MAKALAH
HEMATOLOGI II
HEMOLYSIS DAN
FIBRIOLYSIS
Disusun Oleh :
Anisa Rahmawati 16.0615.0793.03
Dinda Retno Sya’bani 16.0626.0804.03
Meli Triana 16.0643.0821.03
Melinda Anjar Wati 16.0604.0822.03
Muhammad Kamil 16.0648.0826.03
Resi Agustina 16.0658.0836.03
Silftri Ardia Ningsih 16.0660.0838.03
Zulfikar Rahman 16.0670.0848.03
PROGRAM STUDI
D-III ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESESEHATAN WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2017/201
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kita sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya berupa nikmat dan kesehatan, iman dan ilmu pengetahuan. Ringkasan
makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas mahasiswa dalam pemahaman tentang
proses dari “Hemolisis dan Fibrinolisis”. Kami sepenuhnya menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dan kesalahan dalam menyusun makalah ini, maka dari itu
kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibuk atas ide
dan sarannya, serta menilai dan memeriksa makalah ini. Akhirnya, semoga makalah
ini mendapatkan keridhaan dari Allah SWT dan dapat memberikan manfaat bagi kami
dan kepada semua pembaca.
Samarinda,
15 Maret 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR
ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................. 2
C.
Tujuan................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Hemolitik............................................................................................ 3
B.
Mekanisme hemolysis....................................................................... 4
C.
Gejala Hemolisis................................................................................ 6
D.
Pengobatan hemolysis...................................................................... 6
E.
Pencegahan....................................................................................... 7
F.
Pemeriksaan Laboratorium............................................................... 7
G.
Komplikasi Hemolysis....................................................................... 9
H.
Fibrolysis............................................................................................ 9
I.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Fibrolysis................................... 10
J.
Mekanisme Fibrolysis........................................................................ 11
K.
Pemeriksaan laboratorium................................................................ 12
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 15
B.
Saran................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sel darah merah/eritrosit mempunyai membrane sel yang bersifat semi
permeabel terhadap lingkungan sekelilingnnya yang berada di luar eritrosit, dan
mempunyai batas-batas fisiologi terhadap tekanan dari luar eritrosit. Tekanan
membrane eritrosit dikenal dengan tonisitas yang berhubungan dengan tekanan
osmosis membrane itu sendri. Kekuatan maksimun membrane eritrosit menahan
tekanan dari luar sampai terjaadinya hemolysis dikenal dengan kerapuhan atau
fragilitas (Swenson, 2005).
Untuk mengetahui kekuatan membrane eritrosit dapat dilakukan dengan uji
kerapuhan atau tes fragilitas dengan cara memasukkan eritrosit (sel darah merah
ke dalam seri larutan yang mempunyai tekanan isotonis sampai hipotonis).
Larutan yang digunakan adalah NaCl dengan kadar 0,3% sampai 0,9%. Saat mulai
terjadinya pecah eritrosit (hemolysis) dIsebut sebagai hemolysis awal (initial
haemolysis), menggambarkan titik fragilitas eritrosit, sedangkan apabila
eritrosit mengalami hemolysis semuanya disebut total haemolysis (Eckert dan
Randall, 1978).
Hemolysis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas
kedalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membrane eritrosit dapat
disebabkan oleh antara lain penambahan laturan hipotonis, hipertonis kedalam
darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu,
pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah. Bila
membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada dalam sel eritrosit itu
sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium
sekelillingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis,
maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma),
akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan
dengan cara menabahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma).
Hemostatis adalah proses dimana darah dalam sistem sirkulasi tergantung
dari kontribusi dan interaksi dari 5 faktor, yaitu dinding pembuluh darah,
trombosit, factor koagulasi, sistem fibrinolysis, dan inhibitor. Hemostatis
bertujuan untuk menjaga agar darah tetap cair di dalam arteri atau vena, mencegah
kehilngan darah karena luka, memperbaiki aliran darah selama proses penyembuhan
luka. Koagulasi (pembekuan) yang merupakan salah satu proses hemostasis
terpenting terapi untuk tetap mengalir darah harus cair. Oleh karena itu dalam
keadaan fisiologis, disamping mekanisme koagulasi juga ada suatu mekanisme lain
dengan efek antogonis yang bertujuan
untuk mengimbangi mekanisme koagulasi dan memelihara agar darah tetap
cair, salah satu diantaranya adalah proses fibrinolysis.
