BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Salah satu subsektor pertanian yang memiliki potensi untuk dikembangkan yaitu hortikultura. Hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang terdiri atas sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka. Hortikultura berperan sebagai sumber pangan, sumber pendapatan masyarakat, penyedia lapangan kerja, perdagangan domestik dan internasional, serta peningkatan aktivitas industri pengolahan yang bersifat meningkatkan nilai tambah. Adanya peranan penting hortikultura menjadi alasan bahwa subsektor ini perlu menjadi prioritas pengembangan (Andarwati, 2011).
Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Beberapa jenis hama yang paling sering ditemukan adalah serangga dan beberapa di antaranya sebagai vektor penyakit. Penyakit-penyakit yang penularannya melalui vektor antara lain malaria, onkosersiasis. filariasis, demam kuning, riketsia, meningitis, tifus. dan pes. Insektisida membantu mengendalikan penularan penyakit - penyakit ini. Serangga juga dapat merusak berbagai tumbuhan dan hasil panen. Selain gangguan serangga, gangguan yang amat penting bagi petani adalah rumput liar. Herbisida dapat dipergunakan untuk mengatasi gangguan ini. Pestisida juga telah dikembangkan untuk mengendalikan hama lain misalnya jamur (fungisida) dan hewan pengerat (rodentisida). Beberapa produk pestisida rumah tangga juga tersedia untuk mengendalikan hama pengganggu di rumah misalnya lalat dan nyamuk.
Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat memberikan akibat samping keracunan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan penggunaan pestisida antara lain tingkat pengetahuan. sikap/perilaku pengguna pestisida, penggunaan alat pelindung, serta kurangnya informasi yang berkaitan dengan resiko penggunaan pestisida. Selain itu petani lebih banyak mendapat informasi mengenai pestisida dari petugas pabrik pembuat pestisida disbanding petugas kesehatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 25 juta kasus keracunan pestisida atau sekitar 68.493 kasus setiap hari. Data dari Rumah Sakit Nishtar, Multan Pakistan, selama tahun 1996-2000 terdapat 578 pasien yang keracunan, di antaranya 370 pasien karena keracunan pestisida (54 orang meninggal). Pada umumnya korban keracunan pestisida merupakan petani atau pekerja pertanian, 81% di antaranya berusia 14-30 th. Peristiwa terbaru yang terjadi di Indonesia adalah kematian misterius yang menimpa 9 warga pada bulan Juli 2007 di Desa Kanigoro, Kecamatan Ngablak, Magelang. Menurut Harian Republika, 26 September 2007, hasil pemeriksaan Laboratorium Kesehatan dipastikan akibat keracunan pestisida.
Pada tahun 1996 data Departemen Kesehatan tentang monitoring keracunan pestisida organofosfat dan karbamat pada petani penjamah pestisida organofosfat dan karbamat di 27 provinsi Indonesia menunjukkan 61,82% petani mempunyai aktivitas kolinesterase normal, 1,3% keracunan berat, 9,98% keracunan sedang dan 26,89% keracunan ringan. Pestisida jenis insektisida organofosfat dan karbamat paling banyak digunakan petani dalam membasmi serangga. Selain itu pestisida jenis ini mudah di monitor dengan mengukur kadar kolinesterase darah, karena itu Departemen Kesehatan menggunakan kadar kolinesterase dalam darah untuk memonitor keracunan pestisida di tingkat petani. Meskipun demikian, masih banyak jenis pestisida lain yang digunakan masyarakat seperti untuk herbisida. fungisida, rodentisida dan fumigan. Bagaimanapun kita harus peduli akan adanya pestisida di lingkungan sekitar kita, sehingga dengan kepedulian kita terhadap jenis, gejala dan tanda keracunan pestisida serta cara penanganannya. dapat diantisipasi sedini mungkin jika terjadi kecelakaan akibat keracunan pestisida.
Kenyataan yang ada di masyarakat selama ini. umumnya masyarakat tidak menyadari gejala keracunan pestisida karena gejala yang ditimbulkan tidak spesifik seperti pusing, mual, muntah, demam dan Iain-lain namun secara kronis dapat menimbulkan penyakit yang serius seperti kanker.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dari Pestisida?
2. Apa saja Klasifikasi dan Penggolongan dari Pestisida?
3. Bagaimana Cara Kerja Pestisida?
4. Bagaimana Cara Penanganan Keracunan Pestisida?
5. Bagaimana Prosedur Pemeriksaan dan Interpretasi Pestisida?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dari Pestisida?
