasi oleh enzim ini sangat penting dalam degradasi asam amino, setelah konversi α-ketoglutarat menjadi glutamate, glutamate kemudian mengalami deaminasi oksidatif untuk membentuk ion ammonium, yang diekskresikan sebagai urea. Dalam reaksi balik, aspartat dapat disintesis dari oksaloasetat, yang merupakan perantara kunci dalam siklus asam sitrat. (Aldrin, 2015)

C.  Mekanisme Aspartate transaminase
Aspartat transaminase, seperti semua transaminase, beroperasi melalui pengenalan substrat ganda; artinya ia mampu mengenali dan secara selektif mengikat dua asam amino (Asp dan Glu) dengan berbagai rantai samping. Dalam kedua kasus, reaksi transaminase terdiri dari dua reaksi setengah serupa yang merupakan apa yang disebut sebagai mekanisme ping-pong. Pada setengah reaksi pertama, asam amino 1 (misalnya, L-Asp) bereaksi dengan kompleks enzim-PLP untuk menghasilkan ketoacid  1 (oxaloacetat) dan enzim-PMP yang dimodifikasi. Pada reaksi setengah kedua, ketoacid 2 (α-ketoglutarat) bereaksi dengan enzim-PMP asli dalam proses. Pembentukan produk rasemat (D-Glu) sangat jarang. (Aldrin, 2015)


D.  Pemeriksaan laboratorium
Dalam pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan SGOT biasanya dilakukan contohnya pada uji faal hati. Pada hati sendiri Uji faal hati dapat dipakai untuk menilai jenis kerusakan, Menurut Marwoto Wirasmi (2010) jenis kerusakan dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
1.   Nekrosis sel terjadi maka banyak enzim dilepaskan. Yang paling berguna ialah pemeriksaan SGOT (serum glutamine oxaloacetic transferase), yang kini dikenal sebagai ALT (alanine aminotranfarase) dan SGPT (serum glutamic-pyruvie transfarase), yang kini dIkenal sebagai AST (aspartate aminotransfarase). Karena SGOT terutama berasal dari hati, pemeriksaannya lebih indikatif untuk kerusakan sel hati.
2.   Pemeriksaan untuk menentukan kolestasi ganguan sekresi bilier yang tersaring ialah fosfatase alkali yang juga ditemukan orang lain (tulang, usus palsenta trimester ketiga). Peningkatan isoenzim hepatic terjadi bila fungsi sekresi berkurang dan agaknya dibentuk oleh regurgitasi fosfatase alakali dari kanalikulus ke peredaran darah. (leucine aminopeptidase dan 5-nucleotidase merupakan enzim petunjuk fungsi sekresi empedu namun tidak diperiksa secara rutin). Parameter biokimia yang baik untuk kolestasis ialah restensi asam empedu dalam serum. Kenaikan asam empedu serum pada puasa selalu menandakan gangguan sekresi empedu.
3.   Pemeriksaan plasma untuk menggambarkan kapasitas sintetik hepatosit ialah kadar albumin dan waktu protrombin. Pada penyakit hati kronik (mis. sirosis), penurunan albumin mencerminkan kegagalan fungsi hati untuk kompensasi. Dibandingakn albumin, paruh waktu protrombin lebih pendek, sehingga penurunan waktu protrombin/waktu pendarahan yang memanjang dapat ditemukan pada awal penyakit. Sebelum biopsi atau operasi pada pasien yang terduga mempunyai penyakit hati menahun, seharusnya dilakukan pemeriksaan waktu protrombin/waktu pendarahan.
4.   Pengukuran bilirubin (B1 dan B2) paling sering dilakukan kebersamaan nya pada aliran eksresi (metabolik) bilirubin dengan anion organik (mis.bromsulphalein) merupakan dasar pemeriksaan fungsi hati sensitif, terutama uji BSP.

Nilai klinik suatu pemeriksaan laboratorium tergantung pada sensitivitas, spesifik, dan akurasi. SGOT adalah parameter yang memiliki sensitivitas maksimum 90% namun hanya 18% yang spesifik pada hati, ini menunjukkan bahwa SGOT sensitif tetapi tidak spesifik untuk melihat kerusakan hati. Hal ini diduga berhubungan dengan distribusi enzim SGOT yang relatif lebih luas pada jantung dibandingkan dengan SGPT yang spesifik untuk melihat kerusakan hati. SGOT pada jantung digunakan sebagai parameter untuk diagnosa penyakit infark miokard. SGOT akan meningkat pada penyakit infark miokard setelah 8-12 jam, mencapai puncak setelah 36-48 jam dan kembali normal setelah 2-4 hari. Peningkatan SGOT tidak dapat dijadikan parameter utama untuk diagnosa penyakit infark miokard karena SGOT juga dapat meningkat pada kondisi lain yang perlu dipertimbangkan. (Lely, dkk, 2016)

Kondisi yang menyebabkan peningkatan SGOT (Marwoto Wirasmi, 2010)
No.
Peningkatan SGOT
Kondisi / Penyebab
1.
Peningkatan ringan (<3x normal="" o:p="">
-Perikarditis
-Sirosis hepatic
-Infark paru
-Cerebrovascular accident (CVA)
2.
Peningkatan sedang (3-5 normal)
-Obstruksi saluran empedu
-Aritmia jantung
-Gagal jantung kongesti
-Tumor hati
3.
Peningkatan tinggi (>5x nilai normal)
-Kerusakan hepatoseluler
-Infark jantung
-Kolaps sirkulasi
-Pankreatitis akut

Kadar AST serum tinggi dapat ditemukan setelah terjadi infark miokardium (MI) akut dan kerusakan hati. 6 sampai 10 setelah MI akut, AST akan keluar dari otot jantung dan memuncak dalam 24 jam sampai 48 jam setelah terjadi infark. Kadar AST serum akan kembali normal dalam 4 sampai 6 hari kemudian, jika tidak terjadj proses infark tambahan. Kadar AST serum biasanya dibandingkan dengan kadar enzim-jantung yang lain (kreatin kinase [creatin cinase, CK], laktat dehidrogenase [Lactate dehydrogenase, LDH]. (Marwoto Wirasmi, 2010)
E.  Masalah Klinis
Masalah klinis yang dapat kita lihat dari Peningkatan maupun penurunan kadar SGOT menurut Marwoto Wirasmi (2010) diantaranya:
Pada Penurunan kadar SGOT dapat disebabkan oleh:
1.      Kehamilan
2.      Ketoasidosis diabetic
3.      Pengaruh obat
4.      Salisilat.
Peningkatan kadar SGOT dapat disebabkan oleh karna:
1.      MI akut                                   
2.      Hepatitis
3.      Nekrosis hati
4.      Penyakit dan trauma musculoskeletal
5.      Pankreatitis akut
6.      Kanker hati
7.      Angina pektoris yang serius
8.      Olah raga berat
9.      Injeksi IM
10.   Pengaruh obat: Antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin). Vitamin( asam folat, piridoksin, vitamin A),  [Aldomet], guanetidin, mitramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam, (Dalmane), indomertasin(Indocin), Isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, salisilat, teofilin.