Dengan adanya mekanisme fibrinolysis bekuan yang terjadi dapat di batasi
dengan pembuluh darah yang tersumbat dapt dialirkan darah kembali. Koagulasi
dan fibrinolysis merupakan mekanisme yang saling berkaitan erat sehingga
seseorang tidak dapat membicarakan masalah koagulasi tanpa si sertai dengan
fibrinolysis demikian juga sebaliknya. Dalam sistem koagulasis tanpa di sertai
dan fibrinnolisis terdapat sistem lain yang mengatur agar kedua proses tidak
langsung berlebihan. Sistem tersebut terdiri dari factor-faktor penghambat
(inhibitor). Seluruh proses merupakan mekanisme terpadu antara aktifitas
pembuluh darah, fungsi trombosit, interaksi antara prokoagulan dalam sirkulasi
dengan trombosit, aktifasi fibrinolysis, dan aktifitas inhibitor.
B. Rumusan Masalah
- Apa
pengertian hemolysis dan fibrinolysis?
- Komponen
apa saja yang terdapat pada hemolysis dan fibrinolysis?
- Jelaskan
tentang mekanisme hemolysis dan fibrinolysis?
- Bagaimana
pemeriksaan hemolysis dan fibrinolysis?
C. Tujuan
- Mahasiswa
dapat mengetahui definisi hemolysis dan fibrinolysis
- Mahasiswa
dapat mengetahui tentang komponen hemolysis dan fibrinolysis
- Mahasiswa
dapat mengetahui tentang mekanisme hemolysis dan fibrinolysis
- Mahasiswa
dapat mengetahui tentang pemeriksaan hemolysis dan fibrinolysis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hemolitik
Hemolitik adalah penyakit yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu
pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur
eritrosit 100-120 hari). Hemolitik
adalah suatu penyakit hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah merah
(sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau
di tempat lain dalam tubuh (extravascular). Hemolitik adalah penyakit yang disebabkan karena terjadinya
penghancuran darah sehingga umur dari eritrosit pendek (umur eritrosit normalnya
100 sampai 120 hari).
|
![]() |
Hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB) berada di
bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit yang lebih
cepat dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya kembali. Jika terjadi
hemolisis (pecahnya sel darah merah) ringan atau sedang dan sumsum tulang masih
bisa mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut anemia
terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu
menganti keadaan inilah yang disebut hemolitik.
Hemolysis juga disebabkan karena penurunan tegangan permukaan membrane
sel misalnya saponin, sabun, garam-garam dan empedu. Hal tersebut juga sesuai
dengan Portal Pendidikan Biologi (2002) mengatakan bahwa hemolisis adalah
rusaknya jaringan darah akibat lepasnya hemoglobin dari stroma eritrosit (butir
darah merah). Hemolisis dapat disebabkan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti pelarut organik, saponin, garam empedu, sabun, enzim, dan faktor lain
yang merusak komplek lemak-protein dari stroma. Faktor hemolisis ini ditemukan
pada bisa ular famili Elapidae.
Komponennya utamanya adalah sel sel darah dan plasma. Dan pada eritrosit
Sel ini mengandung hemoglobin, lipid dan molekul ATP. Diameter sel darah merah
berkisar 7-8 mikron. Setiap eritrosit memiliki sekitar 280 juta molekul
hemoglobin.
B. Mekanisme hemolisis
Hemolisis berarti pemendekan kemampuan hidup eritrosit. Keadaan ini di
kompensasi oleh peningkatan eritropoetin untuk meningkatkan eritropoesis.
Sumsum tulang dapat meningkatkan pembentukan eritrosit 5 – 6 kali sebagai
konpensasi terhadap usia eritrosit yang memnedek menjadi 20-30 hari. Jika
sumsum tulang tidak dapat mengkompensasi, terjadi anemia hemolitik. Penyebab anemia
hemolitik ada yang diturunkan dan didapat. Beberapa diantaranya telah dirangkum
pada table. Factor congenital dan didapat saling berinteraksi. Oleh sebab itu,
kelainan yang diturunkan seperti defisiensi glukosa 6 – fosfatdehidrogenase
(glucose – 6 – phosphate dehydr – ogenase, G6PD). Hanya akan muncul setelah sel
terpapar dengan stress oksidan yang tidak biasa.
