Follow Me @deeres_

Monday, April 30, 2018

MAKALAH HEMATOLOGI II Hemolisis dan Fibriolisis


MAKALAH HEMATOLOGI II
HEMOLYSIS DAN FIBRIOLYSIS



Disusun Oleh :
Anisa Rahmawati                                          16.0615.0793.03
Dinda Retno Sya’bani                                  16.0626.0804.03
Meli Triana                                                     16.0643.0821.03
Melinda Anjar Wati                                       16.0604.0822.03
Muhammad Kamil                                         16.0648.0826.03
Resi Agustina                                                16.0658.0836.03
Silftri Ardia Ningsih                                      16.0660.0838.03
Zulfikar Rahman                                           16.0670.0848.03



PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESESEHATAN WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2017/201

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa nikmat dan kesehatan, iman dan ilmu pengetahuan. Ringkasan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas mahasiswa dalam pemahaman tentang proses dari “Hemolisis dan Fibrinolisis”. Kami sepenuhnya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam menyusun makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibuk atas ide dan sarannya, serta menilai dan memeriksa makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini mendapatkan keridhaan dari Allah SWT dan dapat memberikan manfaat bagi kami dan kepada semua pembaca.


Samarinda, 15 Maret 2018


Penulis         













DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i          
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................. 2
C.     Tujuan................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Hemolitik............................................................................................ 3         
B.    Mekanisme hemolysis....................................................................... 4
C.   Gejala Hemolisis................................................................................ 6
D.   Pengobatan hemolysis...................................................................... 6
E.    Pencegahan....................................................................................... 7
F.    Pemeriksaan Laboratorium............................................................... 7
G.   Komplikasi Hemolysis....................................................................... 9
H.   Fibrolysis............................................................................................ 9
I.      Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Fibrolysis................................... 10
J.    Mekanisme Fibrolysis........................................................................ 11
K.    Pemeriksaan laboratorium................................................................ 12
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................ 15
B.    Saran................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Sel darah merah/eritrosit mempunyai membrane sel yang bersifat semi permeabel terhadap lingkungan sekelilingnnya yang berada di luar eritrosit, dan mempunyai batas-batas fisiologi terhadap tekanan dari luar eritrosit. Tekanan membrane eritrosit dikenal dengan tonisitas yang berhubungan dengan tekanan osmosis membrane itu sendri. Kekuatan maksimun membrane eritrosit menahan tekanan dari luar sampai terjaadinya hemolysis dikenal dengan kerapuhan atau fragilitas (Swenson, 2005).
Untuk mengetahui kekuatan membrane eritrosit dapat dilakukan dengan uji kerapuhan atau tes fragilitas dengan cara memasukkan eritrosit (sel darah merah ke dalam seri larutan yang mempunyai tekanan isotonis sampai hipotonis). Larutan yang digunakan adalah NaCl dengan kadar 0,3% sampai 0,9%. Saat mulai terjadinya pecah eritrosit (hemolysis) dIsebut sebagai hemolysis awal (initial haemolysis), menggambarkan titik fragilitas eritrosit, sedangkan apabila eritrosit mengalami hemolysis semuanya disebut total haemolysis (Eckert dan Randall, 1978).
Hemolysis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas kedalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membrane eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan laturan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelillingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menabahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma).
Hemostatis adalah proses dimana darah dalam sistem sirkulasi tergantung dari kontribusi dan interaksi dari 5 faktor, yaitu dinding pembuluh darah, trombosit, factor koagulasi, sistem fibrinolysis, dan inhibitor. Hemostatis bertujuan untuk menjaga agar darah tetap cair di dalam arteri atau vena, mencegah kehilngan darah karena luka, memperbaiki aliran darah selama proses penyembuhan luka. Koagulasi (pembekuan) yang merupakan salah satu proses hemostasis terpenting terapi untuk tetap mengalir darah harus cair. Oleh karena itu dalam keadaan fisiologis, disamping mekanisme koagulasi juga ada suatu mekanisme lain dengan efek antogonis yang bertujuan  untuk mengimbangi mekanisme koagulasi dan memelihara agar darah tetap cair, salah satu diantaranya adalah proses fibrinolysis.
Dengan adanya mekanisme fibrinolysis bekuan yang terjadi dapat di batasi dengan pembuluh darah yang tersumbat dapt dialirkan darah kembali. Koagulasi dan fibrinolysis merupakan mekanisme yang saling berkaitan erat sehingga seseorang tidak dapat membicarakan masalah koagulasi tanpa si sertai dengan fibrinolysis demikian juga sebaliknya. Dalam sistem koagulasis tanpa di sertai dan fibrinnolisis terdapat sistem lain yang mengatur agar kedua proses tidak langsung berlebihan. Sistem tersebut terdiri dari factor-faktor penghambat (inhibitor). Seluruh proses merupakan mekanisme terpadu antara aktifitas pembuluh darah, fungsi trombosit, interaksi antara prokoagulan dalam sirkulasi dengan trombosit, aktifasi fibrinolysis, dan aktifitas inhibitor.