Enzim SGOT dan SGPT mencerminkan keutuhan atau integrasi sel-sel hati. Adanya peningkatan enzim hati tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel hati. Makin tinggi peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT, semakin tinggi tingkat kerusakan sel-sel hati. Kerusakan membrane sel menyebabkan enzim Glutamat Oksaloasetat Transminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya meningkat di dalam darah. Sehingga dapat dijadikan indicator kerusakan hati. (Cahyono, 2009)































BAB III
METODE KERJA
A.  Waktu dan Tempat
1.   Waktu
Praktikum kimia klinik pemeriksaan SGOT yang dilakukan pada hari Senin, 28 Mei 2018.
2.   Tempat
Praktikum kimia klinik dengan judul praktikum “Pemeriksaan SGOT” dilaksanakan di Laboratorium Analis Kesehatan Gedung A STIKes Wiyata Husada Samarinda.

B.  Alat dan Bahan
1.   Alat
a.   Tabung reaksi
b.   Rak tabung
c.   Mikropipet
d.   Tip
e.   Fotometer
2.   Bahan
a.   Serum/plasma
b.   Reagen Stanbio
c.   Tissue

C.  Prinsip
L-Aspartate + 2-oxoglutarat     AST   L-glutamat + oxalacetat
Oxalacet + NADH + H+      MDH     L-malat + NAD+

D.  Prosedur Kerja
Buat Working Reagen (WR) 5 R1 : 1 R2 -> 2000 ul : 400 ul
Pipet ke dalam tabung reaksi
Blanko (µl)
Sampel atau control (µl)
Reagen campuran
( R1+R2)
1000
1000
Sampel
_
100
Campur, Baca hasil pada fotometer. factor: 1768.

E.  Nilai Normal
Laki-laki      : < 37 ul
Perempuan            : < 31 ul

F.  Metode kerja
Rekomendasi IFCC (Kinetik)

G. Identitas sampel
Nama                     : Dinda Retno sya’bani
Umur                      : 19 tahun
Jenis Kelamin         : perempuan


















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil
Dari hasil praktikum pada pemeriksaan SGOT (AST)  dalam darah seseorang yang dilakukan pada hari Senin, 28 Mei 2018 oleh sampel dari Dinda Retno Sya’bani yaitu:
Abs Blanko             : 1,412
Abs Sampel            : 1,663
Abs duplo               : 1,689
Result sampel        : 15 u/l
Result duplo           : 15 u/l
Faktor                     : 1768
è Perhitungan;
Abs sampel x factor = 1,663 x 1768 = 2,940 ( 3 u/l )

B.  Pembahasan
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau juga dinamakan AST (Aspartat Aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pancreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (Creatin Kinase), LDH (Lactat Dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih akan tetap demikian dalam waktu yang lama. (Wahyu Ewmuslim, 2010)
Diagnosis penyakit hati dengan dengan menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium pada dasarnya adalah untuk mendapatkan informasi mengenai fungsi, keutuhan sel, dan etiologi penyakit hati, dengan cara menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium. Penafsiran hasil pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis penyakit hati tidak dapat menggunakan satu jenis hasil pemeriksaan laboratorium saja, tetapi menggunakan gabungan beberapa hasil pemeriksaan. Hal itu disebabkan oleh sifat hasil pemeriksaan laboratorium pada penyakit hati yang tidak spesifik dan sensitif. Bersifat tidak spesifik karena hasil pemeriksaan fungsi hati dan keutuhan sel hati dipengaruhi oleh kelainan diluar hati (factor ekstrahepatik). Bersifat tidak sensitive karena daya cadang fungsi hati sangat besar dan daya regenerasi sel hati sangat cepat sehingga pada kelainan hati yang ringan, baik kerusakan awal sel hati maupun kerusakan jaringan hati yang belum luas (<60 2012="" astuti="" hasil="" iantini="" laboratorium="" masih="" menunjukkan="" normal.="" o:p="" pemeriksaan="">
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah Laki-laki : 0 – 50 U/L Perempuan : 0 – 35 U/L. SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah Laki-laki : 0 – 50 U/L Perempuan : 0 – 35 U/L.  Fungsi hati dapat dibagi menjadi fungsi sintesis, fungsi ekskresi, fungsi penyimpanan, dan fungsi detoksifikasi (penawar racun). Dalam fungsi sintesis akan dibahas mengenai pemeriksaan protein, termasuk albumin, globulin, elektroforesa protein dan protein-protein lain dan kolinesterase. Dalam fungsi eskresi akan dibahas mengenai pemeriksaan bilirubin kolesterol, asam empedu, dan trigleserida. Fungsi penyimpanan hati yang akan dibahas adalah pemeriksaan glukosa dan glikogen, asam amino dan protein. Ammonia akan dibahas dalam fungsi detoksifitasi. (Giantini Astuti, 2012)
AST (SGOT) dan ALT (SGPT) adalah indikator-indikator yang sensitif dari kerusakan hati dari tipe-tipe penyakit yang berbeda. Namun harus ditekankan bahwa tingkat-tingkat enzim-enzim hati yang lebih tinggi dari normal tidak harus secara otomatis disamakan dengan penyakit hati. Mereka mungkin atau mereka bukan persoalan-persoalan hati. Interpretasi (penafsiran) dari tingkat-tingkat AST dan ALT yang naik tergantung pada seluruh gambaran klinis dilakukan oleh dokter yang berpengalaman mengevaluasi penyakit hati.Tingkat-tingkat yang tepat dari enzim-enzim itu tidak berkorelasi baik dengan luasnya kerusakan hati atau prognosis. Jadi, tingkat-tingkat AST (SGOT) dan ALT (SGPT) yang tepat tidak dapat digunakan untuk menentukan derajat kerusakan hati atau meramalkan masa depan. Contohnya, pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut mungkin mengembangkan tingkat-tingkat AST dan ALT yang sangat tinggi (adakalanya dalam batasan ribuan unit/liter). Namun kebanyakan pasien-pasien dengan virus hepatitis A. (Giantini Astuti, 2012)
Aminotransferase aspartat/ transminase oksaloasetat glutamat serum (AST/SGOT) merupakan enzim yang sebagian besar ditemukan dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dapat ditemukan pada otot rangka, ginjal, dan pankreas. Konsentrasi yang rendah terdapat dalam darah, kecuali jika terjadi cidera seluler, kemudian dalam jumlah yang banyak, dilepas kedalam sirkulasi. Kadar AST serum tinggi dapat ditemukan setelah terjadi infark miokardium (MI) akut dan kerusakan hati. 6 sampai 10 setelah MI akut, AST akan keluar dari otot jantung dan muncak dalam 24 jam sampai 48 jam setelah terjadi infark. Kadar AST serum akan kembali normal dalam 4 sampai 6 hari kemudian, jika tidak terjadj proses infark tambahan. Kadar AST serum biasanya dibandingkan dengan kadar enzim-jantung yang lain (kreatin kinase [creatin cinase, CK], laktat dehidrogenase [Lactate dehydrogenase, LDH].Pada penyatik hati, kadar serum akan meningkat 10 kali atau lebih, dan tetap demikian dalam waktu yang lama. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan pada pemeriksaan SGOT (AST) dengan metode kinetik dan bantuan alat fotometer yaitu Abs Blanko: 1,412, Abs Sampel: 1,663, Abs Duplo: 1,689, Result Sampel: 15 u/l Result Duplo: 15 u/l dan factor: 1768. Dan berdasarkan hasil perhitungan yaitu: Abs sampel x factor = 1663 x 1768 = 2,940 (3 u/l). Dengan artian kadar SGOT dalam darah adalah Normal. Masalah Klinis yang dapat mempengaruhi pada nilai SGOT abnormal menurut Marwoto Wirasmi (2010) diantaranya
Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
1.   Peningkatan tinggi (> 5 kali nilai normal): kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa
2.   Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal): obstruksi saluran empedu, aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia muscularis
3.   Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
1.   Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST
2.   Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar SGOT/AST
3.   Hemolisis sampel darah
4.   Obat-obatan dapat meningkatkan kadar: antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru.






