![]() |
|
Beberapa penyebab hemolisis
|
Penyebab
|
Contoh
|
1.
|
Penyebab
congenital anemia hemlitik
|
|
Gangguan
pada jalur glkolitik
|
Defisiensi
piruvat kinase
|
|
Gangguan
pada jalur pintaspentosa
|
Defisiensi
glukosa 6 – phosphate
|
|
Gangguan
pada hemoglobin
|
dehydrogenase
Anemia
sel sabit, hemoglobin tidak stabil
|
|
2.
|
Penyebab
didapat anemia hemolitik
|
|
Kerusakan
mekanis
|
Anemia
hemolitik mikroangiopati, malfungsi
|
|
Kerusakan
antibody
|
katup jantung prostetik
|
|
Kerusakan
oksidan
|
Anemia
hemolitik autoimun
|
|
Kerusakan
enzimatik
|
Paparan
terhadap obat
|
|
Kerusakan
akibat panas
|
atau kimia oksidan
Gigitan
ular tertentu
Luka
bakar berat
|
Pada hemolisis juga terdapat dua mekanisme utama penghancuran eritrosit
pada anemia hemolitik. Mungkin terdapat penghancuran eritrosit berlebihan oleh
system RE (hemolisis ekstravaskular) atau eritrosit dapat dihancurkan langsung
dalam sirkulasi pada suatu proses yang disebut sebagai hemolisis intravascular.
Mekanisme yang mendominasi tergantung pada patologi yang terlibat. Pada
hemolisis intravascular, dibebaskan hemoglobin bebas yang dengan cepat
menjenuhkan haptoglobin plasma dan hemoglobin bebas yang berlebih, dan di
filtrasi oleh glomerulus. Jika kecepatan hemolisis mensaturasi kapasitas
reabsorpsi tubulus ginjal, hemoglobin bebas memasuki urin dan dengan
dilepaskannya besi, tubulus ginjal menjadi terisi hemosiderin. Methemalbumin dan
hemopeksin juga terbentuk dari proses hemolisis intravascular.
Gambaran laboratorium utama dari hemolisis intravascular adalah sebagai
berikut.
- Hemoglobinemia dan hemoglobinuria
- Hemosiderinuria
(protein cadangan besi dalam sedimen urine)
- Methemalbuminemia
(terdeteksi secara spektrofotometri dengan uji schumm).
C. Gejala Hemolisis
Gejala dari anemia hemolitik mirip dengan anemia lainnya. Kadang -kadang
hemolisis terjadi secara tiba-tiba dan berat, menyebabkan krisi hemolitik, yang
ditandai dengan:
- Demam
- Menggigil
- Nyeri
punggung dan nyeri lambung
- Perasaan
melayang
- Penurunan
tekanan yang berarti.
D. Pengobatan hemolisis
- Terapi
transfuse
a.
Hindari transfuse kecuali jika benar-benr
diperlukan, tetapi mereka mungkin penting bagi pasien dengan angina atau
kardiopulmonari terancam status.
b.
Administer dikemas sel darah merah
perlahan-lahan untuk menghindari stress jantung
c.
Gunakan paling tidak kompatibe transfuse darah
jika ditandai. Resiko hemolisis akut dari transfuse darah tinggi, tetapi derajat
hemolisis tergantung pada laju infus. Perlahan-lahan memindahkan darah oleh
pemberian unit setengah dikemas sel darah merah untuk mencegah kehancuran cepat
transfuse darah.
d.
Ironoverlot dari transfuse berulang-ulang untuk
anema kronis (misalnya, talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan
terapi kelasi. Tujuan sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan celator
deferasirox dengan lisan dan celator deferiprone parenteral tradisional agen,
deferokamine.
e.
Obat yang menyebabkan hemolisis kekebalan adalah
sebagai berikut:
Penisilin,
sefalotin, ampisilin, meticilin, kina, kuinidin.