B.   Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian hemolysis dan fibrinolysis?
  2. Komponen apa saja yang terdapat pada hemolysis dan fibrinolysis?
  3. Jelaskan tentang mekanisme hemolysis dan fibrinolysis?
  4. Bagaimana pemeriksaan hemolysis dan fibrinolysis?

C.   Tujuan
  1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi hemolysis dan fibrinolysis
  2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang komponen hemolysis dan fibrinolysis
  3. Mahasiswa dapat mengetahui tentang mekanisme hemolysis dan fibrinolysis
  4. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pemeriksaan hemolysis dan fibrinolysis
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Hemolitik
Hemolitik adalah penyakit yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur eritrosit 100-120 hari). Hemolitik  adalah suatu penyakit hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh (extravascular). Hemolitik adalah penyakit  yang disebabkan karena terjadinya penghancuran darah sehingga umur dari eritrosit pendek (umur eritrosit normalnya 100 sampai 120 hari).
Gambar 1.1. Perbedaan bentuk Eritrosit
 

 


Hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB) berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya kembali. Jika terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah) ringan atau sedang dan sumsum tulang masih bisa mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut anemia terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu menganti keadaan inilah yang disebut hemolitik.
Hemolysis juga disebabkan karena penurunan tegangan permukaan membrane sel misalnya saponin, sabun, garam-garam dan empedu. Hal tersebut juga sesuai dengan Portal Pendidikan Biologi (2002) mengatakan bahwa hemolisis adalah rusaknya jaringan darah akibat lepasnya hemoglobin dari stroma eritrosit (butir darah merah). Hemolisis dapat disebabkan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pelarut organik, saponin, garam empedu, sabun, enzim, dan faktor lain yang merusak komplek lemak-protein dari stroma. Faktor hemolisis ini ditemukan pada bisa ular  famili Elapidae.
Komponennya utamanya adalah sel sel darah dan plasma. Dan pada eritrosit Sel ini mengandung hemoglobin, lipid dan molekul ATP. Diameter sel darah merah berkisar 7-8 mikron. Setiap eritrosit memiliki sekitar 280 juta molekul hemoglobin.

B.   Mekanisme hemolisis
Hemolisis berarti pemendekan kemampuan hidup eritrosit. Keadaan ini di kompensasi oleh peningkatan eritropoetin untuk meningkatkan eritropoesis. Sumsum tulang dapat meningkatkan pembentukan eritrosit 5 – 6 kali sebagai konpensasi terhadap usia eritrosit yang memnedek menjadi 20-30 hari. Jika sumsum tulang tidak dapat mengkompensasi, terjadi anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik ada yang diturunkan dan didapat. Beberapa diantaranya telah dirangkum pada table. Factor congenital dan didapat saling berinteraksi. Oleh sebab itu, kelainan yang diturunkan seperti defisiensi glukosa 6 – fosfatdehidrogenase (glucose – 6 – phosphate dehydr – ogenase, G6PD). Hanya akan muncul setelah sel terpapar dengan stress oksidan yang tidak biasa.