2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk Klasifikasi dan Penggolongan dari Pestisida?
4. Untuk mengetahui bagaimana Cara Penanganan Keracunan Pestisida
5. Untuk mengetahui bagaimana Prosedur Pemeriksaan dan Interpretasi dari pestisida
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Pestisida
Pestisida merupakan bahan kimia atau bahan alami yang memberantas populasi hama terutama dengan cara membunuh organisme hama, seperti serangga, penyakit, gulma atau hewan. Pada tahun 1985, dunia menggunakan sekitar 2.300 juta kg pestisida kimia (Ester, 2005). Pengertian pestisida menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 dalam Kementrian Pertanian (2011) dan Permenkes RI No. 258/Menkes/Per/III/1992 adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan.
3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan.
4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak.
5. Memberantas atau mencegah hama-hama air.
6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam bangunan rumah tangga alat angkutan, dan alat-alat pertanian.
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman, tanah dan air.
Menurut PP RI No.6 tahun 1995 dalam Soemirat (2005), pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tubuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman. Upaya untuk meningkatkan produksi dengan tujuan agar tanaman tidak dirusak oleh hama dan penyakit adalah dengan menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di dataran tinggi tergolong sangat intensif, hal ini terutama disebabkan kondisi iklim yang sejuk dengan kelembaban udara dan curah hujan yang tinggi menciptakan kondisi yang baik untuk perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman (Munarso, dkk., 2009).
Pestisida (Inggris :pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan makhluk hidup. Pestisida sangat berbahaya bagi makhluk hidup, bahkan bisa menyebabkan kamatian. Padahal bagi petani, pestisida hampir menjadi santapan keseharian, terutama saat budidaya tanaman yang membutuhkan perawatan intensif. Pestisida bisa masuk melalui kulit, saluran pernapasan bahkan tertelan melalui mulut. Kecerobohan pada saat penyemprotan menyebabkan tubuh kita mengalami keracunan pestisida. (mualim,2002).
B. Klasifikasi Pestisida
Sesuai dengan defenisi di atas, menurut bahan asalnya pestisida dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu (Depkes RI 1982) :
1. Pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
Contoh : Pyrethrum, Rotenone, dan Allethrin
2. Pestisida yang berasal dari hewan
Contoh : Nosema Locustae dan Nosema Furniferanae
3. Pestisida yang berasal dari bahan kimia
Contoh : DDT, Lindane, Chlordrin, Malathion, dan Abate
C. Penggolongan Pestisida
Pestisida adalah suatu zat kimia yang digunakan jntuk membunuh hama atau pest. Pest sebagai target pestisida meliputi insekta, jamur, tikus, mites, dan larva serangga. Pestisida yang beredar dapat digolongkan berdasarkan kegunaan, struktur kimia, dan toksisitasnya.
1. Penggolongan Berdasarkan Kegunaannya
Berdasarkan kegunaannya pestisida dapat dibagi menjadi :
a. Insektisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk membunuh serangga
b. Larvasida, yaitu pestisida yang digunakan untuk membunuh larva serangga
c. Fungisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk membunuh jamur (mould)
d. Mitisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk membunuh “mites”
e. Rodentisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk membunuh hewan pengerat
f. Herbisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk membunuh semak-semak dan tanaman penggangu
g. Molusida, yaitu pestisida yang digunakan untuk membunuh keong
Pestisida dapat membunuh organisme di atas dengan cara menimbulkan keracunan (sebagai senyawa beracun), oleh karena itu kemungkinan juga beracun atau toksik pada manusia. Pada manusia, pestisida dpat sangat toksik atau bahkan dapat menyebabkan kematian. Beberapa pestisida yang relatif tidak toksik dapat mengiritasi kulit, mata, hidung, dan mulut.