BAB V
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Pada praktikum kimia klinik untuk pemeriksaan SGOT (AST) yang dilakukan pada hari Senin, 28 Mei 2018 oleh sampel:
Nama                     : Dinda Retno sya’bani
Umur                      : 19 tahun
Jenis Kelamin         : perempuan
Didapatkan hasil kadar SGOT15 µl di dalam darah, dan dinyatakan normal.

B.  Saran
Saran pada penulisan laporan ini adalah mahasiswa telah mengetahui bagaimana cara pemeriksaan SGOT (AST) menggunakan metode Rekomendasi IFCC.



















DAFTAR PUSTAKA

Aldrin. 2015. Madu Sebagai Hepatoprotektor Dinilai dengan Enzim Transaminase. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.

Djojodibroto,D, R. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Giantini Astuti. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Penerbit CV SAGUNG SETO.

Lely, dkk. 2016. Kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) pada Tikus Wistar (Rattus Norvegicus) Jantan yang dipapar stressor Rasa sakit Electrical Foot Shock Selama 28 Hari. Krayan Timur: Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember.

Marwoto Wirasmi. 2010. Buku Ajar Patologi II (Khusus) Edisi Ke- 1. Jakarta: Penerbit CV SAGUNG SETO.

Pearce. E.C. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Reza A, Banundari Rachmawati. 2017. Perbedaan Kadar SGOT dan SGPT antara Subyek dengan dan Tanpa Diabetes Mellitus. Semarang: Jurnal Kedokteran Diponegoro.

Vania, dkk. 2016. Gambaran Kadar Serum Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) Pada Perokok Aktif Usia >40 tahun. Manado: Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi Manado.