Gambar 1.2. Skema Pemecahan Eritrosit.

 
 

Beberapa penyebab hemolisis

Penyebab
Contoh
1.
Penyebab congenital anemia hemlitik

Gangguan pada jalur glkolitik
Defisiensi piruvat kinase
Gangguan pada jalur pintaspentosa

Defisiensi glukosa 6 – phosphate
Gangguan pada hemoglobin
dehydrogenase
Anemia sel sabit, hemoglobin tidak stabil
2.
Penyebab didapat anemia hemolitik

Kerusakan mekanis

Anemia hemolitik mikroangiopati, malfungsi
Kerusakan antibody
 katup jantung prostetik
Kerusakan oksidan

Anemia hemolitik autoimun
Kerusakan enzimatik
Paparan terhadap obat
Kerusakan akibat panas
 atau kimia oksidan
Gigitan ular tertentu
Luka bakar berat

Pada hemolisis juga terdapat dua mekanisme utama penghancuran eritrosit pada anemia hemolitik. Mungkin terdapat penghancuran eritrosit berlebihan oleh system RE (hemolisis ekstravaskular) atau eritrosit dapat dihancurkan langsung dalam sirkulasi pada suatu proses yang disebut sebagai hemolisis intravascular. Mekanisme yang mendominasi tergantung pada patologi yang terlibat. Pada hemolisis intravascular, dibebaskan hemoglobin bebas yang dengan cepat menjenuhkan haptoglobin plasma dan hemoglobin bebas yang berlebih, dan di filtrasi oleh glomerulus. Jika kecepatan hemolisis mensaturasi kapasitas reabsorpsi tubulus ginjal, hemoglobin bebas memasuki urin dan dengan dilepaskannya besi, tubulus ginjal menjadi terisi hemosiderin. Methemalbumin dan hemopeksin juga terbentuk dari proses hemolisis intravascular.
Gambaran laboratorium utama dari hemolisis intravascular adalah sebagai berikut.
  1.  Hemoglobinemia dan hemoglobinuria
  2. Hemosiderinuria (protein cadangan besi dalam sedimen urine)
  3. Methemalbuminemia (terdeteksi secara spektrofotometri dengan uji schumm).

C.   Gejala Hemolisis
Gejala dari anemia hemolitik mirip dengan anemia lainnya. Kadang -kadang hemolisis terjadi secara tiba-tiba dan berat, menyebabkan krisi hemolitik, yang ditandai dengan:
  1. Demam
  2. Menggigil
  3. Nyeri punggung dan nyeri lambung
  4. Perasaan melayang
  5. Penurunan tekanan yang berarti.

D.   Pengobatan hemolisis
  1. Terapi transfuse
a.    Hindari transfuse kecuali jika benar-benr diperlukan, tetapi mereka mungkin penting bagi pasien dengan angina atau kardiopulmonari terancam status.
b.    Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stress jantung
c.    Gunakan paling tidak kompatibe transfuse darah jika ditandai. Resiko hemolisis akut dari transfuse darah tinggi, tetapi derajat hemolisis tergantung pada laju infus. Perlahan-lahan memindahkan darah oleh pemberian unit setengah dikemas sel darah merah untuk mencegah kehancuran cepat transfuse darah.
d.    Ironoverlot dari transfuse berulang-ulang untuk anema kronis (misalnya, talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi kelasi. Tujuan sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan celator deferasirox dengan lisan dan celator deferiprone parenteral tradisional agen, deferokamine.
e.    Obat yang menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai berikut:
Penisilin, sefalotin, ampisilin, meticilin, kina, kuinidin.

E.    Pencegahan
  1. Atasi shock, pertahankan kseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi ginjal.
  2. Terapi supotif-simpetomatik: selain itu perlu juga diberi asam folat 0,15-0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megalobastik.
  3. Terapi kausal: mengobati penyebap dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) dan herediter (bawaan) sehingga sulit untuk ditangani pada talasemia, transplantasi sumsum tulang bisa dlakukan.