2. Penggolongan Beradasarkan Struktur Kimianya
a. Organoklorin
Organoklorin atau disebut Chlorinated hydrocarcon terdiri dari beberapa kelompok yang diklasifikasikan menurut struktur kimianya. Yang paling populer dan pertama kali disentesis adalah dikloro difenil trikloroetan atau DDT.
b. Organofosfat
Organophosphat disentesis pertama kali di Jerman pada awal perang dunia ke II. Bahan tersebut digunakan untuk gas saraf dan sebagai insektisida. Pada awal sintesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion, dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang terus dan ditemukan komponen yang potensial toksik terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia, misalnya malation.
c. Carbamat
Insektisida karbamat betkembang setelah organofosfat. Insektisida ini toksisitasnya lebih rendah terhadap mamalia jika dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta. Struktur carbamat seperti fisogtimin, ditemukan secara alamiah dalam kacang Calabar (Calabar bean). Karbaril telah secara ;uas dipakai sebagai intektisidadengan komponen aktifnya adalah Sevin.
d. Insektisida Dari Tanaman
Contoh dari golongan ini adalah nikotin, rotenone, dan pyrethrum. Nikotin diperoleh dari tanaman Nicotiana tobacum dan Nicotiana rustica.alkoloid bebasnya diabsorpsi dengan cepat pada permukaan mukosa dan melalui permukaan kulit.
Retenon diperoleh dari tumbuhan Derris elleptica, Derris mallaccensis, Lanchocappus utilis, dan Lanchocappus urucu. Ingesti oral terhadap insektisida ini menyebabkan GI iritasi, konjungtivis, dermatitis, faringitis, dan rhinitis. Pyrethrum mengandung 6 insektisida ester : pyrethrin I, dan II; cinerin I dan II, dan jasmolin I dan II.sekarang penggunaan pyrethoid sintetik sebagai insektisida mencapai 30 %.
e. Herbisida
Secara kimiawi, herbisida terdiri dari 2 goglongan, herbisida chlorophenoxy dan herbisida bipyridyl.
1) Herbisida chlorophenoxy
4-Dichlorophenoxy acetic acid (2,4-D), 2,4,5-trich-lorophenoxy acetic acid (2,4,5-T), dalam bentuk garam dan esternya adalah herbisida utamayang digunakan untuk merusakrumput liar. Mereka secara berurutan mempunyai kelas toksisitas 3 dan 4, dengan kemungkinan dosis mematikan pada manusia 50-500 atau 500-5000 mg/kg.
2) Bipyridyl Herbisida
Paraquat adalah contoh yang paling penting dan golongan ini. Toksisitas paraquat berada dalam kelas 4, yang dosis letal pada manusia kemungkinan adalah 50-500 mg/kg. Dibawah ini dicantumkan struktur kimia herbisida dari chlorophenoxy dan bipyridly.
3. Penggolongan Pestisida Berdasarkan Toksisitasnya
Penggolongan pestisida berdasarkan toksisitasnya dapat bermacam-macam, seperti berdasarkan toksisitas oralnya toksisitas dermalnya toksisitas kumulasinya, dan volatilistasnya. Kebanyakan penggolongan toksisitas berdasarkan pada toksisitas akut oral, inhlasi, dan juga berdasarkan efek iritasi pada mata dan kulit dari masing-masing pestisida. Toksisitas pestisida dimasukkan pada golongan toksisitas tertingginya berdasarkan toksisitas akutnya. Misalnya suatu pestisida berdaarkan toksisitas oral dan dermal akut tergolong toksik ringan, tetapi toksisitas akut inhlasi termasuk tinggi, maka pestisida tersebut digolongkan mempunyai toksisitas tinggi.
D. Jalan Masuk Pestisida
Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (dermal), pernafasan (inhalasi) atau mulut (oral). Pestisida akan segera diabsorpsi jika kontak melalui kulit atau mata. Absorpsi ini akan terus berlangsung selama pestisida masih ada pada kulit. Kecepatan absorpsi berbeda pada tiap bagian tubuh. Perpindahan residu pestisida dan suatu bagian tubuh ke bagian lain sangat mudah. Jika hal ini terjadi maka akan menambah potensi keracunan. Residu dapat pindah dari tangan ke dahi yang berkeringat atau daerah genital. Pada daerah ini kecepatan absorpsi sangat tinggi sehingga dapat lebih berbahaya dari pada tertelan. Paparan melalui oral dapat berakibat serius, luka berat atau bahkan kematian jika tertelan. Pestisida dapat tertelan karena kecelakaan, kelalaian atau dengan sengaja.
E. Keracunan Dan Toksisitas Pestisida
Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan pestisida antara lain:
1. Dosis.
Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri.
2. Toksisitas senyawa pestisida. Kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya.
Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati. Toksisitas pestisida secara inhalasi juga dapat diketahui dari LC 50 yaitu konsentrasi pestisida di udara yang mengakibatkan 50% hewan percobaan mati. Makin rendah nilai LD 50/LC 50 maka makin toksis pestisida tersebut.
a. Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida.
Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-purus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi risiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.
b. Jalan masuk pestisida dalam tubuh.
Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan pestisida dapat melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan. Pada petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan.
F. Cara Kerja Pestisida
1. Pestisida Golongan Organoklorin
Insektisida organoklorin bekerja dengan merangsang sistem syaraf dan menyebabkan paratesia, peka terhadap rangsangan, iritabilitas terganggunya keseimbangan, tremor dan kejangkejang. Cara kerja zat ini tidak diketahui secara tepat. Beberapa zat kimia ini bekerja pada sistem syaraf.
2. Pestisida Golongan Organofosfat dan Karbamat
Pestisida golongan organofosfat dan karbamat memiliki aktivitas antikolinesterase seperti halnya fisostigmin, neostigmin, piridostigmin, distigmin, ester asam fosfat, ester tiofosfat dan karbamat. Cara kerja semua jenis pestisida organofosfat dan karbamat sama yaitu menghambat penyaluran impuls saraf dengan cara mengikat kolinesterase, sehingga tidak terjadi hidrolisis asetilkolin.
Secara sederhana, reaksinya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Klasifikasi Pestisida Berdasarkan Toksisitasnya
Klasifikasi
|
LD50 untuk tikus (mg/kg)
| |||
Oral
|
Dermal
| |||
Padat
|
Cair
|
Padat
|
Cair
| |
I. a. Sangat berbahaya sekali
b. Sangat berbahaya
|
<5 o:p="">5>
|
5-50
<20 o:p="">20>
20-200
<10 o:p="">10>
10-100
<40 o:p="">40>
40-400
II. Berbahaya
50-500
200-2000
100-1000
400-4000
III. Cukup berbahaya
>500
>2000
>1000
>4000
O
G. Penanganan Keracunan Pestisida
Setiap orang yang pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida seperti petani, buruh penyemprot dan Iain-lain harus mengenali gejala dan tanda keracunan pestisida dengan baik. Tindakan pencegahan lebih baik dilakukan untuk menghindari keracunan. Setiap orang yang berhubungan dengan pestisida harus memperhatikanhal- hal berikut:
1. Kenali gejala dan tanda keracunan pestisida dan pestisida yang sering digunakan.
2. Jika diduga keracunan, korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat.
3. Identifikasi pestisida yang memapari korban, berikan informasi ini pada rumah sakit atau dokter yang merawat.
4. Bawa label kemasan pestisida tersebut. Pada label tertulis informasi pertolongan pertama penanganan korban.
5. Tindakan darurat dapat dilakukan sampai pertolongan datang atau korban dibawa ke rumah sakit.
H. Pertolongan Pertama Yang Dilakukan
1. Hentikan paparan dengan memindahkan korban dan sumber paparan, lepaskan pakaian korban dan cuci/mandikan korban
2. Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada waktu untuk menolong korban
3. Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang pestisida yang memapari korban dengan membawa label kemasan pestisida
4. Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/ penyuluhan tentang pesticida sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama.
I. Cholinesterase
1. Pengertian Cholinesterase
Asetylcholinesterase atau cholinesterase (ChE) adalah enzim yang berfungsi menghidrolisis acetylcholine. Cholinesterase atau disebut enzim asetylcho-linesterase adalah suatu enzim yang terdapat di dalam membran sel terminal syaraf kolinergik juga pada membran lainnya, seperti dalam plasma darah, sel plasenta yang berfungsi sebagai katalis untuk menghidrolisis acetylcholine menjadi choline dan asetat.
Acetylcholine adalah suatu agen yang terdapat dalam fraksi ujung syaraf dari sistem syaraf yang akan menghambat penyebaran impuls dari neuron ke post ganglionik. acetylcholine merupakan bahan penghantar rangsang saraf (neurotransmitter) yang disintesis di dalam ujung serabut saraf motorik melalui proses asetilasi kolin ekstrasel dan koenzim a yang memerlukan enzim asetiltransferase. Acetylcholine disimpan dalam kantung atau gudang yang disebut vesikel. Neurotransmiter merupakan senyawa kimia pembawa pesan yang Meneruskan informasi elektrik dari sebuah neuron ke neuron lain atau sel efektor(abdilah, 2013).