E. Pencegahan
- Atasi
shock, pertahankan kseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi
ginjal.
- Terapi
supotif-simpetomatik: selain itu perlu juga diberi asam folat 0,15-0,3
mg/hari untuk mencegah krisis megalobastik.
- Terapi
kausal: mengobati penyebap dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini
idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) dan herediter (bawaan) sehingga
sulit untuk ditangani pada talasemia, transplantasi sumsum tulang bisa
dlakukan.
F. Pemeriksaan Laboratorium
Temuan
laboratorium dapat dengan mudah dibagi menjadi tiga kelompok:
1.
Gambaran peningkatan pemecahan
a.
Bilirubin serum meningkat, tidak terkonjugasi
dan terikat pada albumin;
b.
Urobilinogen urine menngkat;
c.
Sterkobilinogen feses meningkat;
d.
Haptoglobin serum tidak ada karena haptoglobin
menjadi jenuh oleh hemoglobin dan kompleks ini diekeluarkan oleh sel RE;
2.
Gambaran peningkatan produksi eritrosit;
a.
Retikulositosis;
b.
Hyperplasia eritroid sumsum tulang; rasio
myeloid: eritroid sumsum tulang normal sebesar 2:1 sampai 12 :1 menurun menjadi
1:1 atau sebaliknya.
3.
Eritrosit yang rusak:
a.
Morfologi – mikrosferosit, eliptosit,
fragmentosit, dll;
b.
Fragilitas osmotic, autohemolisis, dll;
c.
Ketahanan eritrosit memendek; paling baik
ditunjukkan dari pelabelan 51Cr disertai pemeriksaan lokasi
destruksi.
4.
Alat dan Bahan
a.
14 Tabung mikrosentrifuge
b.
Reagen EDTA;
c.
Spuit 3cc;
d.
Larutan NaCl 0.5 %
e.
Larutan NaCl 0.9%
f.
Sentrifuge 3000 rpm;
g.
Pipet Tetes;
h.
Torniket;
i.
Kertas Label;
j.
Rak tabung;
k.
Vortex;
l.
Handscoon;
m.
Kapas alkohol;
n.
Serum 1cc;
o.
Aquadest;
p.
Tissue;
5.
Cara Kerja
a.
Pengambilan Darah
1)
Menyiapkan peralatan dengan membuka kemasan
spuit, alcohol swab dan tourniquet
2)
Mencuci tangan 7 langkah
3)
Menggunakan handscoon
4)
Memasangkan tourniquet ke lengan pasien ( teman
kelompok ) serta meminta orang tersebut menggenggam tangannya
5)
Meraba vena mediana cubiti
6)
Setelah vena ditemukan, bersihkan daerah vena
dengan menggunakan alcohol swab secara sentripetal
7)
Menusukkan jarum kedalam vena dengan bevel
menghadapt keatas
8)
Mengaspirasi perlahan hingga mendapat darah, (
jika darah tidak ada lakukan penusukan ditempat yang baru dengan mengulang
langkah 4 sampai
9)
Jika telah dapat darah maka lepaskan tourniquet
dan lepaskan juga genggaman tanggan pasien
10) Mengambil
darah kira-kira sebanyak 2 ml
11) Menyuruh pasien
untuk melipat tangaannya agar darah tidak keluar kembali
12) Memasukkan
darah tersebut ke dalam tabung yang telah berisi EDTA
13) Menggoyangkan
tabung yang berisi darah dan EDTA tadi agat tercampur dengan merata.
G. Komplikasi Hemolisis
Komplikasi
berat yang mngkin terjadi akibat hemolisis antaranya adalah:
1.
Radang paru-paru,
2.
Kerusakan mata,
3.
Hipertensi arteri paru-paru (peningkatan tekanan
dlam paru-paru),
4.
Ulcer,
5.
Gagal ginjal,
6.
Gagal jantung,
7.
Kanker,
8.
Kelainan darah,
9.
Nyeri sendi,
10. Radang
selaput otak,
11. Gangguan
system imun,
12. Batu
empedu.