F.    Pemeriksaan Laboratorium
Temuan laboratorium dapat dengan mudah dibagi menjadi tiga kelompok:
1.    Gambaran peningkatan pemecahan
a.    Bilirubin serum meningkat, tidak terkonjugasi dan terikat pada albumin;
b.    Urobilinogen urine menngkat;
c.    Sterkobilinogen feses meningkat;
d.    Haptoglobin serum tidak ada karena haptoglobin menjadi jenuh oleh hemoglobin dan kompleks ini diekeluarkan oleh sel RE;
2.    Gambaran peningkatan produksi eritrosit;
a.    Retikulositosis;
b.    Hyperplasia eritroid sumsum tulang; rasio myeloid: eritroid sumsum tulang normal sebesar 2:1 sampai 12 :1 menurun menjadi 1:1 atau sebaliknya.
3.    Eritrosit yang rusak:
a.    Morfologi – mikrosferosit, eliptosit, fragmentosit, dll;
b.    Fragilitas osmotic, autohemolisis, dll;
c.    Ketahanan eritrosit memendek; paling baik ditunjukkan dari pelabelan 51Cr disertai pemeriksaan lokasi destruksi.
4.    Alat dan Bahan
a.    14 Tabung mikrosentrifuge
b.    Reagen  EDTA;
c.    Spuit 3cc;
d.    Larutan NaCl  0.5 %
e.    Larutan NaCl  0.9%
f.     Sentrifuge 3000 rpm;
g.    Pipet Tetes;
h.    Torniket;
i.      Kertas Label;
j.      Rak tabung;
k.    Vortex;
l.      Handscoon;
m.   Kapas alkohol;
n.    Serum 1cc;
o.    Aquadest;
p.    Tissue;

5.    Cara Kerja
a.    Pengambilan Darah
1)    Menyiapkan peralatan dengan membuka kemasan spuit, alcohol swab dan tourniquet
2)    Mencuci tangan 7 langkah
3)    Menggunakan handscoon
4)    Memasangkan tourniquet ke lengan pasien ( teman kelompok ) serta meminta orang tersebut menggenggam tangannya
5)    Meraba vena mediana cubiti
6)    Setelah vena ditemukan, bersihkan daerah vena dengan menggunakan alcohol swab secara sentripetal
7)    Menusukkan jarum kedalam vena dengan bevel menghadapt keatas
8)    Mengaspirasi perlahan hingga mendapat darah, ( jika darah tidak ada lakukan penusukan ditempat yang baru dengan mengulang langkah 4 sampai
9)    Jika telah dapat darah maka lepaskan tourniquet dan lepaskan juga genggaman tanggan pasien
10) Mengambil darah kira-kira sebanyak 2 ml
11) Menyuruh  pasien untuk melipat tangaannya agar darah tidak keluar kembali
12) Memasukkan darah tersebut ke dalam tabung yang telah berisi EDTA
13) Menggoyangkan tabung yang berisi darah dan EDTA tadi agat tercampur dengan merata.

G.   Komplikasi Hemolisis
Komplikasi berat yang mngkin terjadi akibat hemolisis antaranya adalah:
1.    Radang paru-paru,
2.    Kerusakan mata,
3.    Hipertensi arteri paru-paru (peningkatan tekanan dlam paru-paru),
4.    Ulcer,
5.    Gagal ginjal,
6.    Gagal jantung,
7.     Kanker,
8.    Kelainan darah,
9.    Nyeri sendi,
10.  Radang selaput otak,
11.  Gangguan system imun,
12.  Batu empedu.