LAMPIRAN
Screenshot_2018-07-31-15-30-16-50.png


Screenshot_2018-07-31-15-30-35-58.png


Screenshot_2018-07-31-15-30-53-64.png


Screenshot_2018-07-31-15-31-13-74.png


IMG20180720105806.jpg   IMG20180720105746.jpg
1533021797025.jpg
unnamed.jpg




IMG20180720105818.jpg            1533021826514.jpg
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh yang memiliki peran penting dalam metabolisme sel tubuh. Pada penyakit hati oleh penyebab tertentu, kelainanan yang terjadi dapat berupa kelainan fungsi metabolisme (fungsi sintesis dan fungsi penyimpanan), kelainan fungsi pertahanan tubuh (fungsi penawar racun dan fungsi ekskresi), atau kerusakan sel hati. Diagnosis penyakit hati dengan dengan menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium pada dasarnya adalah untuk mendapatkan informasi mengenai fungsi, keutuhan sel, dan etiologi penyakit hati, dengan cara menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium. Penafsiran hasil pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis penyakit hati tidak dapat menggunakan satu jenis hasil pemeriksaan laboratorium saja, tetapi menggunakan gabungan beberapa hasil pemeriksaan. Hal itu disebabkan oleh sifat hasil pemeriksaan laboratorium pada penyakit hati yang tidak spesifik dan sensitif. Bersifat tidak spesifik karena hasil pemeriksaan fungsi hati dan keutuhan sel hati dipengaruhi oleh kelainan diluar hati (factor ekstrahepatik). Bersifat tidak sensitive karena daya cadang fungsi hati sangat besar dan daya regenerasi sel hati sangat cepat sehingga pada kelaianan hati yang ringan, baik kerusakan awal sel hati maupun kerusakan jaringan hati yang belum luas (<60 2012="" astuti="" hasil="" iantini="" laboratorium="" masih="" menunjukkan="" normal.="" o:p="" pemeriksaan="">
Perkembangan hati mulai tampak pada embrio berukuran 2,5 mm, yaitu kira-kira pada minggu ketiga sampai keempat, sebagai pertumbuhan endoterm bagian ventral foregut, kranial dari yolk sac dan kaudal dari jantung, dekat bertumbuhnya duodenum. Pertumbuhan ini disebut diverticulum hati atau rudiment hati. Bagian kranial pertumbuhan itu berkembang menjadi gencel hepatosit dan kemudian saluran empedu intrahepatic. Sedangkan bagian kaudal berkembang menjadi kandung empedu dan saluran empedu ekstrahepatik. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Sinusoid, pembuluh darah, simpati hati (kapsula glisson) dan jaringan ikat segitiga Kiernan (portal) dibuat oleh jaringan mesoderm septum transversum. Vena vitelinus yang melapisi bagian luar septum transversum akan membentuk sinusoid. Tetapi penyelidikan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sel hati dapat juga dibentuk oleh mesoderm, sehingga hati berasal dari endoterm dan mesoderm. Demikian pula kanal empedu, seperti sel hati, dibentuk oleh mesoderm. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Hati terletak di perut kanan atas, di bawah diafragma kanan, di bagian bawah rongga toraks, dilapisi kapsula glisson, yang kemudian bersatu dengan jaringan ikat daerah portal. Hati normal perabaannya kenyal dan permukaan nya halus dan mengkilat, berwarna tengguli. Hati normal biasanya tidak teraba dari luar. Hati hanya teraba pada tepi bawah iga kanan, terutama pada saat inspirasi. Hati terdiri atas lobus kanan (3/5 bagian), Lobus kiri (3/10 bagian), lobus-lobus kuadratus dan lobus kaudatus (1/10 bagian). Pembagian yang lebih kecil dengan aliran darah, limfe, dan bilier tersendiri, maka hati dapat dibagi menjadi 8 (atau 9 bila lobus kaudatus dihitung) segmen, yang bermakna bagi penentuan tindakan bedah. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Hati menerima darah dari arteri hepatica dan vena porta. Vena porta mendarahi 50-60% aliran tersebut. Venul porta dan arteriol hepatica dari daerah portal mengirimkan cabang terminal/pembuluh aksial ke asinus simpleks tersebut. Maka bersatu untuk memencarkan aliran darahnya menuju beberapa venul sentralis hepatica. Asinus simpleks terletak diantara dua vena sentralis, kearah tempat darah tersebut dialirkan. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh, yang terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen sebelah kanan di bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi iga-iga. Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma; permukaan bawah tidak rata dan meperlihatkan lekukan, fisura transversus. Permukaannya dilintasi berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar hati. Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah, sedangkan ligamen falsiformis melakukan hal yang sama di permukaan atas hati. Selanjutnya hati dibagi-bagi dalam 4 belahan (kanan, kiri, kaudata, dan kuadrata). Dan setiap belahan atau lobus terdiri atas lobulus. Lobulus ini berbentuk polyhedral (segi banyak) dan terdiri atas sel hati berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan hati. Hati mempunyai 2 jenis persediaan darah, yaitu yang datang melalui arteri hepatica dan yang melalui vena porta. (Pearce. E.C, 2011)
Pembuluh darah pada hati
Menurut Pearce. E.C (2011) pembuluh darah pada hati di bagi dalam beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1.   Arteri hepatika, yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima darahnya kepada hati; darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95 sampai 100 persen.
2.   Vena porta, yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, menghantarkan empat perlima darahnya ke hati; darah ini mepunyai kejenuhan oksigen hanya 70 persen sebab beberapa O2 telah diambil limpa dan usus. Darah vena porta ini membawa kepada hati. Zat makanan yang telah diabsorpsi mukosa usus halus.
3.   Vena hepatika, mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam vena hepatika tidak terdapat katup.
4.   Saluran empedu, terbentuk dari penyatuan kapiler-kapiler empedu yang mengumpulkan empedu dari sel hati. Maka terdapat empat pembuluh darah utama yang menjelajahi seluruh hati, dua yang masuk, yaitu arteri hepatika dan vena porta, dan dua yang keluar, yaitu vena hepatika dan saluran empedu.

Sel hati adalah sel yang polyhedral dan berinti. Protoplasma sel berisi sejumlah besar enzim. Massa sel ini membentuk lobula hepatica yang berbentuk heksagonal kasar, kira-kira berdiameter satu millimeter dan satu dari yang lain terpisah oleh jaringan ikat yang memuat cabang-cabang pembuluh darah yang menjelajahi hati. Cabang vena porta, arteri hepatica, dan saluran empedu dibungkus bersama oleh sebuah balutan dari jaringan ikat, yang disebut kapsul Glisson dan yang membentuk saluran porta. Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati, dan setiap lobula dijelajahi sebuah gejala sinusoid darah atau kapiler hepatika. (Pearce. E.C, 2011)
Pembuluh darah halus berjalan di antara lobula hati dan disebut vena interlobular. Pembuluh-pembuluh darah ini menuangkan isinya ke dalalm vena lain yang disebut vena sublobuler. Vena-vena sublobuler ini bergabung dan akhirnya membentuk beberapa vena hepatika yang berjalan langsung masuk ke dalam vena kava inferior. Empedu dibentuk di dalam sela-sela kecil di dalam sel hepar, dan dikeluarkan melalui kapiler empedu yang halus atau kanalikuli empedu, yaitu saluran halus yang dimulai di antara sel hati, dan terletak antara dua sel. Tetapi kanalikuli itu terpisah dari kapiler darah sehingga darah dan empedu tidak pernah tercampur. Kemudian kapiler empedu berjalan ke pinggiran lobula, dan menuangkan isinya ke dalam saluran interlobular empedu dan saluran-saluran ini bergabung membentuk saluran hepatika. Saluran empedu sebagian besar dilapisi epitelium silinder dan mempunyai dinding luar yang terdiri atas jaringan fibrus dan otot. Dengan cara berkontraksi, dinding berotot pada saluran ini mengeluarkan empedu dari hati. (Pearce. E.C, 2011)
AST dalah enzim yang terdapat dalam sel jangtung, hati, otot skeletal, ginjal, otak, pancreas, limpa dan paru. Enzim ini akan dikeluarkan ke sirkulasi apabila terjadi kerusakan atau kematian sel. Tingginya kadar enzim ini berhubungan langsung dengan jumlah kerusakan sel. Kerusakan sel akan diikuti dengan peningkatan kadar AST dalam 12 jam dan tetap meningkat selama 5 hari. (Pearce. E.C, 2011)