2. Jenis-Jenis Cholinesterase
Ada dua jenis cholinesterase didalam tubuh, yaitu cholinesterase I atau cholinesterase sejati serta cholinesterase II atau pseudokolin esterase. Enzim yang kedua ini disebut juga sebagai asilkolin asilhidrolase atau benzoil cholinesterase. Enzim ini terdapat dalam sel darah merah, paru-paru, ujung saraf, lempeng motorik di sambungan saraf otot rangka, limpa, dan substansi kelabu dari otak.Di dalam tubuh, enzim ini dengan cepat sekali memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Proses ini sangat penting dalam pengantaran impuls saraf melalui sambungan saraf atau sinaps.
Cholinesterase II ditemukan dalam hati, jantung, pancreas, substansi putih dari otak dan serum. Meskipun fungsi enzim ini dalam fisiologi belum diketahui, akan tetapi pengukuran enzim ini secara klinis bermanfaat. Sedikit sulit untuk membedakan kedua jenis cholinesterase ini, oleh karena keduanya sama-sama dapat menghidrolisis substrat sintesis asetilkolin bromida menjadi ion asetat (Sadikin, 2002). Kedua enzim ini juga sama dihambat secara bersaing oleh alkaloid prostigmin dan fisostigmin. Kedua alkaloid, seperti juga asetilkolin, mempunyai amino kuaterner.Selain itu, kedua enzim ini sama-sama memerlukan gugus –OH serin dalam situs katalitiknya agar dapat berfungsi, karena keduanya tergolong ke dalam hidrolase serin. Akibatnya, keduanya dapat dihambat dengan cara fosforilasi gugus ini dengan menggunakan senyawa fosfat organik seperti DPFP (diisopropil fluorofosfat). Selain itu berbagai senyawa penghambat yang sama dapat menghambat aktivitas kedua enzim ini (Sadikin, 2002).
3. Aktivitas Cholinesterase di Dalam Serum
Aktivitas cholinesterase dalam serum sering disebut pseudo-kolinesterase (CHS), untuk membedakannya dari asetilkolinesterase (AcCHS) “sejati”, yang ditemukan di eritosit dan ujung saraf. Asetilkolin adalah transmitter yang dibebaskan di endplate neuron motorik oleh impuls listrik yang merambat dari ujung saraf ke arah otot.Asetilkolin berdifusi dari ujung saraf ke otot dan menyebabkan depolarisasi listrik selsel otot, diikuti oleh kontraksi otot. Asetilkolin kemudian dengan cepat diuraikan menjadi asetat dan kolin oleh AcCHS di tempat pascasinaps untuk menghentikan proses. Kegagalan menginaktifkan asetilkolin menyebabkan paralisis otot (Sacher, 2004).
Pseudokolinesterase dalam serum (CHS) disintesis pada hepatosit. AcCHS dan CHS merupakan enzim yang berbeda, yang dapat diidentifikasi dalam laboratorium berdasarkan sifat-sifat katalitiknya. AcCHS memiliki rentang spesifisitas substrat yang sempit, sedangkan CHS mampu bekerja pada beragam ester kolin. Selain itu, AcCHS aktif optimum pada konsentarsi asetilkolin yang rendah dan dihambat oleh konsentrasi yang tinggi, sedangkan CHS aktif pada konsentrasi substrat yang tinggi maupun rendah.Baik AcCHS maupun CHS dihambat oleh senyawa organofosfat seperti insektisida yang biasa digunakan di bidang pertanian (Sacher, 2004).
4. Pemeriksaan Enzim Cholinesterase
Pengukuran enzim ini merupakan petunjuk yang peka untuk melihat fungsi hati. Jika terjadi penurunan aktivitas dalam serum (bukan kenaikan), hal ini merupakan petunjuk akan adanya penurunan fungsi hati, terutama fungsi sintesis. Ada beberpa cara atau metode dalam pemeriksaan cholinesterase, yaitu:
a. Pemeriksaan cholinesterase dengan tintometer kit
Prinsip kerja pengujian adalah darah yang mengandung enzim cholinesterase membebaskan asam asetat dari acetylcholine sehingga akan merubah pH larutan (mixture) darah dan indikator.