H.   Fibrinolisis
Fibrinolisis (seperti juga koagulasi) adalah respons hemostatik yang normal terhadap kerusakan vascular. Plasminogen (suatu proenzim  dalam darah dan cairan jaringan) di ubah menjadi plasmin (protease serin) oleh activator – activator, baik dari dinding pembuluh darah (aktivasi intrinsic) atau dari jaringan (aktivasi entrinsik).  Fibrinolisis juga merupakan proses penghancuran deposit fibrin oleh system fibrinolitik sehingga aliran darah akan terbuka kembali. System fibrinolitik merupaan system enzim multi komponen yang menghasilkan pembentukan enzim aktif plasmin. Plasmin menyebabkan degradasi fibrin, meningkatkan jmlah produksi degradasi fibrin yang terlarut.
1.    System fibrinolitik terdiri dari 3 komponen utama yaitu:
a.    Plasminogen
b.    Activator plasminogen
c.    Inhibitor plasmin
2.    Aktivasi plasminogen terjadi melalui 3 jalur yang berbeda yaitu:
a.    Jalur instrinsik
Jalur instrinsik melibatkan F.XII, perkalikrein dan HMWK. Aktivasi F.XII menjadi F.XIIa yang kan mengubah rekalikrein menjadi kalikrerin denan adanya HMWK. Kalikrein yang terbentuk akan mengakifkan plasminogen menjadi plasmin, juga mengubah F.XII menjadi F.XIIa.
b.    Jalur ekstrinsik
Pada jalur ekstrinsik activator yang terdapat didalam jaringan atau endotel pembuluh darah akan dilepaskan kedalam darah bila terdapat amin vasoaktif dan protein c.
c.    Jalur eksogen
Activator eksogen contohnya adalah uronikase yang dibentuk ginjal dieksresikan bersama urin, dan streptokinase yang merupakan produk streptokokus beta hemolitikus.

I.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fibrinolisis
1.    Usia
Proses fibrinolisis pada anak dan dewasa lebih cepat dari pada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat menggagu sintesis dari factor pembekuan darah
2.    Merokok
Merokok dapat menaikkan fibrinogen darah, menambah agregasi, menaikkan hematokrit dan viskositas.
3.    Aktivitas fisik
Pengaruh akivitas fisik terhadap  keseimbangan hemostasis pertama kali diamati  oleh John kunter pada tahun 1794 dimana ia menemukan darah hewan yang tidak membeku setelah lari jarak jauh. 150 tahun kemudian dilakukan penelitian ilmiah oleh Bigss dkk pada tahun1997 dimana ditemukan bahwa latihan fisik memacu aktivitas fibrinolisis darah.

Darah akan mengalami hiperkoagulasi (lebih encer) setelah seseorang mengadakan aktivitas fisik. Ini disebabkan peningkatan aktivitas 2 faktor dapat membuat darah lebih encer yaitu: koagulan factor VIII dan APTT (activated partiel prothombin time). Untuk memacu hiperkoagulasi, factor VII harus meningkat banyak, sedangkan APTT harus mengalami pemendekan.