B.  Tujuan
Untuk mengetahui kadar SGOT dalam darah seseorang.

C.  Manfaat
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana cara pemeriksaan SGOT (AST) dengan metode Rekomendasi IFCC.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Pengertian
Hati adalah organ penting, dan kelenjar terbesar pada tubuh manusia. Hati memiliki berat sekitar 1,5 kg atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hati terletak dalam rongga perut dibawah diafragma. Hati penting dalam tubuh karena memiliki beberapa fungsi yaitu pengolahan metabolik, detoksifikasi zat sisa, sintesis protein plasma, tempat penyimpanan, pengaktifan vitamin D, pengeluaran bakteri dan sel darah merah, ekskresi kolesterol, dan penghasil empedu. Pada biokimiawi hati peningkatan Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT), dan Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase prevalensinya meningkat menjadi 62,84% dan selanjutnya menjadi 75,1% dari 2005-2008. (Aldrin, 2015)
SGOT (Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase) adalah enzim transaminase sering juga disebut AST (Aspartat Amino Transferase) katalisator perubahan dari asam amino menjadi asam alfa ketoglutarat. Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama dan hati dan jantung. Pelepasan enzim yang tinggi ke dalam serum menunjukkan adanya kerusakan utama pada jaringan jantung dan hati. Pada penderita infark jantung, SGOT akan meningkat setelah 12 jam dan mencapai puncak setelah 24-36 jam kemudian, dan akan kembali normal pada hari ke tiga sampai hari ke lima. (Sutedjo, AY. SKM, 2008)
Enzim-enzim yang mengatalisis pemindahan reversible satu gugus amino antara suatu asam amino dan suatu asam alfa-keto disebut aminotransferase, atau transaminase oleh tata nama lama yang masih popular. Dua aminotransferase yang paling sering diukur adalah alanine aminotransferase (ALT), yang dahulu disebut “glutamate-piruvat transaminase” (GPT), dan aspartate aminotransferase (AST), yang dahulu disebut “glutamate-oxaloacetate transaminase” (GOT). Baik ALT maupun AST memerlukan piridoksal fosfat (Vitamin B6) sebagai kofaktor. Zat ini sering ditambahkan ke reagen pemeriksaan untuk meningkatkan pengukuran enzim-enzim ini seandainya terjadi defisiensi Vitamin B6 (misal, hemodialysis, malnutrisi). (Reza A, Banundari Rachmawati, 2017)
Aminotransferase tersebar luas di tubuh, tetapi terutama banyak dijumpai di hati, karena peran penting organ ini dalam sintesis protein dan dalam menyalurkan asam-asam amino ke jalur-jalur biokimiawi lain. Hepatosit pada dasarnyaa adalah satu-satunya sel dengan konsentrasi ALT yang tinggi, sedangkan ginjal, jantung, dan otot rangka mengandung kadar sedang. ALT dalam jumlah yang lebih sedikit dijumpai di pancreas, paru, lima, dan eritrosit. Dengan demikian, ALT serum memiliki spesifitas yang relative tinggi untuk kerusakan hati. Sejumlah besar AST terdapat di hati, miokardium, dan otot rangka; eritrosit juga memiliki AST dalam jumlah sedang. Hepatosit mengandung AST tiga sampai empat kali lebih banyak daripada ALT. Aminotransferase merupakan indikator yang baik untuk kerusakan hati apabila keduanya meningkat. Cedera akut pada hati, seperti karena hepatitis, dapat menyebabkan  peningkatan baik AST maupun ALT menjadi ribuan IU/Liter. Pengukuran aminotransferase setiap minggu mungkin sangat bermanfaat untuk memantau perkembangan dan pemulihan hepatitis atau cedera hati lain. (Reza A, Banundari Rachmawati, 2017)
Gamma glutamil transferase (GGT) dalam sebuah enzim berguna untuk mentransfer kelompok gamma-glutamil dari peptida dan senyawa lain untuk dijadikan suatu akseptor. Hal ini ditemukan dalam semua sel tubuh kecuali miosit dengan konsentrasi sangat tinggi dan ditemukan juga di dalam sel-sel sistem hepatobiliary dan ginjal. Tingkat yang tinggi juga ditemukan di prostat, yang mungkin bertanggung jawab untuk kadar yang lebih tinggi dalam serum laki-laki daripada perempuan. GGT dibersihkan dari sirkulasi oleh serapan hati dan memiliki waktu paruh dalam plasma sekitar 4 hari. Tingkat GGT serum biasanya meningkat pada pasien dengan hepatitis akut. (Cahyono, 2009)
Definisi Globulin adalah kelompok protein yang digunakan untuk produksi antibodi.  Protein dibuat dari asam amino dan menjadi bagian penting dari semua sel dan jaringan. Ada berbagai macam protein dalam tubuh dengan fungsi yang berbeda. Contoh protein adalah enzim-enzim, beberapa hormone, hemoglobin (transportasi oksigen), LDL (transportasi kolesterol), fibrinogen (pembekuan darah), kolagen (struktur tulang dan tulang rawan), dan imunoglobulin (antibodi). Globulin adalah protein utama yang ditemukan dalam plasma darah, yang berfungsi sebagai pembawa hormone steroid dan lipid, dan fibrinogen; yang diperlukan untuk pembekuan darah. Ada beberapa jenis globulin dengan berbagai fungsi dan dapat dibagi menjadi empat fraksi yaitu; globulin alpha-1, globulin alpha-2, globulin beta, dan globulin gamma. Keempat fraksi dapat diperoleh secara terpisah melalui proses elektroforesis protein. Tingkat globulin dapat meningkat karena infeksi kronis, penyakit hati, sindrom karsinoid, dll, tetapi juga mungkin akan menurun karena nephrosis, anemia hemolitik akut, disfungsi hati dll. (Cahyono, 2009)
Gamma-glutamil transferase (gamma-glutamyl transferase, GGT) adalah enzim yang ditemukan terutama di hati dan ginjal, sementara dalam jumlah yang rendah ditemukan dalam limpa, kelenjar prostat dan otot jantung. Gamma-GT merupakan uji yang sensitive untuk mendeteksi beragam jenis penyakit parenkim hati. Kebanyakan dari penyakit hepatoseluler dan hepatobiliar meningkat GGT dalam serum. Kadarnya dalam serum akan meningkat lebih awal dan tetap akan meningkat selama kerusakan sel tetap berlangsung. (Cahyono, 2009)
Apabila kadar enzim ini meningkat berarti ada peningkatan jumlah sel yang mati atau rusak atau ada poliferasi  sel (penambahan sel dalam jumlah banyak). Beberapa sel tertentu mengandung enzim plasma dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sel lainnya. Sebagai contoh, SGOT terdapat banyak dalam sel jantung, sel hati, otot rangka, ginjal dan butir darah merah. Apabila ada kenaikan kadar SGOT didalam darah dokter akan menduga ada peningkatan kerusakan sel dalam organ tadi. (Djojodibroto, 2001)
Dibawah ini merupakan penyebab-penyebab SGOT meningkat menurut Djojodibroto (2001)
1.   SGOT dalam darah meninggi bila ada:
a.      Bila ada hemolisis
b.      Pada bayi baru lahir
2.   Kenaikkan 10 – 100 kali lipat dari normal bila:
a.      Infrak otot jantung
b.      Hepatitis karena virus
c.      Nekrosis sel hati karena keracunan
d.      Sirkulasi darah terganggu sehingga terjadi shok atau hipoksemia
3.   Kenaikan moderat bila :
a.      Sirosis (sampai 2 kali lipat normal)
b.      Sakit kuning karena penyumbatan saluran empedu
c.      Keganasan dihati (liver)
d.      Penyakit otot rangka
e.      Setelah trauma fisik
f.       Setelah operasi (terutama operasi jantung)
g.      Butir darah merah hemolisis. (Djojodibroto, 2001)