1) Pemeriksaan cholinesterase dengan fotometer
a) Metode
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan enzim cholinesterase adalah metode fotometrik.
b) Prinsip Fotometer
Fotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat pengabsorpsian energi cahaya oleh suatu sistem kimia sebagai fungsi dari panjang gelombang. Didalam alat terdapat program, panjang gelombang, dan faktor untuk masing-masing jenis pemeriksaan, sehingga alat akan mengukur sampel sesuai dengan jenis pemeriksaan. Sampel yang telah ditambahkan reagen diaspirasikan oleh pipa khusus. Proses pengetesan dilakukan secara semi otomatis dan hasil pembacaannya dikonversikan menjadi hasil akhir tes kuantitatif.
c) Prinsip pemeriksaan cholinesterase
Cholinesterase (CHE) mengkatalisis hidrolisis dan butiriltiocolin menjadi tiokolin menjadi asam butirik.Konsentrasi tiokolin dan asam butirik ditentukan dari pengukuran jumlah heksasianoferat (III) pada panjang gelombang 405 nm. Butiril-tiokolin+H2OCHE tiokolin + asam butirik 2 tiokolin + 2 OH+2 heksasianoferat (III) dithiobis (kolin)+2 heksasianoferat (III)
J. Prosedur Pemeriksaan
1. Sampel
Teknik pengambilan sampel berupa Purposive Sampling.
2. Teknik Pengambilan Data
a. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengambilan data dimana peneliti langsung berdialog dengan responden untuk menggali informasi dari responden.
b. Pengukuran
Teknik pengumpulan data dengan cara pengukuran aktivitas cholinesterase pada petani sayuran di Kelurahan Kalampangan Kota Palangka Raya.
3. Alat dan Bahan
a. Spuit 3cc
b. Tourniquet
c. Kapas alkohol 70%
d. Spidol permanen (etiket)
e. Fotometer 5010 V5+ f) Sentrifuge
f. Mikropipet1000 µl, 50 µl, 20 µl, 5 µl h) Blue tip, white tip
g. Tabung reaksi 12x75 mm.
h. Tissue
i. Reagencholinesterase (Biosystem)
1) Reagen A: pyrophosphate 95 mmol/L, hexacyanoferrate (III) 2,5 mmol/L, pH 7,6 b)
2) Reagen B : butyrylthiocholine 60 mmol/L
4. Prosedur Penelitian
a. Pengambilan Sampel
1) Pengambilan sampel darah vena
a) Memilih lengan yang banyak melakukan aktivitas dan saat pengambilan sampel posisi lengan pasien harus lurus, jangan membengkokan siku.
b) Meminta pasien untuk mengepalkan tangan.
c) Memasang tourniquet ± 10 cm diatas lipat siku.
d) Memilih vena mediana cubiti atau chepalic.
e) Membersihkan kulit pada bagian yang akan diambil darahnya dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering untuk mencegah terjadinya hemolisisi dan rasa terbakar. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
f) Menusuk bagian vena tadi dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut kemiringan antara jarum dan kulit 150 C. Bila jarum berhasil masuk vena, akan terlihat darah masuk dalam spuit. Bila darah tidak keluar, posisi penusukan harus diganti (bila terlalu dalam, ditarik sedikit dan sebaliknya), mengusahakan darah dapat keluar dengan satu kali tusuk.
g) Tourniquet dilepaskan setelah volume darah 2 cc dan meminta pasien untuk membuka kepalan tangannya.
h) Jarum ditarik/dilepaskan dan segera diletakkan kapas alkohol 70% diatas bekas suntikan untuk menekan bagian tersebut selama ± 2 menit, setelah darah berhenti, plester diletakkan pada bagian ini selama ± 15 menit. Jangan menarik jarum sebelum tourniquet dibuka. (sumber: panduan Good Laboratory Practice Depkes RI, 2004)
b. Pengolahan Serum
1) Darah dibiarkan membeku terlebih dahulu pada suhu kamar selama 20-30 menit, kemudian disentrifus 3000 rpm selama 5-15 menit.
2) Pemeriksaan serum dilakukan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan sampel.
3) Serum yang memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah (lisis) dan keruh (lipemik). (sumber: panduan Good Laboratory Practice Depkes RI, 2004)
c. Pemeriksaan kadar cholinesterase.
1) Metode pemeriksaan
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan enzim cholinesterase adalah metode fotometrik.