H. Fibrinolisis
Fibrinolisis (seperti juga koagulasi) adalah respons hemostatik yang
normal terhadap kerusakan vascular. Plasminogen (suatu proenzim
dalam darah dan cairan jaringan) di ubah
menjadi plasmin (protease serin) oleh activator – activator, baik dari dinding
pembuluh darah (aktivasi intrinsic) atau dari jaringan (aktivasi entrinsik). Fibrinolisis juga merupakan proses
penghancuran deposit fibrin oleh system fibrinolitik sehingga aliran darah akan
terbuka kembali. System fibrinolitik merupaan system enzim multi komponen yang
menghasilkan pembentukan enzim aktif plasmin. Plasmin menyebabkan degradasi
fibrin, meningkatkan jmlah produksi degradasi fibrin yang terlarut.

1.
System fibrinolitik terdiri dari 3 komponen
utama yaitu:
a.
Plasminogen
b.
Activator plasminogen
c.
Inhibitor plasmin
2.
Aktivasi plasminogen terjadi melalui 3 jalur
yang berbeda yaitu:
a.
Jalur instrinsik
Jalur
instrinsik melibatkan F.XII, perkalikrein dan HMWK. Aktivasi F.XII menjadi
F.XIIa yang kan mengubah rekalikrein menjadi kalikrerin denan adanya HMWK.
Kalikrein yang terbentuk akan mengakifkan plasminogen menjadi plasmin, juga
mengubah F.XII menjadi F.XIIa.
b.
Jalur ekstrinsik
Pada
jalur ekstrinsik activator yang terdapat didalam jaringan atau endotel pembuluh
darah akan dilepaskan kedalam darah bila terdapat amin vasoaktif dan protein c.
c.
Jalur eksogen
Activator
eksogen contohnya adalah uronikase yang dibentuk ginjal dieksresikan bersama
urin, dan streptokinase yang merupakan produk streptokokus beta hemolitikus.
I. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fibrinolisis
1.
Usia
Proses
fibrinolisis pada anak dan dewasa lebih cepat dari pada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat menggagu
sintesis dari factor pembekuan darah
2.
Merokok
Merokok
dapat menaikkan fibrinogen darah, menambah agregasi, menaikkan hematokrit dan
viskositas.
3.
Aktivitas fisik
Pengaruh
akivitas fisik terhadap keseimbangan
hemostasis pertama kali diamati oleh
John kunter pada tahun 1794 dimana ia menemukan darah hewan yang tidak membeku
setelah lari jarak jauh. 150 tahun kemudian dilakukan penelitian ilmiah oleh
Bigss dkk pada tahun1997 dimana ditemukan bahwa latihan fisik memacu aktivitas
fibrinolisis darah.
Darah akan mengalami hiperkoagulasi (lebih encer) setelah seseorang
mengadakan aktivitas fisik. Ini disebabkan peningkatan aktivitas 2 faktor dapat
membuat darah lebih encer yaitu: koagulan factor VIII dan APTT (activated
partiel prothombin time). Untuk memacu hiperkoagulasi, factor VII harus
meningkat banyak, sedangkan APTT harus mengalami pemendekan.
J. Mekanisme Fibrinolisis
Seperti kita ketahui sebagian besar plasminogen terkait pada fibrin dan
sebagian lagi terdapat bebas didala plasma. Apabila plasminogen tersebut
diaktifkan, akan terbentuk plasmin bebas dan plasmin yang terikat fibrin.
Plasmin bebas akan dinetralkan oleh antiplasmin. Apabila plasmin bebas terdapat
dalam jumlah berlebihan sehingga melebihi kapasitas anti plasmin, maka plasmin
bebas tersebut akan memecah fibrinogen, F.V dan F.VIII.Plasmin merupakan enzim
proteolitik yang akan memecah fibrin menjadi fragmen-fragmen yang disebut
fibrin degradation product atau FDP.Mula-mula fibrinogen diubah menjadi fragmen
X dengan memindah ikan c-terminal pada 42 asam amino di rantai beta,yang
selanjutnya di pecah dan membentuk fragmen Y. Fragmeni Y akan di pecah leh
plasmin menjadi fragmen D dan E. Dan dua fragmen D ini lah yang selanjutnya
dikenal dengan nama D-dimer. D-dimer adalah produk degenerasi fibrin yang
berguna untuk mengetahui formalitas pembentukan bekuan darah atau kejadian
tromotik untuk menilai adanya pemecahan bekuan atau proses fibrinolitik.