SGOT merupakan suatu enzim dalam tubuh yang segera terdeteksi dalam sirkulasi perifer apabila terjadi trauma atau nekrosis pada suatu jaringan. Kadar SGOT pada pemeriksaan laboratoris dapat digunakan untuk menilai seberapa luas kerusakan hati namun SGOT juga banyak ditemukan pada jaringan selain hati seperti jantung. Perubahan kadar SGOT pada umumnya sering dikaitkan dengan penyakit hati namun tidak menutup kemungkinan perubahan SGOT juga terjadi akibat penyakit jantung. (Lely, dkk, 2016)
Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) merupakan salah satu enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati. Enzim ini ditemukan dalam konsentrasi sedang pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Saat terjadi cedera terutama pada sel-sel hati dan otot jantung, enzim ini akan dilepaskan ke dalam darah. Fungsi utama enzim ini sebagai biomarker/penanda adanya gangguan pada hati dan jantung.9 Pada perokok aktif, dapat terjadi peningkatan kadar serum SGOT dalam darah. (Vania dkk, 2016)
Enzim Transaminase atau disebut juga enzim aminotransferase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi transaminasi. Terdapat dua jenis enzim serum transminase yaitu serum glutamate oksaloasetat transaminase dan serum glutamate piruvat transminase (SGPT). Pemeriksaan SGOT adalah indikator yang lebih sensitive terhadap kerusakan hati dibanding SGPT. Hal ini dikarenakan enzim GOT sumber utamanya dihati, sedangkan enzim GPT banyak terdapat pada jaringan, otot rangka, ginjal dan otak. (Cahyono, 2009)





B.  Fungsi Aspartate transaminase
Aspartate transaminase mengkatalisis interkonversi aspartat dan α=ketoglutarat menjadi oksaloasetat dan glutamate.
Aspartat (Asp) + α-ketoglutarat  oksaloasetat + glutamat (Glu)
450px-Aspartate_aminotransferase_reaction.png
Gambar 1. Reaksi dikatalisasi oleh aspartat aminotransferase

Sebagai transaminase prototype, AST bergantung pada PLP (vitamin B6) sebagai kofaktor untuk mentransfer gugus amino dari aspartat atau glutamate ke asam keton yang sesuai. Dalam prosesnya, kofaktor angkutan antara PLP dan bentuk pyridoxamine phosphate (PMP). Transfer gugus amino yang dikatalisasi oleh enzim ini sangat penting dalam degradasi asam amino, setelah konversi α-ketoglutarat menjadi glutamate, glutamate kemudian mengalami deaminasi oksidatif untuk membentuk ion ammonium, yang diekskresikan sebagai urea. Dalam reaksi balik, aspartat dapat disintesis dari oksaloasetat, yang merupakan perantara kunci dalam siklus asam sitrat. (Aldrin, 2015)

C.  Mekanisme Aspartate transaminase
Aspartat transaminase, seperti semua transaminase, beroperasi melalui pengenalan substrat ganda; artinya ia mampu mengenali dan secara selektif mengikat dua asam amino (Asp dan Glu) dengan berbagai rantai samping. Dalam kedua kasus, reaksi transaminase terdiri dari dua reaksi setengah serupa yang merupakan apa yang disebut sebagai mekanisme ping-pong. Pada setengah reaksi pertama, asam amino 1 (misalnya, L-Asp) bereaksi dengan kompleks enzim-PLP untuk menghasilkan ketoacid  1 (oxaloacetat) dan enzim-PMP yang dimodifikasi. Pada reaksi setengah kedua, ketoacid 2 (α-ketoglutarat) bereaksi dengan enzim-PMP asli dalam proses. Pembentukan produk rasemat (D-Glu) sangat jarang. (Aldrin, 2015)


D.  Pemeriksaan laboratorium
Dalam pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan SGOT biasanya dilakukan contohnya pada uji faal hati. Pada hati sendiri Uji faal hati dapat dipakai untuk menilai jenis kerusakan, Menurut Marwoto Wirasmi (2010) jenis kerusakan dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
1.   Nekrosis sel terjadi maka banyak enzim dilepaskan. Yang paling berguna ialah pemeriksaan SGOT (serum glutamine oxaloacetic transferase), yang kini dikenal sebagai ALT (alanine aminotranfarase) dan SGPT (serum glutamic-pyruvie transfarase), yang kini dIkenal sebagai AST (aspartate aminotransfarase). Karena SGOT terutama berasal dari hati, pemeriksaannya lebih indikatif untuk kerusakan sel hati.
2.   Pemeriksaan untuk menentukan kolestasi ganguan sekresi bilier yang tersaring ialah fosfatase alkali yang juga ditemukan orang lain (tulang, usus palsenta trimester ketiga). Peningkatan isoenzim hepatic terjadi bila fungsi sekresi berkurang dan agaknya dibentuk oleh regurgitasi fosfatase alakali dari kanalikulus ke peredaran darah. (leucine aminopeptidase dan 5-nucleotidase merupakan enzim petunjuk fungsi sekresi empedu namun tidak diperiksa secara rutin). Parameter biokimia yang baik untuk kolestasis ialah restensi asam empedu dalam serum. Kenaikan asam empedu serum pada puasa selalu menandakan gangguan sekresi empedu.
3.   Pemeriksaan plasma untuk menggambarkan kapasitas sintetik hepatosit ialah kadar albumin dan waktu protrombin. Pada penyakit hati kronik (mis. sirosis), penurunan albumin mencerminkan kegagalan fungsi hati untuk kompensasi. Dibandingakn albumin, paruh waktu protrombin lebih pendek, sehingga penurunan waktu protrombin/waktu pendarahan yang memanjang dapat ditemukan pada awal penyakit. Sebelum biopsi atau operasi pada pasien yang terduga mempunyai penyakit hati menahun, seharusnya dilakukan pemeriksaan waktu protrombin/waktu pendarahan.
4.   Pengukuran bilirubin (B1 dan B2) paling sering dilakukan kebersamaan nya pada aliran eksresi (metabolik) bilirubin dengan anion organik (mis.bromsulphalein) merupakan dasar pemeriksaan fungsi hati sensitif, terutama uji BSP.