2) Prinsip
Prinsip Cholinesterase (CHE) mengkatalisis hidrolisis dan butiriltiocolin menjadi tiokolin menjadi asam butirik. Konsentrasi tiokolin dan asam butirik ditentukan dari pengukuran jumlah heksasianoferat (III) pada panjang gelombang 405 nm. Butiril-tiokolin+H2OCHE tiokolin+asam butirik 2 tiokolin + 2 OH + 2 heksasianoferat (III) dithiobis (kolin) + 2 heksasianoferat (III)
3) Preparasi reagen
Work Reagen (WR) : masukkan reagen B kedalam reagen A, homogenkan (4 ml Reagen A + 1 ml reagen B).
4) Skema pipetasi
a) Work Reagen 1,5 ml
b) Sampel 25 µl
Homogenkan, ukur dengan fotometer dengan panjang gelombang 405 nm dan pada suhu 370 C (leaflet biosystem)
d. Interprestasi hasil
Laki-laki 4620-11500 U/L
Perempuan 3930-10800 U/L
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pestisida merupakan bahan kimia atau bahan alami yang memberantas populasi hama terutama dengan cara membunuh organisme hama, seperti serangga, penyakit, gulma atau hewan. Jadi pestisida disebut sebagai racun hama. Yang pada umumnya merupakan bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan makhluk hidup. Pestisida sangat berbahaya bagi makhluk hidup, bahkan bisa menyebabkan kamatian. Pestisida bisa masuk melalui kulit, saluran pernapasan bahkan tertelan melalui mulut. Kecerobohan pada saat penyemprotan menyebabkan tubuh kita mengalami keracunan pestisida.
B. Saran
Untuk pencegahan dan agar terhindar dari masalah keracunan pestisida, sebaiknya juga mengenakan APD lengkap saat akan menggunakan pestisida. Terutama pada petani, yang hampir menjadi santapan keseharian, terutama saat budidaya tanaman yang membutuhkan perawatan intensif.
Daftar Pustaka
Olson. K. R. 2001. Direktoraat Pupuk Dan Pestisida, Pestisida Hygiene Lingkungan, Dit Pupuk Dan Pestisida Ditjen Bina Sarana Pertanian Deptan RI. Jakarta.
Raini. M. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. Jurnal Media Litbang Kesehatan. Diakses padda Mei 2015
Soemirat. J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Bandung. Universitas Gajah Mada (UGM)
Ames. R. G., Brown. SK. Mengle D.C., Khan. E., Stratton. J.W., Jacktion R.J., Cholinesterase Activity Depression Among California Agrikultural Pesticide Aplicators. Industri. Med; 1989, 15:143 – 150.
Darmansyah. I., Gan. Sulistia. 1987. Kolinergik dalam farmakologi dan terapi ed3. Farmakologi FKUI. Jakarta.
ReplyDeletePengakuan tulus dari: FATIMAH TKI, kerja di Singapura
Saya mau mengucapkan terimakasih yg tidak terhingga
Serta penghargaan & rasa kagum yg setinggi-tingginya
kepada KY FATULLOH saya sudah kerja sebagai TKI
selama 5 tahun Disingapura dengan gaji Rp 3.5jt/bln
Tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
Apalagi setiap bulan Harus mengirimi Ortu di indon
Saya mengetahui situs KY FATULLOH sebenarnya sdh lama
dan jg nama besar Beliau
tapi saya termasuk orang yg tidak terlalu yakin
dengan hal gaib. Karna terdesak masalah ekonomi
apalagi di negri orang akhirnya saya coba tlp beliau
Saya bilang saya terlantar disingapur
tidak ada ongkos pulang.
dan KY FATULLOH menjelaskan persaratanya.
setelah saya kirim biaya ritualnya.
beliau menyuruh saya untuk menunggu
sekitar 3jam. dan pas waktu yg di janjikan beliau menghubungi
dan memberikan no.togel "8924"mulanya saya ragu2
apa mungkin angka ini akan jp. tapi hanya inilah jlnnya.
dengan penuh pengharapan saya BET 200 lembar
gaji bulan ini. dan saya benar2 tidak percaya & hampir pingsan
angka yg diberikan 8924 ternyata benar2 Jackpot….!!!
dapat BLT 500jt, sekali lagi terima kasih banyak KY
sudah kapok kerja jadi TKI, rencana minggu depan mau pulang
Buat KY,saya tidak akan lupa bantuan & budi baik KY.
Demikian kisah nyata dari saya tanpa rekayasa.
Buat Saudaraku yg mau mendapat modal dengan cepat
~~~Hub;~~~
Call: 0823 5329 5783
WhatsApp: +6282353295783
Yang Punya Room Trimakasih
----------