Pada umumnya FDP merupakan inhibitor pembekuan darah terutama fragmen Y
yaitu dengan cara menghambat kerja krombin dan menghambat polimersasi fibrin.
Selain itu, FDP juga mengganggu fungsi trombosit. Pada proses selanjutnya FDP
akan dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati dan RES. Dengan cara ini,
fibrinolisis secara enzimatis mengatur pembentukan fibrin sewaktu terbentuk di
tempat pengendapan fibrin. Dalam hal ini, fibrinoiisadalah bagian yang amat
intergral pada hemostasis normal. Plasmin meiliki afinitas tinggi terhadap
fibrinogen dan fibrin. Pembentukan plasmin terjadi dari plasminogen protein
plasma inaktif, dan proses ini di picu oleh aktifator plasminogen.
Aktifator-aktifator ini dapat dirangsang oleh factor Hageman aktif (factor
XIIa) dalam system koagulasi, kalikrein, dan aktifator plasminogen lain yang di
bebaskan oleh berbagai jaringan.
Aktivaktor plasminogen merupakan enzim proteutik, kecuali streptokinase
yang akan mengikat plasminogen membentuk kompleks streptokinase-plasminogen
yang mempunyai aktifitas sebagai aktifator plasminogen aktifator plasminogen
jaringan (tPA) mempunyai afinitas tinggi terhadap fibin. Suatu aktifator
plasminogen jaringan (Tpa) spesifik yang di bebaskan di tempat kerusakan
pembuluh darah mugnkin merupakan aktfator paling penting, mengubah plasminogen
menjadi plasmin di dalam bekuan fibri di tempat cedera. Aktifator ini memilik
afinitas sangat tinggi terhadap fibrin dan bukan fibrinogen, sehingga
pengaktifan fibrinolisis terlokalisasi di dalam bekuan dan tidak di dalam darah
yang bersirkulasi. Plasma normal mengandung 10-20 mg/dl zat precusor plasmnogen.
Inhibitor plasmin adalah substansi yang dapat menetralkan plasmin dan
disebut sebagai anti plasmin. Bermacam-macam anti plasmin terdapat di dalam
plasma, seperti alfa-2 plasmin inhibitor, alfa-2 makroglobulin, alfa-1
antitripsin dan AT. Yang kerjanya paling cepat adalah alfa-2 plasmin nhibitor.
Saat ini telahdikenal inhibitor yang bekerja terhadap aktifator plasminogen
yang di sebut pasminogen aktifator inhibitor atau PAI, yang di beri nomor urut
oleh internasional committee on thrombosis and haemostasis. PAI-1 atau
endothelial cell-type PAI adalah suatu lipoprotein yang di sintesis oleh sel
endotel. Di samping itu PAI-1 juga di sintesis oleh kultur sel hati, sel
melanoma, fibrolast paru-paru , fibro sarcoma, sel granulose dan sel otot
polos. Didalam inhibitor ini di dapat juga di temukan di dalam granula alfa dan
akan di keluarkan pada proses pelepasan.
K. Pemeriksaan
Meningkatnya kadar activator plasminogen yang bersikulasi dapat
dideteksi dengan adanya pemendekan masa lisis bekuan euglobulin. Tersedia
sejumlah metode imunologik untuk mendeteksi produk pemecahan fibrinogen atau
fibrin dalam serum. Pada pasien yang mengalami peningkatan fibrinolisis, dapat
dideteksi kadar plasminogen dalam darah yang rendah.
1.
Uji D-Dimer (Darah)
D-dimer, suatu fragmen degradasi fibrin berlangsung selama fibrinolisis.
Uji ini ditujukan untuk mengukur jumlah degradasi fibrin yang terjadi. Hasilnya
akan memastikan keberadaan produk pemisahan fibrin (fibri split product, FSP)
dan lebih spesifik lagi untuk mendiagnosis koagulasi intravaskular diseminata
(disseminated intravascular coagulation, DIC) dibandingkan dengan FSP. Namun,
baik uji D-dimer maupun FSP sering digunakan untuk menentukan DIC pada klien.