Nilai klinik suatu pemeriksaan laboratorium tergantung pada sensitivitas, spesifik, dan akurasi. SGOT adalah parameter yang memiliki sensitivitas maksimum 90% namun hanya 18% yang spesifik pada hati, ini menunjukkan bahwa SGOT sensitif tetapi tidak spesifik untuk melihat kerusakan hati. Hal ini diduga berhubungan dengan distribusi enzim SGOT yang relatif lebih luas pada jantung dibandingkan dengan SGPT yang spesifik untuk melihat kerusakan hati. SGOT pada jantung digunakan sebagai parameter untuk diagnosa penyakit infark miokard. SGOT akan meningkat pada penyakit infark miokard setelah 8-12 jam, mencapai puncak setelah 36-48 jam dan kembali normal setelah 2-4 hari. Peningkatan SGOT tidak dapat dijadikan parameter utama untuk diagnosa penyakit infark miokard karena SGOT juga dapat meningkat pada kondisi lain yang perlu dipertimbangkan. (Lely, dkk, 2016)

Kondisi yang menyebabkan peningkatan SGOT (Marwoto Wirasmi, 2010)
No.
Peningkatan SGOT
Kondisi / Penyebab
1.
Peningkatan ringan (<3x normal="" o:p="">
-Perikarditis
-Sirosis hepatic
-Infark paru
-Cerebrovascular accident (CVA)
2.
Peningkatan sedang (3-5 normal)
-Obstruksi saluran empedu
-Aritmia jantung
-Gagal jantung kongesti
-Tumor hati
3.
Peningkatan tinggi (>5x nilai normal)
-Kerusakan hepatoseluler
-Infark jantung
-Kolaps sirkulasi
-Pankreatitis akut

Kadar AST serum tinggi dapat ditemukan setelah terjadi infark miokardium (MI) akut dan kerusakan hati. 6 sampai 10 setelah MI akut, AST akan keluar dari otot jantung dan memuncak dalam 24 jam sampai 48 jam setelah terjadi infark. Kadar AST serum akan kembali normal dalam 4 sampai 6 hari kemudian, jika tidak terjadj proses infark tambahan. Kadar AST serum biasanya dibandingkan dengan kadar enzim-jantung yang lain (kreatin kinase [creatin cinase, CK], laktat dehidrogenase [Lactate dehydrogenase, LDH]. (Marwoto Wirasmi, 2010)
E.  Masalah Klinis
Masalah klinis yang dapat kita lihat dari Peningkatan maupun penurunan kadar SGOT menurut Marwoto Wirasmi (2010) diantaranya:
Pada Penurunan kadar SGOT dapat disebabkan oleh:
1.      Kehamilan
2.      Ketoasidosis diabetic
3.      Pengaruh obat
4.      Salisilat.
Peningkatan kadar SGOT dapat disebabkan oleh karna:
1.      MI akut                                   
2.      Hepatitis
3.      Nekrosis hati
4.      Penyakit dan trauma musculoskeletal
5.      Pankreatitis akut
6.      Kanker hati
7.      Angina pektoris yang serius
8.      Olah raga berat
9.      Injeksi IM
10.   Pengaruh obat: Antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin). Vitamin( asam folat, piridoksin, vitamin A),  [Aldomet], guanetidin, mitramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam, (Dalmane), indomertasin(Indocin), Isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, salisilat, teofilin.

Enzim SGOT dan SGPT mencerminkan keutuhan atau integrasi sel-sel hati. Adanya peningkatan enzim hati tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel hati. Makin tinggi peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT, semakin tinggi tingkat kerusakan sel-sel hati. Kerusakan membrane sel menyebabkan enzim Glutamat Oksaloasetat Transminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya meningkat di dalam darah. Sehingga dapat dijadikan indicator kerusakan hati. (Cahyono, 2009)































BAB III
METODE KERJA
A.  Waktu dan Tempat
1.   Waktu
Praktikum kimia klinik pemeriksaan SGOT yang dilakukan pada hari Senin, 28 Mei 2018.
2.   Tempat
Praktikum kimia klinik dengan judul praktikum “Pemeriksaan SGOT” dilaksanakan di Laboratorium Analis Kesehatan Gedung A STIKes Wiyata Husada Samarinda.

B.  Alat dan Bahan
1.   Alat
a.   Tabung reaksi
b.   Rak tabung
c.   Mikropipet
d.   Tip
e.   Fotometer
2.   Bahan
a.   Serum/plasma
b.   Reagen Stanbio
c.   Tissue

C.  Prinsip
L-Aspartate + 2-oxoglutarat     AST   L-glutamat + oxalacetat
Oxalacet + NADH + H+      MDH     L-malat + NAD+

D.  Prosedur Kerja
Buat Working Reagen (WR) 5 R1 : 1 R2 -> 2000 ul : 400 ul
Pipet ke dalam tabung reaksi
Blanko (µl)
Sampel atau control (µl)
Reagen campuran
( R1+R2)
1000
1000
Sampel
_
100
Campur, Baca hasil pada fotometer. factor: 1768.

E.  Nilai Normal
Laki-laki      : < 37 ul
Perempuan            : < 31 ul

F.  Metode kerja
Rekomendasi IFCC (Kinetik)

G. Identitas sampel
Nama                     : Dinda Retno sya’bani
Umur                      : 19 tahun
Jenis Kelamin         : perempuan


















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil
Dari hasil praktikum pada pemeriksaan SGOT (AST)  dalam darah seseorang yang dilakukan pada hari Senin, 28 Mei 2018 oleh sampel dari Dinda Retno Sya’bani yaitu:
Abs Blanko             : 1,412
Abs Sampel            : 1,663
Abs duplo               : 1,689
Result sampel        : 15 u/l
Result duplo           : 15 u/l
Faktor                     : 1768
è Perhitungan;
Abs sampel x factor = 1,663 x 1768 = 2,940 ( 3 u/l )