J.    Mekanisme Fibrinolisis
Seperti kita ketahui sebagian besar plasminogen terkait pada fibrin dan sebagian lagi terdapat bebas didala plasma. Apabila plasminogen tersebut diaktifkan, akan terbentuk plasmin bebas dan plasmin yang terikat fibrin. Plasmin bebas akan dinetralkan oleh antiplasmin. Apabila plasmin bebas terdapat dalam jumlah berlebihan sehingga melebihi kapasitas anti plasmin, maka plasmin bebas tersebut akan memecah fibrinogen, F.V dan F.VIII.Plasmin merupakan enzim proteolitik yang akan memecah fibrin menjadi fragmen-fragmen yang disebut fibrin degradation product atau FDP.Mula-mula fibrinogen diubah menjadi fragmen X dengan memindah ikan c-terminal pada 42 asam amino di rantai beta,yang selanjutnya di pecah dan membentuk fragmen Y. Fragmeni Y akan di pecah leh plasmin menjadi fragmen D dan E. Dan dua fragmen D ini lah yang selanjutnya dikenal dengan nama D-dimer. D-dimer adalah produk degenerasi fibrin yang berguna untuk mengetahui formalitas pembentukan bekuan darah atau kejadian tromotik untuk menilai adanya pemecahan bekuan atau proses fibrinolitik.
Pada umumnya FDP merupakan inhibitor pembekuan darah terutama fragmen Y yaitu dengan cara menghambat kerja krombin dan menghambat polimersasi fibrin. Selain itu, FDP juga mengganggu fungsi trombosit. Pada proses selanjutnya FDP akan dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati dan RES. Dengan cara ini, fibrinolisis secara enzimatis mengatur pembentukan fibrin sewaktu terbentuk di tempat pengendapan fibrin. Dalam hal ini, fibrinoiisadalah bagian yang amat intergral pada hemostasis normal. Plasmin meiliki afinitas tinggi terhadap fibrinogen dan fibrin. Pembentukan plasmin terjadi dari plasminogen protein plasma inaktif, dan proses ini di picu oleh aktifator plasminogen. Aktifator-aktifator ini dapat dirangsang oleh factor Hageman aktif (factor XIIa) dalam system koagulasi, kalikrein, dan aktifator plasminogen lain yang di bebaskan oleh berbagai jaringan.
Aktivaktor plasminogen merupakan enzim proteutik, kecuali streptokinase yang akan mengikat plasminogen membentuk kompleks streptokinase-plasminogen yang mempunyai aktifitas sebagai aktifator plasminogen aktifator plasminogen jaringan (tPA) mempunyai afinitas tinggi terhadap fibin. Suatu aktifator plasminogen jaringan (Tpa) spesifik yang di bebaskan di tempat kerusakan pembuluh darah mugnkin merupakan aktfator paling penting, mengubah plasminogen menjadi plasmin di dalam bekuan fibri di tempat cedera. Aktifator ini memilik afinitas sangat tinggi terhadap fibrin dan bukan fibrinogen, sehingga pengaktifan fibrinolisis terlokalisasi di dalam bekuan dan tidak di dalam darah yang bersirkulasi. Plasma normal mengandung 10-20 mg/dl zat precusor plasmnogen.
Inhibitor plasmin adalah substansi yang dapat menetralkan plasmin dan disebut sebagai anti plasmin. Bermacam-macam anti plasmin terdapat di dalam plasma, seperti alfa-2 plasmin inhibitor, alfa-2 makroglobulin, alfa-1 antitripsin dan AT. Yang kerjanya paling cepat adalah alfa-2 plasmin nhibitor. Saat ini telahdikenal inhibitor yang bekerja terhadap aktifator plasminogen yang di sebut pasminogen aktifator inhibitor atau PAI, yang di beri nomor urut oleh internasional committee on thrombosis and haemostasis. PAI-1 atau endothelial cell-type PAI adalah suatu lipoprotein yang di sintesis oleh sel endotel. Di samping itu PAI-1 juga di sintesis oleh kultur sel hati, sel melanoma, fibrolast paru-paru , fibro sarcoma, sel granulose dan sel otot polos. Didalam inhibitor ini di dapat juga di temukan di dalam granula alfa dan akan di keluarkan pada proses pelepasan.

K.   Pemeriksaan
Meningkatnya kadar activator plasminogen yang bersikulasi dapat dideteksi dengan adanya pemendekan masa lisis bekuan euglobulin. Tersedia sejumlah metode imunologik untuk mendeteksi produk pemecahan fibrinogen atau fibrin dalam serum. Pada pasien yang mengalami peningkatan fibrinolisis, dapat dideteksi kadar plasminogen dalam darah yang rendah.

1.    Uji D-Dimer (Darah)
D-dimer, suatu fragmen degradasi fibrin berlangsung selama fibrinolisis. Uji ini ditujukan untuk mengukur jumlah degradasi fibrin yang terjadi. Hasilnya akan memastikan keberadaan produk pemisahan fibrin (fibri split product, FSP) dan lebih spesifik lagi untuk mendiagnosis koagulasi intravaskular diseminata (disseminated intravascular coagulation, DIC) dibandingkan dengan FSP. Namun, baik uji D-dimer maupun FSP sering digunakan untuk menentukan DIC pada klien. Kadar D-dimer akan meningkat jika bekuan fibrin oleh obat trombolitik, aktivator plasminogen jaringan (tissue plasminogen activator,  tPA), streptokinase.

2.    Tujuan
Untuk mendeteksi keberadaan DIC pada klien

3.    Nilai Rujukkan
Negatif Untuk Fragmen D-Dimer: >250 ng/ml: > 250 µg/l (satuan SI).

4.    Prosedur
a.    Kumpulkan 7 ml darah vena dalam tabung bertutup biru. Cegah hemolisis; balikan tabung secara perlahan, tabung jangan dikocok.
b.    Tekan sisi pungsi vena, terutama jika klien memiliki kecenderungan perdarahan. Tekan sampai sekitar 5 menit.
c.    Spesimen darah harus dibawa ke laboratorium dalam waktu 4 jam.
d.    Tidak ada pembatasan asupan makanan ataupun minuman.

5.    Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium
a.    Hemolisis pada spesimen darah.







BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Hemolitik adalah penyakit yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur eritrosit 100-120 hari). Fibrinolisis (seperti juga koagulasi) adalah respons hemostatik yang normal terhadap kerusakan vascular.
Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen-komponen hemoglobin menjadi 2 yaitu sebagai berikut :
  1. Komponen protein, yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein dan dapat digunakan kembali.
  2. Komponen heme akan dipecah menjadi 2 yaitu :
a.    Besi yang akan dikembalikan ke pool besi dan digunakan ulang.
b.    Bilirubin yang akan di ekskresikan memalui hati dan empedu.
Komponen yang terdapat dalam fibrolysis yaitu :
a.    Plasminogen
b.    Aktivator plasminogen
c.    Inhibitor plasminogen

Hemolisis berarti pemendekan kemampuan hidup eritrosit. Keadaan ini di kompensasi oleh peningkatan eritropoetin untuk meningkatkan eritropoesis. Sumsum tulang dapat meningkatkan pembentukan eritrosit 5 – 6 kali sebagai konpensasi terhadap usia eritrosit yang memnedek menjadi 20-30 hari. Apabila plasminogen tersebut diaktifkan, akan terbentuk plasmin bebas dan plasmin yang terikat fibrin. Plasmin bebas akan dinetralkan oleh antiplasmin. Apabila plasmin bebas terdapat dalam jumlah berlebihan sehingga melebihi kapasitas anti plasmin, maka plasmin bebas tersebut akan memecah fibrinogen, F.V dan F.VIII.
Pemeriksaan laboratorium untuk hemolysis ada tiga cara yaitu :
1.    Gambaran peningkatan pemecahan
2.    Gambaran peningkatan produksi eritrosit
3.    Eritrosit yang rusak:

Pemeriksaan laboratorium untuk fibrolysis ada beberapa cara yaitu :
  1. Meningkatnya kadar activator plasminogen yang bersikulasi dapat dideteksi dengan adanya pemendekan masa lisis bekuan euglobulin.
  2. Dengan cara metode imunologi.

B.   Saran
Kami berharap agar pembaca dapat mengerti tentang hemolysis dan fibrolysis mulai dari definisi sampai hal-hal apa saja yang perlu di perhatikan dalam materi tersebut.

























DAFTAR PUSTAKA

Fischbach frances , Marshall B.Dunning III. 2009. A Manual of Laboratory and Diagnostic Test. US : The Point. Raharju Ningsih
Bloom A.L., Forbes C.D., Thomas D.P. and Tuddenham E.G.D (eds) (1994) Hemostatis dan Thrombosis. 3rd edn. Churchill-Livingstone, Edinburgh.
McMullin M.F. (1999) The Molecular Basic of Disorders of the Red Cell Membrane. J. CClin. Pathol. 52, 245-8
Hoffbrand. A.V., Pettit. E.J., Moss. H.A.P. 2002. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bain. Jane. Barbara. 2012. Hematologi Kurikulum Inti. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.



No comments:

Post a Comment