Kadar D-dimer akan meningkat jika bekuan fibrin oleh obat trombolitik,
aktivator plasminogen jaringan (tissue plasminogen activator, tPA), streptokinase.
2.
Tujuan
Untuk
mendeteksi keberadaan DIC pada klien
3.
Nilai Rujukkan
Negatif
Untuk Fragmen D-Dimer: >250 ng/ml: > 250 µg/l (satuan SI).
4.
Prosedur
a.
Kumpulkan 7 ml darah vena dalam tabung bertutup
biru. Cegah hemolisis; balikan tabung secara perlahan, tabung jangan dikocok.
b.
Tekan sisi pungsi vena, terutama jika klien
memiliki kecenderungan perdarahan. Tekan sampai sekitar 5 menit.
c.
Spesimen darah harus dibawa ke laboratorium
dalam waktu 4 jam.
d.
Tidak ada pembatasan asupan makanan ataupun
minuman.
5.
Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium
a.
Hemolisis pada spesimen darah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hemolitik adalah penyakit yang di sebabkan oleh
proses hemolisis, yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya (normal umur eritrosit 100-120 hari). Fibrinolisis (seperti juga
koagulasi) adalah respons hemostatik yang normal terhadap kerusakan vascular.
Hemolisis
yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen-komponen
hemoglobin menjadi 2 yaitu sebagai berikut :
- Komponen
protein, yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein dan dapat digunakan kembali.
- Komponen
heme akan dipecah menjadi 2 yaitu :
a.
Besi yang akan dikembalikan ke pool besi dan digunakan ulang.
b.
Bilirubin yang akan di ekskresikan memalui hati
dan empedu.
Komponen yang terdapat dalam fibrolysis yaitu :
a.
Plasminogen
b.
Aktivator plasminogen
c.
Inhibitor plasminogen
Hemolisis berarti pemendekan kemampuan hidup
eritrosit. Keadaan ini di kompensasi oleh peningkatan eritropoetin untuk
meningkatkan eritropoesis. Sumsum tulang dapat meningkatkan pembentukan
eritrosit 5 – 6 kali sebagai konpensasi terhadap usia eritrosit yang memnedek
menjadi 20-30 hari. Apabila
plasminogen tersebut diaktifkan, akan terbentuk plasmin bebas dan plasmin yang
terikat fibrin. Plasmin bebas akan dinetralkan oleh antiplasmin. Apabila
plasmin bebas terdapat dalam jumlah berlebihan sehingga melebihi kapasitas anti
plasmin, maka plasmin bebas tersebut akan memecah fibrinogen, F.V dan F.VIII.
Pemeriksaan laboratorium untuk hemolysis ada tiga cara yaitu :
1.
Gambaran peningkatan pemecahan
2.
Gambaran peningkatan produksi eritrosit
3.
Eritrosit yang rusak:
Pemeriksaan
laboratorium untuk fibrolysis ada beberapa cara yaitu :
- Meningkatnya
kadar activator plasminogen yang bersikulasi dapat dideteksi dengan adanya
pemendekan masa lisis bekuan euglobulin.
- Dengan
cara metode imunologi.
B. Saran
Kami berharap agar pembaca dapat mengerti
tentang hemolysis dan fibrolysis mulai dari definisi sampai hal-hal apa saja
yang perlu di perhatikan dalam materi tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Fischbach frances , Marshall B.Dunning III. 2009. A Manual of Laboratory and
Diagnostic Test. US : The Point. Raharju Ningsih
Bloom A.L., Forbes C.D., Thomas D.P. and Tuddenham E.G.D (eds) (1994) Hemostatis dan Thrombosis. 3rd
edn. Churchill-Livingstone, Edinburgh.
McMullin M.F. (1999) The Molecular
Basic of Disorders of the Red Cell Membrane. J. CClin. Pathol. 52, 245-8
Hoffbrand. A.V., Pettit. E.J., Moss. H.A.P. 2002. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Bain. Jane. Barbara. 2012. Hematologi
Kurikulum Inti. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
No comments:
Post a Comment