B.  Pembahasan
SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau juga dinamakan AST (Aspartat Aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pancreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan. Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK (Creatin Kinase), LDH (Lactat Dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih akan tetap demikian dalam waktu yang lama. (Wahyu Ewmuslim, 2010)
Diagnosis penyakit hati dengan dengan menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium pada dasarnya adalah untuk mendapatkan informasi mengenai fungsi, keutuhan sel, dan etiologi penyakit hati, dengan cara menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium. Penafsiran hasil pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis penyakit hati tidak dapat menggunakan satu jenis hasil pemeriksaan laboratorium saja, tetapi menggunakan gabungan beberapa hasil pemeriksaan. Hal itu disebabkan oleh sifat hasil pemeriksaan laboratorium pada penyakit hati yang tidak spesifik dan sensitif. Bersifat tidak spesifik karena hasil pemeriksaan fungsi hati dan keutuhan sel hati dipengaruhi oleh kelainan diluar hati (factor ekstrahepatik). Bersifat tidak sensitive karena daya cadang fungsi hati sangat besar dan daya regenerasi sel hati sangat cepat sehingga pada kelainan hati yang ringan, baik kerusakan awal sel hati maupun kerusakan jaringan hati yang belum luas (<60 2012="" astuti="" hasil="" iantini="" laboratorium="" masih="" menunjukkan="" normal.="" o:p="" pemeriksaan="">
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah Laki-laki : 0 – 50 U/L Perempuan : 0 – 35 U/L. SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah Laki-laki : 0 – 50 U/L Perempuan : 0 – 35 U/L.  Fungsi hati dapat dibagi menjadi fungsi sintesis, fungsi ekskresi, fungsi penyimpanan, dan fungsi detoksifikasi (penawar racun). Dalam fungsi sintesis akan dibahas mengenai pemeriksaan protein, termasuk albumin, globulin, elektroforesa protein dan protein-protein lain dan kolinesterase. Dalam fungsi eskresi akan dibahas mengenai pemeriksaan bilirubin kolesterol, asam empedu, dan trigleserida. Fungsi penyimpanan hati yang akan dibahas adalah pemeriksaan glukosa dan glikogen, asam amino dan protein. Ammonia akan dibahas dalam fungsi detoksifitasi. (Giantini Astuti, 2012)
AST (SGOT) dan ALT (SGPT) adalah indikator-indikator yang sensitif dari kerusakan hati dari tipe-tipe penyakit yang berbeda. Namun harus ditekankan bahwa tingkat-tingkat enzim-enzim hati yang lebih tinggi dari normal tidak harus secara otomatis disamakan dengan penyakit hati. Mereka mungkin atau mereka bukan persoalan-persoalan hati. Interpretasi (penafsiran) dari tingkat-tingkat AST dan ALT yang naik tergantung pada seluruh gambaran klinis dilakukan oleh dokter yang berpengalaman mengevaluasi penyakit hati.Tingkat-tingkat yang tepat dari enzim-enzim itu tidak berkorelasi baik dengan luasnya kerusakan hati atau prognosis. Jadi, tingkat-tingkat AST (SGOT) dan ALT (SGPT) yang tepat tidak dapat digunakan untuk menentukan derajat kerusakan hati atau meramalkan masa depan. Contohnya, pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut mungkin mengembangkan tingkat-tingkat AST dan ALT yang sangat tinggi (adakalanya dalam batasan ribuan unit/liter). Namun kebanyakan pasien-pasien dengan virus hepatitis A. (Giantini Astuti, 2012)
Aminotransferase aspartat/ transminase oksaloasetat glutamat serum (AST/SGOT) merupakan enzim yang sebagian besar ditemukan dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dapat ditemukan pada otot rangka, ginjal, dan pankreas. Konsentrasi yang rendah terdapat dalam darah, kecuali jika terjadi cidera seluler, kemudian dalam jumlah yang banyak, dilepas kedalam sirkulasi. Kadar AST serum tinggi dapat ditemukan setelah terjadi infark miokardium (MI) akut dan kerusakan hati. 6 sampai 10 setelah MI akut, AST akan keluar dari otot jantung dan muncak dalam 24 jam sampai 48 jam setelah terjadi infark. Kadar AST serum akan kembali normal dalam 4 sampai 6 hari kemudian, jika tidak terjadj proses infark tambahan. Kadar AST serum biasanya dibandingkan dengan kadar enzim-jantung yang lain (kreatin kinase [creatin cinase, CK], laktat dehidrogenase [Lactate dehydrogenase, LDH].Pada penyatik hati, kadar serum akan meningkat 10 kali atau lebih, dan tetap demikian dalam waktu yang lama. (Marwoto Wirasmi, 2010)
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan pada pemeriksaan SGOT (AST) dengan metode kinetik dan bantuan alat fotometer yaitu Abs Blanko: 1,412, Abs Sampel: 1,663, Abs Duplo: 1,689, Result Sampel: 15 u/l Result Duplo: 15 u/l dan factor: 1768. Dan berdasarkan hasil perhitungan yaitu: Abs sampel x factor = 1663 x 1768 = 2,940 (3 u/l). Dengan artian kadar SGOT dalam darah adalah Normal. Masalah Klinis yang dapat mempengaruhi pada nilai SGOT abnormal menurut Marwoto Wirasmi (2010) diantaranya
Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
1.   Peningkatan tinggi (> 5 kali nilai normal): kerusakan hepatoseluler akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis infeksiosa
2.   Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal): obstruksi saluran empedu, aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer), distrophia muscularis
3.   Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis, infark paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
1.   Injeksi per intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST
2.   Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat menurunkan kadar SGOT/AST
3.   Hemolisis sampel darah
4.   Obat-obatan dapat meningkatkan kadar: antibiotik (ampisilin, karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin, vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi (metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison, flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin, kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif atau negatif yang keliru.






















BAB V
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Pada praktikum kimia klinik untuk pemeriksaan SGOT (AST) yang dilakukan pada hari Senin, 28 Mei 2018 oleh sampel:
Nama                     : Dinda Retno sya’bani
Umur                      : 19 tahun
Jenis Kelamin         : perempuan
Didapatkan hasil kadar SGOT15 µl di dalam darah, dan dinyatakan normal.

B.  Saran
Saran pada penulisan laporan ini adalah mahasiswa telah mengetahui bagaimana cara pemeriksaan SGOT (AST) menggunakan metode Rekomendasi IFCC.



















DAFTAR PUSTAKA

Aldrin. 2015. Madu Sebagai Hepatoprotektor Dinilai dengan Enzim Transaminase. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.

Djojodibroto,D, R. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Giantini Astuti. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Penerbit CV SAGUNG SETO.

Lely, dkk. 2016. Kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) pada Tikus Wistar (Rattus Norvegicus) Jantan yang dipapar stressor Rasa sakit Electrical Foot Shock Selama 28 Hari. Krayan Timur: Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember.

Marwoto Wirasmi. 2010. Buku Ajar Patologi II (Khusus) Edisi Ke- 1. Jakarta: Penerbit CV SAGUNG SETO.

Pearce. E.C. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Reza A, Banundari Rachmawati. 2017. Perbedaan Kadar SGOT dan SGPT antara Subyek dengan dan Tanpa Diabetes Mellitus. Semarang: Jurnal Kedokteran Diponegoro.

Vania, dkk. 2016. Gambaran Kadar Serum Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) Pada Perokok Aktif Usia >40 tahun. Manado: Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi Manado.













LAMPIRAN
Screenshot_2018-07-31-15-30-16-50.png


Screenshot_2018-07-31-15-30-35-58.png


Screenshot_2018-07-31-15-30-53-64.png


Screenshot_2018-07-31-15-31-13-74.png


IMG20180720105806.jpg   IMG20180720105746.jpg
1533021797025.jpg
unnamed.jpg




IMG20180720105818.jpg            1533021826514.jpg


2 comments: